Kinanti pun akhirnya sadarkan diri, dirinya memijat kepalanya yang terasa begitu pusing. Rasanya begitu shock dengan apa yang dikatakan oleh Nada beberapa saat yang lalu."Sayang, kamu udah sadar?" Adam pun langsung bangun dan memeluk Kinanti yang duduk di sampingnya.Kinanti pun mengangguk, tetapi bayangan apa yang dikatakan oleh Mentari masih saja terngiang-ngiang di benaknya.Kinanti pun sejenak menatap wajah Adam, dirinya bingung apakah Adam sudah tahu tentang Nada yang hamil.Tetapi, sepertinya belum. Jika sudah tidak mungkin Adam bisa begitu tenang."Kamu mikirin apa?" Adam menyadari istrinya tengah memikirkan sesuatu, hingga akhirnya dirinya pun bertanya.Namun, Kinanti hanya diam saja tidak ingin berbicara."Ayo tidur," Adam pun menarik Kinanti untuk segera berbaring kembali, sebab malam pun semakin larut.Namun, Kinanti tidak dapat terlelap hingga pagi harinya karena memikirkan Nada.Tok tok tok.Terdengar suara ketukan pintu, Kinanti pun melihat asal suara.Begitu pun dengan
Duduk di kursi meja makan untuk sarapan pagi, semua anggota keluarga sudah berada di sana. Bahkan Nada pun yang akhirnya muncul dan menarik kursi meja makan untuk duduk.Tetapi tatapan mata Adam terus saja tertuju padanya.Membuat Nada bingung hingga bertanya-tanya apakah yang salah dengan dirinya.Merasa dirinya tidak memiliki kesalahan lagi, bahkan Nada sudah menjadi anak penurut."Ada yang salah dari Nada, Yah?" Tanya Nada.Adam hanya diam sambil terus menatap putrinya, sesaat kemudian memilih untuk melihat makanannya dan memulai sarapannya tanpa menjawab sama sekali.Sarapan pagi ini bukan masakan Kinanti, sebab istrinya belum sepenuhnya pulih setelah semalam yang mendadak jatuh pingsan.Adam pun melarang istrinya untuk bergerak banyak seperti sebelum sebelum keadaannya benar-benar membaik.Hingga terdengar suara Bik Sumi yang mengatakan bahwa Tama ada di luar menunggu Nada."Neng Nada, di depan ada Tuan Tama."Nada pun menganggukkan kepalanya, kemudian meneguk mineral terlebih da
"Ouw," Fikri pun mengangguk, "artinya calon suamimu ini sangat, sangat, sangat baik ya," kata Fikri dengan santainya.Sementara Nada merasa bahagia karena Fikri pun tampaknya sudah sadar bertapa baiknya Tama selama ini."Iya, Kak. Berarti Kakanda nya Nada adalah orang baikkan Kak?" Tanya Nada lagi penuh semangat.Bahkan terkesan bangga bisa diperjuangkan oleh Tama, meskipun seorang duda namun jauh lebih baik tentunya tidak menjadi masalah sama sekali."Iya, tentu," Fikri pun mengangguk, kemudian meneguk mineralnya."Nah, Ayah jangan ragu ya, Kakanda Tama baik kok," Nada pun cengengesan pada Adam, tidak mengerti hati Ayahnya itu sedang terbakar kemarahan."Percaya, Ayah pasti percaya pada," Fikri pun melihat Tama dengan tajam, "Kakanda Tama ini," Fikri tersenyum miring melihat Tama.Rasanya ingin sekali menelan Tama hidup-hidup."Kak Fikri, Nada tanya ke Ayah! Kok, Kakak yang jawab.""Iya, tapi Kakak tahu isi pikiran Ayah. Jadi, Kakak saja yang mewakilinya," jelas Fikri.Sementara Adam
"Semangat Kakandaku tercinta, kamu pasti bisa."Nada terus berseru memberikan semangat pada Tama yang sedang menguras kolam dengan menggunakan gayung.Jas dengan kemejanya kini tidak lagi terpakai ditubuh, hanya ada baju kaos dan celana yang dilipat setengahnya.Itupun sudah basah karena terkena air, perjuangan masih panjang.Bahkan air pada kolam renang pun belum tampak berkurang sedikitpun.Membuat Tama semakin menarik napas dengan beratnya, meratapi nasib yang dialaminya saat ini.Tubuh atletisnya terlihat jelas, rasanya ketampanan Tama pun semakin terpancar.Namun, saat ini dirinya sedang berjuang untuk menguras kolam renang dengan perasaan yang sangat melelahkan.Namun, saat melihat Nada rasanya membuat semangatnya semakin bertambah.Meskipun bocah itu sangat polos dan suka berbicara apa adanya tapi tidak mengurangi sedikit pun cintanya, bahkan hal yang aneh itu membuat Tama merasa jika Nada berbeda dari wanita lainnya.Hingga akhirnya Fikri pun muncul dengan secangkir kopi di ta
