Baru saja Bayu keluar dari kamar mandi, handuk masih melingkar di pinggang nya. Tapi, matanya sudah melihat pemandangan yang begitu indah.Berulangkali tangannya mengucek matanya, ini begitu nyata dan masih betah berlama-lama untuk memandang Serena di hadapannya.Sial.Dari ujung kaki naik ke atas, hingga dada yang setengah menyembul keluar membuat jantung Bayu berdegup kencang.Jangan lupa dengan lingerie berwarna hitam yang melekat di tubuh Serena. Tubuh sexy itu seakan menggoda dirinya untuk segera menyentuhnya.Oh ini sangat menyiksa. Ada yang meronta-ronta ingin di bebaskan, handuk yang melilit di pinggangnya pun tak mampu menegakkan tiang yang mulai mengeras."Aku udah nungguin kamu dari tadi," bisik Serena di telinga Bayu dengan merdunya.Ah. Sejenak Bayu memejamkan matanya meresapi bertapa nikmatnya sentuhan tangan Serena pada dadanya langsung tanpa mengenakan sehelai benang pun.Bayu pun kembali membuka matanya, menatap Serena yang kini melingkarkan tangannya pada tengkuknya
"Bayu, berhenti!" Teriak Serena.Dengan mendadak Bayu pun menghentikan laju sepeda motornya, kesal sekali pada Serena yang tak bisa berbicara layaknya manusia.Belum lagi dirinya sedang memikirkan mimpi gilanya malam tadi, lengkap sudah kekesalannya pada pagi ini.Calon istri dadakannya itu memang sedikit tidak waras. Tapi, tak lupa untuk membuatnya juga ikut tidak waras bersama."Kau itu, kalau mau minta berhenti bisa pelan-pelan tidak? Aku tidak mengerti bagaimana jika kita menikah nanti. Mungkin banyak piring terbang yang akan melayang," gerutu Bayu kesal.Serena mengibaskan tangannya tak perduli pada Bayu, dirinya perlahan turun dari sepeda motor Bayu dan terus menatap ke arah depan.Begitu pun dengan Bayu yang penasaran apa penyebab Serena minta berhenti mendadak.Di sebrang sana Zidan sedang bersama dengan Zoya, keduanya berjalan menuju mobil dengan berpegangan tangan."Apa dia lupa punya istri?" Lupakan Bayu, Serena segera mengambil ponselnya dan mengambil gambar. Setelah itu
Dua jam kemudian Renata memasuki dapur, ternyata Mala masih berkutat dengan alat-alat memasak."Mama masak apa?" Berkat kemampuannya dalam hal make-up wajahnya yang pucat terlihat masih segar.Mala pun tak tega untuk memarahi Renata seperti biasanya, kini dirinya hanya tersenyum."Renata bantu ngapain Ma?""Kamu potong-potong sayuran ini, kita masak sama-sama dan setelah itu kamu antara makanan untuk Zidan."Renata meneguk saliva mendengar nama Zidan, tapi lagi-lagi dirinya harus mengangguk setuju.Flashback on.Saat semalam ponsel Renata berdering, tertulis nama Raya pada layar ponselnya, segera Renata menjawabnya dan ternyata dirinya di ajak dugem.Renata menolak, dengan alasan tidak enak badan. Saat pembicaraan berlangsung Zidan pun masuk ke dalam kamar, dan mendengar pembicaraan.Setelah panggilan terputus, Renata baru menyadari bahwa dirinya tak lagi sendiri di dalam kamar. Melainkan aa Zidan juga ternyata, entah sejak kapan."Pergi saja, dari rumah ini kau tak berguna!" Papar
"Mungkin Renata memang pantas untuk di hukum Ma, Renata memang wanita jahat. Padahal dulu Zidan baik banget. Kami bersahabat lama, saat Adam dan Zidan kuliah kedokteran dan Renata di fakultas hukum kami tetap bersahabat. Sayangnya semua harus hancur, dan itu karena, Renata.""Yang sudah berlalu biar berlalu pergi, tidak usah di ingat lagi. Kalau kamu mati sekalipun tidak mungkin bisa berubah keadaan, kedepannya Mama harap kamu bisa lebih baik. Ya, Mama yakin sebenarnya kamu punya hati baik dan tulus," Mala bisa melihat raut wajah penyesalan di wajah Renata, semua manusia pernah melakukan kesalahan. Bukan tidak mungkin untuk berusaha memperbaiki diri."Sekali lagi makasih ya, Ma, Renata mohon jangan sampai Mama Renata tahu, soalnya Mama udah berfikir Renata bahagia sekarang."Mala kembali memeluk Renata dengan eratnya, mengusap punggung itu dengan penuh kehangatan.Sesaat kemudian Mala pun menjauh dan mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.Mala mengirimkan pesan pada Serena u
