Akhirnya pagi ini Kinanti pun bersiap-siap untuk pergi ke sebuah butik langganannya, beruntung ada Serena yang menemani karena Mira sedang kurang enak badan.Apa lagi Kinanti sudah tahu tentang penyakit yang di deritanya, membuatnya juga merasa kasihan.Bahkan Mira mengatakan langsung menyerahkan semuanya pada Kinanti, karena Mira sadar dirinya tidak bisa terlalu aktif dalam hal mempersilahkan pernikahan anaknya sendiri.Meskipun sebenarnya dirinya juga ingin mempersiapkan semuanya, tetapi Mira lebih menyayangi dirinya dan kesehatannya. Karena, jika terlalu lelah maka, nantinya bisa drop. Bahkan, bisa membuat pernikahan anaknya menjadi rusak, Mira tidak mau membuat hari bahagia anaknya harus dilakukan dengan terburu-buru karena Tama memikirkannya yang sedang terbaring."Nada, ikut nggak?" Tanya Serena."Seharusnya ikut, Tama juga ikut. Karena, mereka yang akan memilih gaun pengantinnya nanti.""Em, iya juga sih," Serena mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Kinanti.Sampai akhirnya
Di tempat lainnya tepatnya Nada sedang disibukkan dengan memilih cincin yang begitu indah, pramuniaga toko terlihat begitu ramah.Bahkan mengeluarkan semua koleksi terbaik mereka.Sehingga, Nada sampai kebingungan untuk menentukan pilihannya. Bukan masalah harga, sebab sejak kapan Nada perduli akan harga.Namun, karena desain cincinnya yang memang sangat indah."Kamu bingung ya?" Tanya Tama saat melihat Nada yang terlihat kesulitan memilih cincinnya."Iya, Mas. Nggak tahu mau pilih yang mana," sampai akhirnya Nada pun melihat sepasang cincin dengan desain sederhana namun begitu indah."Yang ini aja gimana Mas?" Tanya Nada.Tama pun melihatnya kemudian mengangguk, sambil dalam hatinya berkata bahwa tumben sekali Nada waras.Karena panggilan Mas, artinya bocil itu sedang memakai otaknya dengan baik. Berbeda saat panggilannya berubah menjadi Kakandaku, artinya otaknya sedang miring.Tapi mau miring atau tidak pun Tama tetap cinta dan tidak bisa tanpa Nada."Ya sudah, kalau kamu suka yang
Dari sejak tadi Tama kebingungan untuk menghubungi Nada, sebab dari sekian banyak panggilan telpon darinya tidak satu pun yang mendapatkan jawaban.Benar-benar Tama tidak bisa tenang, bahkan saat malam harinya saja tidak dapat terlelap sama sekali hingga pagi harinya.Segera Tama pun bergegas menuju kamar mandi, setelah itu memakai pakaiannya dan segera pergi menuju rumah Nada.Namun, sesampainya di sana ternyata Nada sudah pergi ke kampus."Bunda, apa Nada sudah lama perginya?""Iya, beberapa menit yang lalu. Bunda, pikir Nada ke kampus sama kamu," jawab Kinanti yang sedang menyirami tanamannya."Nggak Bunda," wajah Tama tampak kecewa, sebab tidak biasanya Nada begini."Kamu susul saja Nada ke kampus, kalau ada masalah segera selesaikan," kata Kinanti memberikan saran."Tama, permisi Bunda.""Iya, hati-hati."Tama pun segera menyusul Nada menuju kampus, ingin berbicara dan meminta maaf karena dirinya tidak sanggup sampai tidak dipedulikan sama sekali seperti saat ini.Sesampainya di
"Ada apa?" Tanya Fikri yang melihat wajah Tama yang tampak begitu murung.Tama yang duduk di teras pun melihat Fikri yang menghampiri dirinya.Kemudian kembali mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Fikri pun memilih untuk duduk di samping Tama, di siang hari yang begitu terik ini malah melihat wajah kusut calon suami adiknya itu yang duduk di teras rumahnya.Bukankah seharusnya bahagia karena pernikahan sudah di depan mata."Kau kenapa? Apa telinga mu rusak, aku bertanya!" Kesal Fikri karena Tama hanya diam saja."Kau ingat Niken?" Tanya Tama tiba-tiba pada Fikri."Niken?" Tanya Fikri yang berusaha untuk mengingat nama tersebut.Tetapi sepertinya tidak ada yang bisa diingat oleh Fikri selain Mentari."Tidak, kecuali Mentari. Itu, baru aku ingat," kata Fikri sambil melihat wajah Tama yang kesal.Tama pun kesal dan menatap Fikri dengan masamnya."Aku lupa, benar-benar lupa," kata Fikri sambil terkekeh kecil melihat wajah kesal Tama."Kalau Faisal?" "Faisal Angga Pratama?" Tanya Fikri
