"Semangat Kakandaku tercinta, kamu pasti bisa."Nada terus berseru memberikan semangat pada Tama yang sedang menguras kolam dengan menggunakan gayung.Jas dengan kemejanya kini tidak lagi terpakai ditubuh, hanya ada baju kaos dan celana yang dilipat setengahnya.Itupun sudah basah karena terkena air, perjuangan masih panjang.Bahkan air pada kolam renang pun belum tampak berkurang sedikitpun.Membuat Tama semakin menarik napas dengan beratnya, meratapi nasib yang dialaminya saat ini.Tubuh atletisnya terlihat jelas, rasanya ketampanan Tama pun semakin terpancar.Namun, saat ini dirinya sedang berjuang untuk menguras kolam renang dengan perasaan yang sangat melelahkan.Namun, saat melihat Nada rasanya membuat semangatnya semakin bertambah.Meskipun bocah itu sangat polos dan suka berbicara apa adanya tapi tidak mengurangi sedikit pun cintanya, bahkan hal yang aneh itu membuat Tama merasa jika Nada berbeda dari wanita lainnya.Hingga akhirnya Fikri pun muncul dengan secangkir kopi di ta
Dirinya tahu pasti akan ada kejutan berupa hal aneh dari masakan Nada, sementara Tama tidak mungkin menolak karena dirinya yang akan menjadi kompor yang teramat panas.Sebagai lelaki sejati yang mencintai wanitanya, tentunya Tama akan menuruti keinginan Nada untuk memakan-makan tersebut. Atau Nada akan bersedih hati.Ya ampun Fikri sudah tidak sabar untuk melihat penderitaan Tama semakin bertambah berat."Ayo, suapi Kakanda Tama mu itu!" Kata Fikri.Kenan hanya tersenyum saja, sudah pasti dirinya juga menunggu dengan perasaan was-was karena masakan adiknya yang aneh itu."Kakandaku, Ananda membuatkan Ayah kecap spesial untuk Kakandaku," kata Nada dengan senyuman manisnya.Sementara Tama rasanya begitu bersemangat setelah melihat senyuman manis Nada, sial.Wajah calon istrinya itu memang sangat meneduhkan hati, dalam sekejap saja hanya karena senyuman bisa membuatnya mendapatkan energi kembali.Tapi bagaimana dengan masakan Nada, apakah senikmat kopi buatannya.Jika membuat kopi Nada
"Semangat Kakandaku," Nada terus saja memberikan semangat pada Tama.Meskipun sebenarnya Tama sudah sangat kelelahan, jangankan untuk setengahnya terkuras. Untuk seperempat dari isi kolam juga belum ada.Padahal hari sudah malam, perasaan Tama benar-benar kacau karena memikirkan Nada yang mungkin nantinya sulit untuk bersatu."Tama, ayo makan malam," Kinanti pun menghampiri Tama, merasa kasihan pada calon menantunya tersebut."Iya, Bunda. Tapi, bajunya basah. Biarkan saya di sini saja," kata Tama.Kinanti pun melihat pakaian Tama yang basah, kemudian memikirkan sesuatu.Hingga akhirnya Kinanti pun pergi kemudian kembali dengan handuk dan juga pakaian bersih milih Fikri yang sengaja di pinta oleh Kinanti."Tama, ganti baju mu. Setelah itu kita makan malam bersama. Bunda, tunggu di meja makan," setelah mengatakan itu Kinanti pun pergi.Tidak lupa untuk mengajak Nada juga ikut bersama dengan dirinya terlebih dahulu menuju meja makan.Tama pun melihat handuk dan pakaian bersih di tanganny
Tama duduk di kursi dengan menatap masakan di hadapannya, pikirannya benar-benar tidak baik-baik saja.Bahkan terkesan tidak bersemangat sama sekali, apa lagi nantinya akan mendengarkan sesuatu yang akan dikatakan oleh Adam.Tama sudah dapat menebak apa yang akan di bahas, sungguh membuatnya tidak bersemangat sama sekali."Makan," kata Kinanti.Lagi-lagi Kinanti mengisi piring Tama, tidak ingin terus merasa tidak enak.Kinanti masih mengerti dengan Tama yang masih butuh waktu untuk lebih dekat dengan keluarnya."Kinanti!" Kata Adam.Adam melihat istrinya sedang mengisi piring Tama lagi-lagi seperti sebelumnya.Membuat Kinanti pun sejenak terdiam dan beralih melirik Adam penuh tanya."Ya Mas?""Biarkan saja dia yang mengisi piringnya, dia juga harus menyesuaikan diri dengan keluarga kita," jelas Adam.Kinanti pun tersenyum bingung, kemudian kembali melihat Tama.Sesaat kemudian beralih melihat Adam."Nggak papa Mas, mungkin Tama masih segan," kata Kinanti lagi.Lagi-lagi berusaha untuk