"Mana?!""Mama!"Hampir saja jantung Serena copot karena, Mala datang tiba-tiba. Belum selesai keterkejutan terhadap Bayu barusan, kini harus kembali terkejut karena Mala.Beruntung jantungnya buatan Tuhan, jika buatan manusia sudah pasti harus di perbaiki sebab, berulangkali terguncang."Hehehe, maaf," Mala cengengesan, tapi matanya mulai mengarah pada benda yang di pegang Serena. Yakin benda tersebut adalah pesanannya, artinya rencana akan berjalan. Biar saja di anggap mertua aneh, asalkan rumah tangga anaknya bahagia."Nih!" Serena memberikan paperbag di tangannya pada Mala, "bayar ya, Ma. Ini mahal.""Gampang, emang berapa uang kamu terpakai?""2 juta.""Beres, Mama transfer sebentar lagi."Mala melengos masuk kembali ke dalam rumah untuk menemui Renata.Serena pun ikut menyusul masuk, bibirnya tersenyum bahagia sebab, akan mendapatkan keuntungan dari Mamanya.Sedikit berdagang mencari keuntungan tidak masalah, lagi pula yakin jika isi ATM Bayu pasti tidak banyak.Serena yakin Ba
"Tidak usah memposisikan diri sebagai korban! Aku korban mu yang sesungguhnya di sini! Dulu kau pergi dan kini kembali dengan sesuka mu. Kau punya hati tidak?!" Teriak Zidan.Api amarah bercampur kebencian terhadap Renata terlihat jelas, Zidan tak ingin lagi di sakiti dengan memberikan hati pada Renata.Jangan lupakan dulu pernah meninggalkan demi menikah dengan Adam, meninggalkan dirinya hanya dengan satu kata maaf.Lalu berteman dengannya seakan keduanya tak pernah saling melengkapi satu sama lainnya, tapi bagi Zidan kata maaf saja tak cukup.Bahkan memintanya menutupi hubungan mereka dulu, demi kebahagiaan bersama Adam.Sayangnya bukan bahagia yang di terima Renata, sebuah luka yang begitu dalam mengetahui bahwa dirinya bukanlah istri satu-satunya.Itulah cinta yang di balas luka, tak ada kecurangan yang bisa berjalan sempurna. Kejahatan seorang penghianat tidak akan bisa lari dari hukumannya.Bagaikan karma di bayar tunai, madunya sendiri adalah wanita yang tinggal satu atap denga
"Zidan," Mala menghentikan langkah kaki Zidan saat melewati Mala yang sedang duduk di sofa.Merasa namanya di panggil Zidan pun berbalik dan menatap Mala."Renata di mana?" Mala bahagia sekali yakin jika rencananya berhasil. Hanya saja pagi ini belum terlihat batang hidung menantunya tersebut, padahal hari sudah terang bahkan belum sarapan."Di kamar Ma, masih tidur.""Kalau gitu kamu bawa saja sarapannya ke kamar, takutnya nanti dia masuk angin," tanpa mendengar jawaban dari Zidan, Mala bergegas menuju dapur, menata beberapa potong roti dan buah di atas nampan. Tak lupa pula segelas susu hangat, "bawa ke kamar, Mama tidak mau ada penolakan!"Sebenarnya sedang tak ingin melakukan apa-apa, tapi baiklah agar tak membuat Mala banyak bertanya."Zidan, jangan lupa Mama pesan cucu!" Mala tersenyum seraya melambaikan tangannya."Menatu Mama itu mandul!"Zidan pun membawanya menuju kamar, tak ingin berdebat dengan masalah tersebut.Melihat mata Renata masih terlelap membuat Zidan menyiram se
Dari cela pintu Renata melihat Zidan sedang makan siang bersama dengan Zoya. Sejenak dirinya menatap rantang di tangannya.Rantang dengan makanan yang di persiapkan oleh mertuanya sendiri, dalam hati bertanya-tanya apakah sebenarnya yang membuat Zidan yang dulu manis kini kasar.Saat Renata tengah kacau berdebat dengan pikirannya tiba-tiba Zahra datang menghampiri seketika membuat lamunannya menjadi buyar."Hay, Mbak Renata."Renata pun berbaik dan melihat Zahra, sebenarnya bingung siapa wanita tersebut. Akan tetapi, memang dirinya di kenal oleh siapa pun yang bekerja di rumah sakit tersebut.Tentu saja.Walaupun sudah menjadi mantan istri pemilik rumah sakit, wajah Renata tetap tak lagi asing. Sekalipun Renata tak mengenali masing-masingnya. Sebab, banyaknya tenaga medis yang bekerja."Mbak Renata, kenalin," Zahra pun mengulurkan tangannya, "aku Zahra, cantik manis dan imut, hehehe, garing," Zahra menggaruk kepalanya.Renata pun perlahan membalas uluran tangan Zahra."Aku sahabat Kin