"Cepat sana temui calon suami mu, keburu mati kedinginan dia itu," kata Fikri sambil berlalu pergi melewati Nada yang masih memikirkan nasib Ayahnya.Tetapi sesaat kemudian Nada pun tersadar, kemudian melihat Fikri."Apaan sih, ngomongnya gitu banget!" Gerutu Nada.Dengan segera menemui Tama yang masih berada di luar sana, benar saja ternyata Tama menggigil kedinginan.Melihat Nada yang menemuinya membuat Tama pun tersenyum."Sayang, Mas, minta maaf ya. Mas, salah. Janji nggak akan ulangi lagi," kata Tama dengan wajah penuh penyesalan.Bahkan terlihat memohon pada Nada agar tak lagi marah padanya.Namun Nada hanya diam saja menatap wajah Tama."Sayang," panggil Tama dengan suara pelannya berharap mendapatkan maaf."Masuk!"Setelah mengatakan itu Nada pun langsung masuk.Sementara Tama mengangguk dengan cepat, bahkan hatinya begitu bahagia. Paling tidak saat ini Nada sudah mau bicara padanya.Tanpa menyia-nyiakan waktu lagi Tama langsung mengikut di belakang tubuh Nada."Duduk, Nada bu
Andai saja sejak dari dulu tau adik dari Fikri lah yang akan dicintainya, sudah pasti Tama akan menunjukan sikap yang paling baiknya.Bahkan membuat Fikri pun sampai bangga karena memiliki calon adik ipar seperti dirinya.Karena sudah pasti Tama akan menjadi seorang yang sangat baik.Tapi itu hanyalah andai-andai saja, sebab semua jalan yang sudah ditentukan hanya bisa dijalani saja dan berusaha untuk menjadi seorang yang lebih baik."Sudah malam, masih saja berduaan begini," kesal Fikri."Kami nggak ngapa-ngapain kok Kak," jawab Nada berusaha untuk membela dirinya.Terutama takut jika saja Fikri mencabut restu yang sudah diberikannya."Iya, karena aku datang tepat waktu. Kalau tidak?" Fikri pun menggantung ucapannya sambil melihat Tama, "entah apa yang sudah kalian lakukan di sini," lanjut Tama lagi.Sementara Tama hanya bisa diam saja, persis seperti seorang anak kecil yang dihukum oleh gurunya berdiri di depan kelas, karena tidak mengerjakan tugas sekolah.Sejak kapan Tama jadi dem
Tiba-tiba saja sekitarnya di penuhi dengan bintang yang bertaburan.Langit tampak begitu indah dengan bulan yang bersinar terang benderang.Tetapi, ada yang jauh lebih membahagiakan, yaitu Nada yang sedang memakai gaun berbulu domba dan berpadu bulu angsa berwarna putih.Bahkan di sekitarnya juga dipenuhi dengan banyaknya kelinci yang berlalu lalang dengan penuh semangat.Nada pun berjongkok dan menangkap seekor kelinci, kemudian menggendong dan menciumnya.Namun, sesaat kemudian ada yang memeluknya dari belakang.Nada pun tersentak, ternyata Tama yang memeluknya.Nada sungguh sangat bahagia tanpa bisa mengucapkan dengan kata-kata.Ada hal yang lebih membuat Nada bahagia yaitu pakaian Tama persis seperti artis India.Dengan dadanya yang terbuka, menampakan bulu halus di sana."Kamu cantik sekali," kata Tama.Memuji kecantikan Nada hingga akhirnya menyelipkan setangkai bunga mawar merah di telinga Nada.Jantung Nada pun kian berdegup kencang, karena rasanya sentuhan tangan Tama begitu
Hari ini pernikahan pun akhirnya tiba, Nada yang tampil dengan gaun pengantin tambak begitu anggun.Karena sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Kinanti, tidak pecicilan untuk hari ini saja.Itulah yang sedang dilakukan oleh Nada, berusaha keras untuk bisa menjadi pendiam adalah suatu hal yang sangat menyulitkan."Anak Bunda, cantik sekali," Kinanti pun menghampiri Nada ke kamarnya.Memastikannya jika anaknya sudah selesai berhias dibantu oleh beberapa MUA profesional.Ternyata benar, putrinya itu sudah menjadi seorang ratu yang begitu mempesona."Ya, ampun calon istri orang. Cantik sekali," Mentari yang datang bersama mertuanya itu juga tersenyum melihat Nada yang begitu cantiknya.Rasanya tidak percaya saat ini adik iparnya tersebut akan menikah."Hehe, ya dong," kata Nada dengan senyuman.Tapi sesaat kemudian wajah Nada berubah menjadi murung, karena merasa sedih."Kok, cemberut. Kenapa?" tanya Kinanti yang menyadari wajah Nada yang berubah tiba-tiba."Sarah kok belum datang ya Bun