Haaaaatchihhhhh....Tama merasa semakin tidak nyaman saja, bahkan sampai bersin beberapa kali."Dasar jorok!" Kesal Fikri yang sedang menikmati makanannya."Fikri!" Kinanti pun menegur putranya, kemudian beralih melihat Tama, "sepertinya kamu kedinginan, mungkin karena seharian ini terus saja berada dalam kolam renang," Kinanti pun menatap iba pada Tama."Maaf Bunda," kata Tama sambil menggosok-gosok hidungnya."Tidak apa," Kinanti segera meminta Bik Sumi membuatkan secangkir teh hangat untuk Tama, hingga akhirnya secangkir teh pun tiba."Silahkan Tuan," Bik Sumi meletakkannya pada meja."Nada, berikan Tama obat. Ya, sekalian minumnya di sofa saja biar lebih santai, berikan selimut juga agar lebih hangat," kata Kinanti memberikan saran.Karena dia tahu Tama merasa canggung bila ada Adam di dekatnya, wajar saja. Mengingat keduanya adalah calon mertua dan calon menantu."Siap Bunda," jawab Nada dengan penuh semangat."Jangan ke kamar!" Tambah Fikri.Nada pun beralih melihat Fikri."Kena
"Umi," Diva langsung saja memeluk Serena, lama tidak bertemu membuatnya merasakan rindu yang teramat berat."Anak Umi," Serena juga memeluk Nada tidak kalah eratnya, sebab rindu akan putri kecilnya yang kini sudah dewasa bahkan sudah menikah juga."Diva kangen.""Kangen? Memangnya masih ingat sama Umi setelah menikah? Bukannya udah sayang ke suami," goda Serena."Umi apaasih," kesal Nada."Diva, hati-hati jangan terlalu kuat peluk Umi Tante Serena, nanti adik bayi di perut Tante Serena kecepit," kata Nada khawatir.Nada memang khawatir, tetapi Diva malah dibuat shock mendengarnya."Umi?" Tanya Diva tidak mengerti."Iya, kayaknya kalian bakalan lahiran barengan deh. Ish, gemes, Nada juga pengen. Bunda, bikin adiknya sekalian ya, pas Nada udah nikah nanti, terus kita lahiran sama-sama," kata Nada dengan ide yang begitu cemerlangnya.Mentari geleng-geleng kepala sambil menahan tawa mendengar apa yang dikatakan oleh Nada barusan, memang adik iparnya itu sangat aneh.Beruntung Tama mencint
Akhirnya pagi ini Kinanti pun bersiap-siap untuk pergi ke sebuah butik langganannya, beruntung ada Serena yang menemani karena Mira sedang kurang enak badan.Apa lagi Kinanti sudah tahu tentang penyakit yang di deritanya, membuatnya juga merasa kasihan.Bahkan Mira mengatakan langsung menyerahkan semuanya pada Kinanti, karena Mira sadar dirinya tidak bisa terlalu aktif dalam hal mempersilahkan pernikahan anaknya sendiri.Meskipun sebenarnya dirinya juga ingin mempersiapkan semuanya, tetapi Mira lebih menyayangi dirinya dan kesehatannya. Karena, jika terlalu lelah maka, nantinya bisa drop. Bahkan, bisa membuat pernikahan anaknya menjadi rusak, Mira tidak mau membuat hari bahagia anaknya harus dilakukan dengan terburu-buru karena Tama memikirkannya yang sedang terbaring."Nada, ikut nggak?" Tanya Serena."Seharusnya ikut, Tama juga ikut. Karena, mereka yang akan memilih gaun pengantinnya nanti.""Em, iya juga sih," Serena mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Kinanti.Sampai akhirnya
Di tempat lainnya tepatnya Nada sedang disibukkan dengan memilih cincin yang begitu indah, pramuniaga toko terlihat begitu ramah.Bahkan mengeluarkan semua koleksi terbaik mereka.Sehingga, Nada sampai kebingungan untuk menentukan pilihannya. Bukan masalah harga, sebab sejak kapan Nada perduli akan harga.Namun, karena desain cincinnya yang memang sangat indah."Kamu bingung ya?" Tanya Tama saat melihat Nada yang terlihat kesulitan memilih cincinnya."Iya, Mas. Nggak tahu mau pilih yang mana," sampai akhirnya Nada pun melihat sepasang cincin dengan desain sederhana namun begitu indah."Yang ini aja gimana Mas?" Tanya Nada.Tama pun melihatnya kemudian mengangguk, sambil dalam hatinya berkata bahwa tumben sekali Nada waras.Karena panggilan Mas, artinya bocil itu sedang memakai otaknya dengan baik. Berbeda saat panggilannya berubah menjadi Kakandaku, artinya otaknya sedang miring.Tapi mau miring atau tidak pun Tama tetap cinta dan tidak bisa tanpa Nada."Ya sudah, kalau kamu suka yang