Zahra tersenyum dan tetap menelan nasi goreng yang katanya enak itu, bibirnya menahan senyumnya melihat exspresi wajah Ferdian yang sebelumnya begitu percaya diri, tetapi kini mendadak kecut."Asin," keluh Ferdian dan meneguk mineral sebanyak-banyaknya agar menghilangkan rasa asin pada lidahnya.Tak lupa tangannya yang menggaruk kepala yang mendadak gatal karena nasi goreng spesial buatan tangannya.Zahra tersenyum tetapi tangannya mengambil mineral dan ikut meneguknya.Ferdian masih saja menggaruk kepalanya, merasa malu tapi juga lucu."Maaf ya, aku hanya mencoba untuk membuat mu bahagia. Tapi, ternyata," Ferdian menunjukan exspresi wajah murung, sambil mengangkat kedua bahunya.Pada dasarnya tidak pandai dalam urusan memasak, jadi itulah hasilnya.Sedangkan Zahra lagi-lagi tersenyum melihatnya, dirinya sendiri mulai merasa, ternyata Ferdian begitu tulus.Mencoba walaupun tidak berhasil bukanlah hal yang buruk, tetapi suatu nilai positif yang harus di hargai.Ya, Zahra sangat menghar
Terdengar suara bel berbunyi, Zahra bisa bernapas sedikit lebih lega. Paling tidak bisa lepas dari godaan Ferdian.Godaan menjengkelkan dan sangat memalukan, bodohnya Zahra sangat besar.Bahkan dirinya sendiri mengakuinya, padahal sejak dulu merasa paling pintar sedunia.Itupun karena Bapaknya yang mengatakan dan menjadi pedoman dalam hidupnya.Zahra adalah wanita paling pintar, paling baik, paling pintar.Begitulah kata Kumar Abdullah.Lagi pula mengapa dirinya mengigit bibir Ferdian, sungguh memalukan sekali.Pada dasarnya tidak mahir dalam bercumbu, tetapi malah mencoba.Jika saja Ferdian tahu, pasti juga dirinya akan lebih di tertawakan.Mungkin!"Sangat mengganggu sekali," kata Ferdian yang tidak ingin membuka pintu sama sekali."Mas, makanannya mungkin sudah sampai," kata Zahra lagi menunjuk pintu yang masih tertutup rapat.Dengan adanya makanan itu pasti sudah tidak membahas masalah gigitan barusan lagi, pikirnya."Nanti saja, biarkan saja. Lagi pula ada pembicaraan penting.""
Tidak lama berselang beberapa keluarga lainnya ikut muncul, pintu yang sudah di buka tidak membutuhkan ijin dari si pemilik."Kinan?" Zahra tampak terkejut melihat kedatangan sahabatnya tersebut.Sahabat yang kini menjadi bagian dari saudara, karena suami mereka yang masih memiliki ikatan persaudaraan."Kok, terkejut? Aku ganggu ya?" Seloroh Kinanti tersenyum menggoda Zahra.Zahra pun segera berpindah dari tempatnya, sedangkan Ajeng juga duduk di sofa lainnya mengurungkan niatnya untuk menghajar putranya.Ferdian pun membenarkan duduknya, di susul Adam yang juga duduk di sofa saling berhadapan."Ganggu? Kok ganggu sih?" Tanya Zahra kembali yang kini berdiri di hadapan Kinanti, tepat di ambang pintu."Mana tahu ganggu pengantin baru," ujar Kinanti lagi.Zahra hanya diam saja, dirinya melihat arah pintu di mana ada seseorang yang juga muncul."Hay? Apa kabar bumil? Udah sehat?" Tanya Serena, sedangkan Renata di sampingnya.Lalu dua lelaki yang menyusul masuk, bergabung bersama Adam dan
"Zahra!" Ferdian terus berusaha merayu istri nya untuk membukakan pintu untuknya, mengetuk hingga beberapa kali tetapi, tidak juga membuahkan hasil sama sekali.Zahra memilih tersenyum tanpa berniat untuk membukakan pintu untuk Ferdian.Sampai akhirnya terdengar suara teriakan yang begitu kencangnya."MAMA!!!" Suara nyaring itu terdengar hingga ke menembus pendengaran Zahra, membuatnya bertanya-tanya apakah yang terjadi di luar sana."Ma, bangun Ma!" Lagi-lagi mendengar suara Ferdian yang panik, seketika itu juga Zahra memutar kunci dan ingin melihat apa yang telah terjadi di luar sana.Namun, saat pintu terbuka malah Ferdian masuk dengan cepat.Ah! Sadar, ternyata dirinya baru saja di tipu mentah-mentah."Mas, boong ya!" Tanya Zahra dengan kesal, padahal sudah panik setengah mati.Zahra pun berusaha untuk menggapai gagang pintu berharap bisa melarikan diri.Sayangnya Ferdian memeluknya dengan erat sambil terus tertawa."Kamu mau kemana?" Tanya Ferdian di selingi tawa yang menggela
