Berulang kali Tama meneguk saliva saat melihat Nada memakan mangga muda yang di bawakan olehnya.Rasanya air liur Tama mendadak menjadi lebih banyak dari biasanya saat menyaksikannya."Apa tidak asam?" "Enak, Mas mau coba?"Nada pun memberikannya pada Tama, semakin membuat pria itu menatap buah mangga muda itu dengan horor."Sepertinya, tidak.""Yah, padahal enak banget ini," Nada pun kembali memakannya, tak ada kata asam sama sekali.Hingga membuat Tama kian semakin penasaran saja."Apa benar enak?""Cobain dong Mas."Tama pun sejenak mempertimbangkan apa yang diminta oleh Nada.Kemudian perlahan mengambil satu potong dan mencobanya.Rasanya benar-benar tidak bisa di mengerti, karena terlalu asam.Bagaimana bisa Nada memakannya dengan begitu nikmat, bahkan sampai tak bisa berhenti.Apakah lidah ibu hamil itu berbeda dari lidah orang lainnya."Enakan Mas, ayo makan. Makan bareng itu enak, kata orang-orang kalau kemauan seorang ibu hamil tidak dituruti anaknya bisa ileran," jelas Nada
Malam yang semakin larut membuat tidur Nada semakin terasa hangat saja, mungkin karena tidur di pelukan hangat Tama.Apa lagi hujan yang kian semakin deras, seakan pelukan hangat sangatlah memberikan kenyamanan yang luar biasa.Hingga akhirnya suara petir yang menggelegar membuat tidur Nada terusik, bahkan sampai terbangun dari mimpi indahnya.Nada pun melihat sekiranya, Kinanti yang tidur di sampingnya. Sedangkan Ayahnya tidur di ranjang yang sudah di sediakan untuk keluarga pasien yang berjaga."Nada, kamu terkejut?" tanya Kinanti.Nada pun mengangguk kemudian tersadar jika dirinya hanya sedang mimpi tidur di pelukan Tama.Membuatnya mengusap wajah dengan perasaan yang membingungkan."Kamu kenapa?" tanya Kinanti lagi yang menyadari keanehan putrinya.Nada pun kembali membaringkan tubuhnya di samping Kinanti.Pikirannya masih saja tertuju pada Tama.Rasa rindu ini begitu terasa, sayangnya tak dapat dilepaskan dengan sedikit saja pelukan hangat Tama.Sejenak Nada terdiam mempertimbang
Siapa bilang Nada baik-baik saja saat Tama berpamitan untuk pergi, karena pada kenyataannya dirinya merasa dadanya begitu sesak.Padahal sebenarnya itu tak boleh terjadi, karena bagaimana pun Tama bukan siapa-siapa lagi di hidupnya.Tama bebas pergi kemana saja, bahkan pergi dengan siapa saja. Tanpa harus berpamitan padanya.Sungguh Nada sangat tidak memiliki hak apapun terhadap Tama.Namun, pada kenyataannya dadanya tetap saja berdenyut nyeri karena tidak ingin berjauhan dengan Tama.Mengapa bisa demikian, bukankah ini adalah keputusan yang sudah diambilnya.Mengalah masih ada ketahuan yang tampak begitu menolehkan luka begitu dalam."Nada?" Sarah pun melambaikan tangan di depan wajah Nada, karena tidak mendengar dirinya yang sudah memanggil sejak membuka pintu barusan.Membuatnya yakin jika Nada sedang berada di alam lainya, apa lagi jika bukan alam lamunanya sendiri.Benarkah demikian?"Eh," akhirnya Nada terkejut juga saat melihat Sarah sudah berada di hadapannya, "kamu kebiasaan
Malam ini Tama memegang ponselnya, berniat untuk menghubungi Nada dan ingin bertanya akan keadaannya.Namun, lagi-lagi Tama mengurungkan niatnya karena tidak ingin Nada terganggu dengan dirinya.Hingga akhirnya Tama pun terdiam sambil bertanya-tanya dalam hatinya, apakah Nada sudah melihat setangkai bunga mawar merah dan juga sekotak coklat.Tama takut untuk memberikannya secara langsung, sebab dirinya takut jika Nada menolaknya mentah-mentah.Saat ini Tama takut jika saja Nada melempar bunga itu ke tempat sampah.Perasaan was-was pun bercampur penasaran begitu terasa."Huuuufff," akhirnya Tama hanya bisa menarik napas dengan beratnya.Karena tak juga menemukan solusi dari setiap sesuatu yang kini tengah menjadi beban di benaknya."Mungkin aku hubungi saja," kata Tama dan merasa itu adalah ide paling baik, "bagaimana pun juga dia sedang mengandung anak ku," Tama pun kembali menatap layar ponselnya, karena ingin menghubungi Nada."Tapi, waktu Indonesia ini sudah sangat larut malam. Aku
