"Dulu kamu kenapa?" Suara Ferdian terdengar parau, bertanya dengan nada rendah agar Zahra tidak tegang.Ada hal yang lebih sakit sebenarnya, yaitu menangis tanpa air mata.Jika bisa memohon Zahra akan melakukannya asalkan Ferdian melepaskannya, dirinya yang belum pernah berada di situasi ini benar-benar merasa tidak nyaman.Duduk dipangkuan lelaki terasa menegangkan.Selama ini dirinya memang memiliki kekasih, namun tidak lebih dari sekedar berpegangan tangan saat bertemu.Bahkan beberapa mantannya memutuskan pergi karena dirinya menolak untuk di cium, apa lagi sampai pada ranjang.Dirinya di anggap kampungan, dan tidak benar-benar mencintai kekasihnya karena tidak bisa memberikan tubuhnya sebagai bukti.Dan kali ini berbeda di atas pangkuan seorang lelaki, sekalipun sudah menikah masih saja terasa aneh.Bisakah setelah malam-malam itu Zahra masih menganggap mereka adalah dua orang asing?"Dok, dulu itu saya di bayar. Dan Kinanti yang membayarnya!" Zahra tidak ingin di salahkan sendiri
"Tidak ada yang seperti mu, hanya kamu yang mampu membuat ku hampir gila karena selalu membayangkan wajah mu!"Ferdian mengusap air mata Zahra, mencium kedua mata dengan bergantian.Andai saja tahu seperti apa dirinya tanpa Zahra sebelumnya, hingga memutuskan untuk menikahi dengan cara licik.Flashback on.Malam-malam berlalu begitu gelisah, rasanya menunggu pagi pun cukup lama.Sebab saat pajar menampakkan wajahnya, artinya akan melihat wajah Zahra.Wajah indah di hiasi oleh senyuman menawan, membuat hati bergetar hebat tanpa jeda.Bertemu di rumah sakit dan selalu menggoda tanpa hentinya.Memeluk lengannya, sehingga tanpa sadar membuat nya kian merasa panas dingin.Malam-malam selanjutnya pun sama, duduk di balkon menatap cahaya rembulan yang menerangi malam.Sayangnya rembulan pun terlalu redup dimatanya, wajah Zahra kembali terlukis di langit yang gelap seakan menatapnya dengan senyuman sejuta cahaya penerang.Tersenyum dengan menggoda, penuh dengan siksa, karena itu hanya bayanga
Zahra pun terbangun dari tidurnya, ternyata hari sudah mulai gelap. Zahra pun mencoba untuk bangkit dari ranjang, kemudian segera menuju kamar mandi untuk mencuci wajah agar lebih segar.Setelah keluar dari kamar mandi Zahra pun mendengar suara ponselnya, ternyata yang menghubungi adalah Maya."Halo, Bu," Zahra pun duduk di sofa, sambil menjawab panggilan telpon dari Maya."Operasi Bapak kamu berjalan lancar, tolong bilang terima kasih pada suami mu. Dia sudah membayar biaya operasinya, sampai akhirnya Bapak bisa di operasi," papar Maya dari balik sambungan telepon seluler.Zahra terkejut mendengarnya, bahkan dirinya tidak tahu sama sekali.Baik perihal operasi Kumar maupun soal biaya."Zahra, kamu masih mendengar Ibu, 'kan?" Maya yang tidak mendengar suara Zahra pun bertanya, mungkinkah panggilan sudah terputus."I-iya Bu, Zah-Zahra masih dengar," suara Zahra terbanta-banta, dirinya masih kebingungan. Sehingga sulit untuk berkata-kata."Sekali lagi, tolong katakan pada suami mu. Ibu
Zahra tersenyum dan tetap menelan nasi goreng yang katanya enak itu, bibirnya menahan senyumnya melihat exspresi wajah Ferdian yang sebelumnya begitu percaya diri, tetapi kini mendadak kecut."Asin," keluh Ferdian dan meneguk mineral sebanyak-banyaknya agar menghilangkan rasa asin pada lidahnya.Tak lupa tangannya yang menggaruk kepala yang mendadak gatal karena nasi goreng spesial buatan tangannya.Zahra tersenyum tetapi tangannya mengambil mineral dan ikut meneguknya.Ferdian masih saja menggaruk kepalanya, merasa malu tapi juga lucu."Maaf ya, aku hanya mencoba untuk membuat mu bahagia. Tapi, ternyata," Ferdian menunjukan exspresi wajah murung, sambil mengangkat kedua bahunya.Pada dasarnya tidak pandai dalam urusan memasak, jadi itulah hasilnya.Sedangkan Zahra lagi-lagi tersenyum melihatnya, dirinya sendiri mulai merasa, ternyata Ferdian begitu tulus.Mencoba walaupun tidak berhasil bukanlah hal yang buruk, tetapi suatu nilai positif yang harus di hargai.Ya, Zahra sangat menghar
Terdengar suara bel berbunyi, Zahra bisa bernapas sedikit lebih lega. Paling tidak bisa lepas dari godaan Ferdian.Godaan menjengkelkan dan sangat memalukan, bodohnya Zahra sangat besar.Bahkan dirinya sendiri mengakuinya, padahal sejak dulu merasa paling pintar sedunia.Itupun karena Bapaknya yang mengatakan dan menjadi pedoman dalam hidupnya.Zahra adalah wanita paling pintar, paling baik, paling pintar.Begitulah kata Kumar Abdullah.Lagi pula mengapa dirinya mengigit bibir Ferdian, sungguh memalukan sekali.Pada dasarnya tidak mahir dalam bercumbu, tetapi malah mencoba.Jika saja Ferdian tahu, pasti juga dirinya akan lebih di tertawakan.Mungkin!"Sangat mengganggu sekali," kata Ferdian yang tidak ingin membuka pintu sama sekali."Mas, makanannya mungkin sudah sampai," kata Zahra lagi menunjuk pintu yang masih tertutup rapat.Dengan adanya makanan itu pasti sudah tidak membahas masalah gigitan barusan lagi, pikirnya."Nanti saja, biarkan saja. Lagi pula ada pembicaraan penting.""