Di sepanjang perjalanan pulang, Renata hanya diam tanpa kata. Sambil memijat kepalanya yang terasa pusing, mungkin sudah beberapa hari ini."Kamu kenapa? Ada sesuatu yang dipikirkan?" Tanya Zidan sambil memarkirkan mobilnya di depan rumah.Renata pun menggeleng, kemudian segera turun dari mobil."Mommy!" Seru Mentari saat menyambutnya di pintu utama.Renata tersenyum menatap putri cantik nya, wajah Mentari selalu saja bisa meneduhkan hati ibu satu orang anak itu."Daddy!" Seru Mentari kini melihat Zidan yang menyusul masuk setelah Renata."Anak Daddy belum tidur?" Zidan segera menggendong putrinya dan mencium pipi imut Mentari."Belum, sebentar lagi," Mentari tersenyum sambil mencium pipi Zidan.Zidan melihat Renata langsung menuju kamar, tanpa bicara satu patah katapun.Sehingga menimbulkan tanda tanya."Tari, Daddy gerah. Mau mandi dulu, kamu tidur ya," Zidan pun menurunkan Mentari."Iya, Daddy!" Mentari berseru, kemudian berlari menuju kamarnya.Sedangkan Renata sudah berada di dal
Mata tidak bisa terpejam, sekalipun sudah berusaha tetapi begitu sulit untuk masuk dalam mimpi.Bagaimana jika setelah menutup mata maka besok matanya tidak akan terbuka lagi?Bagaimana jika inilah saat-saat terakhir bersama dengan orang-orang tercintanya.Padahal tidur dengan pelukan Zidan yang begitu menghangatkan.Renata ingat saat itu, saat-saat beberapa tahun silam.Flashback on."Renata, kita jalan-jalan yuk," Sindi selalu setia menemani adiknya, bahkan di saat sempitnya waktu ruang.Karena dirinya yang sudah memiliki 2 orang anak, bahkan harus mengurus suaminya saat pulang bekerja.Tidak masalah, Sindi begitu menyayangi Renata. Sehingga selalu berusaha untuk membuat adiknya yang terpuruk kembali ceria."Kemana?""Kata uncle Hussain ada acara pasar malam di lapangan sana, kita ke sana yuk."Renata pun mengangguk setuju, malam-malam begini dirinya selalu kesepian.Sampai di keramaian pun malah merasa sunyi, hampa tanpa ada siapapun.Padahal orang-orang penuh dengan mengerumuni te
"Apa aku sudah ada di hati mu?"Zidan sangat menunggu jawaban dari Renata, diamnya Renata membuat perasaan semakin penasaran meraung-raung begitu saja.Takut? Tentu saja, bukan hanya sekedar ingin memiliki raga.Apakah terlalu serakah?Zidan juga menginginkan cintanya terbalas, sehingga bisa mengikat dalam segala keadaan tetap bersama.Tidak was-was seperti ini, rasa takut di tinggalkan tentu ada."Aku nggak tau, tapi sekarang aku nyaman di dekat kamu. Aku takut ketika kamu pergi dan tidak terlihat dari pandangan mata ku walaupun sedetik saja," Renata mengelus wajah Zidan, menatap dengan pandangan mata yang begitu dalam, "lalu, bagaimana jika selamanya?"Senyum manisnya terlihat jelas, entah seperti apa, tapi hati berkecamuk penuh dengan rasa takut."Baiklah, tidak masalah. Tapi, jangan pernah berjumpa dengan nya tanpa Kinanti."Renata pun mengangguk yakin, itu tidak masalah baginya.Karena tidak ada lagi cinta untuk Adam, mereka hanya sahabat.Sahabat yang manis tulus tanpa terkecual
Pagi harinya Renata terbangun, bibirnya tersenyum saat melihat Zidan yang masih terlelap di sampingnya.Bangun di pagi hari adalah waktu yang tepat bahkan sangat baik bagi wanita hamil, sehingga dirinya segera bangun dan menyiapkan segala sesuatunya untuk Zidan.Mulai dari kemeja yang harus dipakai hari ini saat bekerja, sampai menyajikan sarapan pagi.Renata terus berkutat di dapur, menyiapkan kopi dan juga susu hangat untuk putrinya.Menyajikan di atas meja makan dengan tangannya sendiri."Kamu yang nyiapin semuanya?" Mala yang melihat apa yang dilakukan Renata pun langsung bertanya."Iya Ma, lebih seger aja kalau bangun lebih pagi," jelas Renata sambil meletakkan sendok garpu pada meja."Iya sih," Mala pun membenarkan kemudian duduk di kursi meja makan."Ma, Renata hamil," kata Renata pada Mala secara langsung.Dirinya ingin berbagi kebahagiaan walaupun hanya sedikit saja, lupakan apa resiko kedepannya. Karena, kebahagiaan menjadi seorang Ibu lagi bagi calon anak keduanya adalah s