"Mungkin Renata memang pantas untuk di hukum Ma, Renata memang wanita jahat. Padahal dulu Zidan baik banget. Kami bersahabat lama, saat Adam dan Zidan kuliah kedokteran dan Renata di fakultas hukum kami tetap bersahabat. Sayangnya semua harus hancur, dan itu karena, Renata.""Yang sudah berlalu biar berlalu pergi, tidak usah di ingat lagi. Kalau kamu mati sekalipun tidak mungkin bisa berubah keadaan, kedepannya Mama harap kamu bisa lebih baik. Ya, Mama yakin sebenarnya kamu punya hati baik dan tulus," Mala bisa melihat raut wajah penyesalan di wajah Renata, semua manusia pernah melakukan kesalahan. Bukan tidak mungkin untuk berusaha memperbaiki diri."Sekali lagi makasih ya, Ma, Renata mohon jangan sampai Mama Renata tahu, soalnya Mama udah berfikir Renata bahagia sekarang."Mala kembali memeluk Renata dengan eratnya, mengusap punggung itu dengan penuh kehangatan.Sesaat kemudian Mala pun menjauh dan mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.Mala mengirimkan pesan pada Serena u
"Mana?!""Mama!"Hampir saja jantung Serena copot karena, Mala datang tiba-tiba. Belum selesai keterkejutan terhadap Bayu barusan, kini harus kembali terkejut karena Mala.Beruntung jantungnya buatan Tuhan, jika buatan manusia sudah pasti harus di perbaiki sebab, berulangkali terguncang."Hehehe, maaf," Mala cengengesan, tapi matanya mulai mengarah pada benda yang di pegang Serena. Yakin benda tersebut adalah pesanannya, artinya rencana akan berjalan. Biar saja di anggap mertua aneh, asalkan rumah tangga anaknya bahagia."Nih!" Serena memberikan paperbag di tangannya pada Mala, "bayar ya, Ma. Ini mahal.""Gampang, emang berapa uang kamu terpakai?""2 juta.""Beres, Mama transfer sebentar lagi."Mala melengos masuk kembali ke dalam rumah untuk menemui Renata.Serena pun ikut menyusul masuk, bibirnya tersenyum bahagia sebab, akan mendapatkan keuntungan dari Mamanya.Sedikit berdagang mencari keuntungan tidak masalah, lagi pula yakin jika isi ATM Bayu pasti tidak banyak.Serena yakin Ba
"Tidak usah memposisikan diri sebagai korban! Aku korban mu yang sesungguhnya di sini! Dulu kau pergi dan kini kembali dengan sesuka mu. Kau punya hati tidak?!" Teriak Zidan.Api amarah bercampur kebencian terhadap Renata terlihat jelas, Zidan tak ingin lagi di sakiti dengan memberikan hati pada Renata.Jangan lupakan dulu pernah meninggalkan demi menikah dengan Adam, meninggalkan dirinya hanya dengan satu kata maaf.Lalu berteman dengannya seakan keduanya tak pernah saling melengkapi satu sama lainnya, tapi bagi Zidan kata maaf saja tak cukup.Bahkan memintanya menutupi hubungan mereka dulu, demi kebahagiaan bersama Adam.Sayangnya bukan bahagia yang di terima Renata, sebuah luka yang begitu dalam mengetahui bahwa dirinya bukanlah istri satu-satunya.Itulah cinta yang di balas luka, tak ada kecurangan yang bisa berjalan sempurna. Kejahatan seorang penghianat tidak akan bisa lari dari hukumannya.Bagaikan karma di bayar tunai, madunya sendiri adalah wanita yang tinggal satu atap denga
"Zidan," Mala menghentikan langkah kaki Zidan saat melewati Mala yang sedang duduk di sofa.Merasa namanya di panggil Zidan pun berbalik dan menatap Mala."Renata di mana?" Mala bahagia sekali yakin jika rencananya berhasil. Hanya saja pagi ini belum terlihat batang hidung menantunya tersebut, padahal hari sudah terang bahkan belum sarapan."Di kamar Ma, masih tidur.""Kalau gitu kamu bawa saja sarapannya ke kamar, takutnya nanti dia masuk angin," tanpa mendengar jawaban dari Zidan, Mala bergegas menuju dapur, menata beberapa potong roti dan buah di atas nampan. Tak lupa pula segelas susu hangat, "bawa ke kamar, Mama tidak mau ada penolakan!"Sebenarnya sedang tak ingin melakukan apa-apa, tapi baiklah agar tak membuat Mala banyak bertanya."Zidan, jangan lupa Mama pesan cucu!" Mala tersenyum seraya melambaikan tangannya."Menatu Mama itu mandul!"Zidan pun membawanya menuju kamar, tak ingin berdebat dengan masalah tersebut.Melihat mata Renata masih terlelap membuat Zidan menyiram se