Setelah memastikan Nada baik-baik saja dan sedang tak membutuhkan bantuan, Adam dan Kinanti pun sejenak menuju kamar mereka.Semetara Nada hanya diam duduk ranjangnya, sesaat kemudian ponselnya pun berdering.Rasa bahagia pun begitu terasa, karena merasa yang menghubunginya adalah Tama.Namun, ternyata bukan. Sebab, tertulis nama Sarah di sana.Huuuufff.Apa yang di harapkan oleh Nada, bukankah dirinya yang sudah tegas menolak untuk tidak kembali pada Tama?Ayolah Nada jangan labil dan tidak mengakui semua itu, jika masih ingin bersama mengapa harus saling menyiksa diri.Ini sungguh sangat memalukan, karena terlalu munafik mengakui bahwa dirinya tak sanggup berjauhan dengan Tama.Pada kenyataannya bibir tak sesuai dengan perasaan yang tersimpan, karena jauh di lubuk hati yang paling dalam masih jelas terukir indah nama Tama serta kenangan indah saat bersama.Bersama memang lebih banyak menyimpan luka dari pada bahagia, namun percayalah bahwa dirinya juga tak dapat melupakan kebahagiaa
8 hari berlalu.Artinya selama itu pula Nada dan juga Tama tidak bertemu, sebenarnya Nada berharap jika di hari ke tujuh akan bertemu dengan Tama seperti apa yang dikatakan oleh Tama padanya sebelum berangkat ke luar negeri.Namun sampai hari ini pun Tama belum juga menemuinya, apakah Tama belum kembali juga.Atau mungkin sudah kembali tapi tidak menemuinya.Lagi-lagi Nada menatap layar ponselnya, di mana ada gambar janinnya di sana..Mengapa Nada menjadikan gambar janinnya hasil USG menjadi layar ponselnya, karena, itu adalah hasil dari cintanya terhadap Tama.Sesuatu yang terus saja membuatnya terjebak dalam perasaan yang teramat sangat mencintai Tama.Nada ingin menjalani semuanya dengan baik, karena berusaha melupakan pun hanya membuatnya menderita saja.Jadi jika pun melupakan biar terlupakan dengan sendirinya tanpa menyiksa diri dengan melupakan secara paksa."Hay," Sarah pun membawa mineral untuk Nada yang duduk di kursi taman.Mulai kemarin keduanya sudah kembali ke kampus, ka
"Gimana kuliahnya? Aman? Apa banyak tugas?""Lumayan Mas.""Mas, bisa bantu untuk menyelesaikan tugasnya.""Benarkah? Kita beda jurusan Mas," kata Nada sambil terkekeh."Iya juga ya, paling nggak Mas bisa bantu lewat doa," seloroh Tama."Hehe, Mas bisa aja," Nada pun terkekeh mendengar apa yang dikatakan oleh Tama barusan, "kayaknya Mas punya bakat dalam melawak.""Sedikit," Tama membenarkan apa yang dikatakan oleh Nada.Jika dirinya sendiri dianggap bisa melawak maka tidak bagi Tama, Nada yang jauh berbeda dari yang dulunya.Dalam hati Tama ingin sekali melihat Nada yang seperti dulu, cerewet, centil dan manja. Walaupun terkesan lebay tapi Tama menyukai gaya Nada yang manja saat bersama dengan dirinya.Tapi sayangnya itu semua hanyalah mimpi saja, sebab sepertinya Nada tidak akan bisa kembali seperti itu.Apa lagi Tama pun tak memiliki hak untuk mengatur Nada.***Hari-hari terus berlalu hari berganti hari, bulan berganti bulan, hari ini usia kandungan Nada genap 7 bulan.Sedangkan
Hari ini seperti janji kemarin hari, Nada dan Tama sibuk membeli peralatan bayi di salah satu mall.Seperti biasanya, Sarah juga ikut serta dalam berbelanja.Itulah keinginan Nada sendiri sebab tak ingin berduaan saja dengan Tama."Ya ampun ini gemes banget sih bajunya," Sarah melihat sebuah baju yang teramat lucu, membuatnya tersenyum bahagia."Baju apa itu?" tanya Nada melihat baju aneh yang di sukai oleh Sarah."Baguskan?" tanya Sarah penuh percaya diri."Itu baju badut Sarah, emang anak aku mau kamu jadikan badut setelah lahir?""Ini gemes tau, aku suka. Pokoknya aku mau ambil yang ini," dengan segera Sarah memasukan ke dalam barang belanjaan lainnya.Tidak perduli saat Nada menatapnya kesal."Suka-suka akulah, kan keponakan aku!" gerutu Sarah kemudian kembali melihat yang lainnya.Hingga dia menemukan baju renang yang tak kalah menggemaskan."Ya ampun, ini baju berenang. Dia bisa jadi mermaid ini," ujar Sarah dengan matanya yang berbinar.Semetara Nada hanya geleng-geleng kepala