Tidak lama berselang beberapa keluarga lainnya ikut muncul, pintu yang sudah di buka tidak membutuhkan ijin dari si pemilik."Kinan?" Zahra tampak terkejut melihat kedatangan sahabatnya tersebut.Sahabat yang kini menjadi bagian dari saudara, karena suami mereka yang masih memiliki ikatan persaudaraan."Kok, terkejut? Aku ganggu ya?" Seloroh Kinanti tersenyum menggoda Zahra.Zahra pun segera berpindah dari tempatnya, sedangkan Ajeng juga duduk di sofa lainnya mengurungkan niatnya untuk menghajar putranya.Ferdian pun membenarkan duduknya, di susul Adam yang juga duduk di sofa saling berhadapan."Ganggu? Kok ganggu sih?" Tanya Zahra kembali yang kini berdiri di hadapan Kinanti, tepat di ambang pintu."Mana tahu ganggu pengantin baru," ujar Kinanti lagi.Zahra hanya diam saja, dirinya melihat arah pintu di mana ada seseorang yang juga muncul."Hay? Apa kabar bumil? Udah sehat?" Tanya Serena, sedangkan Renata di sampingnya.Lalu dua lelaki yang menyusul masuk, bergabung bersama Adam dan
"Zahra!" Ferdian terus berusaha merayu istri nya untuk membukakan pintu untuknya, mengetuk hingga beberapa kali tetapi, tidak juga membuahkan hasil sama sekali.Zahra memilih tersenyum tanpa berniat untuk membukakan pintu untuk Ferdian.Sampai akhirnya terdengar suara teriakan yang begitu kencangnya."MAMA!!!" Suara nyaring itu terdengar hingga ke menembus pendengaran Zahra, membuatnya bertanya-tanya apakah yang terjadi di luar sana."Ma, bangun Ma!" Lagi-lagi mendengar suara Ferdian yang panik, seketika itu juga Zahra memutar kunci dan ingin melihat apa yang telah terjadi di luar sana.Namun, saat pintu terbuka malah Ferdian masuk dengan cepat.Ah! Sadar, ternyata dirinya baru saja di tipu mentah-mentah."Mas, boong ya!" Tanya Zahra dengan kesal, padahal sudah panik setengah mati.Zahra pun berusaha untuk menggapai gagang pintu berharap bisa melarikan diri.Sayangnya Ferdian memeluknya dengan erat sambil terus tertawa."Kamu mau kemana?" Tanya Ferdian di selingi tawa yang menggela
Di sepanjang perjalanan pulang, Renata hanya diam tanpa kata. Sambil memijat kepalanya yang terasa pusing, mungkin sudah beberapa hari ini."Kamu kenapa? Ada sesuatu yang dipikirkan?" Tanya Zidan sambil memarkirkan mobilnya di depan rumah.Renata pun menggeleng, kemudian segera turun dari mobil."Mommy!" Seru Mentari saat menyambutnya di pintu utama.Renata tersenyum menatap putri cantik nya, wajah Mentari selalu saja bisa meneduhkan hati ibu satu orang anak itu."Daddy!" Seru Mentari kini melihat Zidan yang menyusul masuk setelah Renata."Anak Daddy belum tidur?" Zidan segera menggendong putrinya dan mencium pipi imut Mentari."Belum, sebentar lagi," Mentari tersenyum sambil mencium pipi Zidan.Zidan melihat Renata langsung menuju kamar, tanpa bicara satu patah katapun.Sehingga menimbulkan tanda tanya."Tari, Daddy gerah. Mau mandi dulu, kamu tidur ya," Zidan pun menurunkan Mentari."Iya, Daddy!" Mentari berseru, kemudian berlari menuju kamarnya.Sedangkan Renata sudah berada di dal