Dirinya tahu pasti akan ada kejutan berupa hal aneh dari masakan Nada, sementara Tama tidak mungkin menolak karena dirinya yang akan menjadi kompor yang teramat panas.Sebagai lelaki sejati yang mencintai wanitanya, tentunya Tama akan menuruti keinginan Nada untuk memakan-makan tersebut. Atau Nada akan bersedih hati.Ya ampun Fikri sudah tidak sabar untuk melihat penderitaan Tama semakin bertambah berat."Ayo, suapi Kakanda Tama mu itu!" Kata Fikri.Kenan hanya tersenyum saja, sudah pasti dirinya juga menunggu dengan perasaan was-was karena masakan adiknya yang aneh itu."Kakandaku, Ananda membuatkan Ayah kecap spesial untuk Kakandaku," kata Nada dengan senyuman manisnya.Sementara Tama rasanya begitu bersemangat setelah melihat senyuman manis Nada, sial.Wajah calon istrinya itu memang sangat meneduhkan hati, dalam sekejap saja hanya karena senyuman bisa membuatnya mendapatkan energi kembali.Tapi bagaimana dengan masakan Nada, apakah senikmat kopi buatannya.Jika membuat kopi Nada
"Semangat Kakandaku," Nada terus saja memberikan semangat pada Tama.Meskipun sebenarnya Tama sudah sangat kelelahan, jangankan untuk setengahnya terkuras. Untuk seperempat dari isi kolam juga belum ada.Padahal hari sudah malam, perasaan Tama benar-benar kacau karena memikirkan Nada yang mungkin nantinya sulit untuk bersatu."Tama, ayo makan malam," Kinanti pun menghampiri Tama, merasa kasihan pada calon menantunya tersebut."Iya, Bunda. Tapi, bajunya basah. Biarkan saya di sini saja," kata Tama.Kinanti pun melihat pakaian Tama yang basah, kemudian memikirkan sesuatu.Hingga akhirnya Kinanti pun pergi kemudian kembali dengan handuk dan juga pakaian bersih milih Fikri yang sengaja di pinta oleh Kinanti."Tama, ganti baju mu. Setelah itu kita makan malam bersama. Bunda, tunggu di meja makan," setelah mengatakan itu Kinanti pun pergi.Tidak lupa untuk mengajak Nada juga ikut bersama dengan dirinya terlebih dahulu menuju meja makan.Tama pun melihat handuk dan pakaian bersih di tanganny
Tama duduk di kursi dengan menatap masakan di hadapannya, pikirannya benar-benar tidak baik-baik saja.Bahkan terkesan tidak bersemangat sama sekali, apa lagi nantinya akan mendengarkan sesuatu yang akan dikatakan oleh Adam.Tama sudah dapat menebak apa yang akan di bahas, sungguh membuatnya tidak bersemangat sama sekali."Makan," kata Kinanti.Lagi-lagi Kinanti mengisi piring Tama, tidak ingin terus merasa tidak enak.Kinanti masih mengerti dengan Tama yang masih butuh waktu untuk lebih dekat dengan keluarnya."Kinanti!" Kata Adam.Adam melihat istrinya sedang mengisi piring Tama lagi-lagi seperti sebelumnya.Membuat Kinanti pun sejenak terdiam dan beralih melirik Adam penuh tanya."Ya Mas?""Biarkan saja dia yang mengisi piringnya, dia juga harus menyesuaikan diri dengan keluarga kita," jelas Adam.Kinanti pun tersenyum bingung, kemudian kembali melihat Tama.Sesaat kemudian beralih melihat Adam."Nggak papa Mas, mungkin Tama masih segan," kata Kinanti lagi.Lagi-lagi berusaha untuk
Haaaaatchihhhhh....Tama merasa semakin tidak nyaman saja, bahkan sampai bersin beberapa kali."Dasar jorok!" Kesal Fikri yang sedang menikmati makanannya."Fikri!" Kinanti pun menegur putranya, kemudian beralih melihat Tama, "sepertinya kamu kedinginan, mungkin karena seharian ini terus saja berada dalam kolam renang," Kinanti pun menatap iba pada Tama."Maaf Bunda," kata Tama sambil menggosok-gosok hidungnya."Tidak apa," Kinanti segera meminta Bik Sumi membuatkan secangkir teh hangat untuk Tama, hingga akhirnya secangkir teh pun tiba."Silahkan Tuan," Bik Sumi meletakkannya pada meja."Nada, berikan Tama obat. Ya, sekalian minumnya di sofa saja biar lebih santai, berikan selimut juga agar lebih hangat," kata Kinanti memberikan saran.Karena dia tahu Tama merasa canggung bila ada Adam di dekatnya, wajar saja. Mengingat keduanya adalah calon mertua dan calon menantu."Siap Bunda," jawab Nada dengan penuh semangat."Jangan ke kamar!" Tambah Fikri.Nada pun beralih melihat Fikri."Kena