Dari cela pintu Renata melihat Zidan sedang makan siang bersama dengan Zoya. Sejenak dirinya menatap rantang di tangannya.Rantang dengan makanan yang di persiapkan oleh mertuanya sendiri, dalam hati bertanya-tanya apakah sebenarnya yang membuat Zidan yang dulu manis kini kasar.Saat Renata tengah kacau berdebat dengan pikirannya tiba-tiba Zahra datang menghampiri seketika membuat lamunannya menjadi buyar."Hay, Mbak Renata."Renata pun berbaik dan melihat Zahra, sebenarnya bingung siapa wanita tersebut. Akan tetapi, memang dirinya di kenal oleh siapa pun yang bekerja di rumah sakit tersebut.Tentu saja.Walaupun sudah menjadi mantan istri pemilik rumah sakit, wajah Renata tetap tak lagi asing. Sekalipun Renata tak mengenali masing-masingnya. Sebab, banyaknya tenaga medis yang bekerja."Mbak Renata, kenalin," Zahra pun mengulurkan tangannya, "aku Zahra, cantik manis dan imut, hehehe, garing," Zahra menggaruk kepalanya.Renata pun perlahan membalas uluran tangan Zahra."Aku sahabat Kin
'Ini tidak bisa di biarkan, aku kan udah bilang sama Ibu di kampung halaman kalau calon suami aku itu seorang Dokter. Ibu juga pasti sudah cerita ke tetangga soal ini semua, secara Ibu kan nggak mau kalah pamer sama tetangga,' batin Zoya.Kepalanya benar-benar ingin pecah menimbang semua itu, bagaimana nasibnya jika saja batal mendapatkan suami seorang dokter? Habis sudah dirinya.'Di kampung sudah berkoar-koar dengan bangga, nanti pasti di tagih kalau aku pulang kampung,' Zoya memijat dahinya yang benar-benar tidak karuan.Malu sekampung sudah pasti dan nantinya akan di cincang oleh Ibunya juga.Tidak!Tapi sejenak Zoya menyadari sebuah keanehan terasa di antara Zidan dan Renata.Pernikahan terkesan dingin dan juga tertutup tanpa ada sepengetahuan siapa pun terkecuali orang terdekat saja.Lalu bagaimana hubungan mereka yang sebenarnya, rasanya cukup menimbulkan pertanyaan besar.Yakin dan percaya ada yang tidak beres, jika benar begitu artinya masih ada kesempatan menjadi istri Zidan
Renata kembali pulang ke kediaman Zidan, walaupun hanya sebentar mengunjungi rumah kedua orang tuanya cukup melepaskan rasa rindu yang terpendam.Tapi rumah cukup sepi, membuat Renata bingung dan bertanya-tanya."Bik," seorang kepala Art melewati Renata, "orang-orang pada kemana? Kok, rumah kayaknya sepi banget?""Ibu sama Bapak dan Neng Serena hari ini pergi sama calon suami nya Neng Serena. Saya juga lupa kemana? Padahal tadi Ibu udah bilang, sekalian minta di bilang kalau nanti Non Renata pulang," Art itu tersenyum menggaruk kepalanya sambil mengingat kemana barusan majikannya berpamitan pergi."Udah, nggak usah di pikirkan segitunya. Mungkin Serena nikah kantor sama Bayu," Renata tersenyum melihat wajah lucu Bik Sumi yang terus saja berpikir keras mengenai ke mana pergi majikannya."Iya mungkin ya Non, maaf ya Non, Bibik sudah tua, suka lupa.""Nggak papa Bik.""Tapi Den Zidan di kamar kayaknya Non.""Renata ke kamar dulu ya Bik."Segera Renata menuju kamar, dirinya butuh istiraha
"Kenapa dia menjadi bajingan," Mala memeluk Serena dengan erat, menangis tersedu-sedu merasakan kekecewaan yang begitu dalam.Sesaat kemudian Serena melihat kelopak mata Renata terbuka, dirinya merasa kini berada di tempat berbeda.Mengingat sebelumnya berada di rumah, dirinya mencoba bangun dari atas ranjang untuk membersihkan diri.Sayangnya belum sampai di kamar mandi dirinya terjatuh dan sudah tak mengingat apapun.Mungkinkah dirinya jatuh pingsan? Lalu kini berada di rumah sakit? Matanya pun melihat tangan yang menggunakan selang infus, tanpaknya memang benar dirinya sudah berada di rumah sakit.Siapa yang membawanya?Apakah Zidan?Seketika matanya melihat Mala yang tengah menangis tersedu-sedu.Kini Renata yakin Mala yang membawanya menuju rumah sakit. Akan tetapi, Renata tak menyangka bahwa Mala menangis hanya untuk dirinya.Apakah mertuanya itu sebenarnya memiliki hati yang baik, hanya saja memang mulutnya yang suka berbicara dengan bahasa kasar.Bahkan suka mengomel jika s