"Gimana kuliahnya? Aman? Apa banyak tugas?""Lumayan Mas.""Mas, bisa bantu untuk menyelesaikan tugasnya.""Benarkah? Kita beda jurusan Mas," kata Nada sambil terkekeh."Iya juga ya, paling nggak Mas bisa bantu lewat doa," seloroh Tama."Hehe, Mas bisa aja," Nada pun terkekeh mendengar apa yang dikatakan oleh Tama barusan, "kayaknya Mas punya bakat dalam melawak.""Sedikit," Tama membenarkan apa yang dikatakan oleh Nada.Jika dirinya sendiri dianggap bisa melawak maka tidak bagi Tama, Nada yang jauh berbeda dari yang dulunya.Dalam hati Tama ingin sekali melihat Nada yang seperti dulu, cerewet, centil dan manja. Walaupun terkesan lebay tapi Tama menyukai gaya Nada yang manja saat bersama dengan dirinya.Tapi sayangnya itu semua hanyalah mimpi saja, sebab sepertinya Nada tidak akan bisa kembali seperti itu.Apa lagi Tama pun tak memiliki hak untuk mengatur Nada.***Hari-hari terus berlalu hari berganti hari, bulan berganti bulan, hari ini usia kandungan Nada genap 7 bulan.Sedangkan
Hari ini seperti janji kemarin hari, Nada dan Tama sibuk membeli peralatan bayi di salah satu mall.Seperti biasanya, Sarah juga ikut serta dalam berbelanja.Itulah keinginan Nada sendiri sebab tak ingin berduaan saja dengan Tama."Ya ampun ini gemes banget sih bajunya," Sarah melihat sebuah baju yang teramat lucu, membuatnya tersenyum bahagia."Baju apa itu?" tanya Nada melihat baju aneh yang di sukai oleh Sarah."Baguskan?" tanya Sarah penuh percaya diri."Itu baju badut Sarah, emang anak aku mau kamu jadikan badut setelah lahir?""Ini gemes tau, aku suka. Pokoknya aku mau ambil yang ini," dengan segera Sarah memasukan ke dalam barang belanjaan lainnya.Tidak perduli saat Nada menatapnya kesal."Suka-suka akulah, kan keponakan aku!" gerutu Sarah kemudian kembali melihat yang lainnya.Hingga dia menemukan baju renang yang tak kalah menggemaskan."Ya ampun, ini baju berenang. Dia bisa jadi mermaid ini," ujar Sarah dengan matanya yang berbinar.Semetara Nada hanya geleng-geleng kepala
"Dasar wanita itu, otaknya memang sudah miring!" umpat Nada.Hingga tiba-tiba saja ada anak kecil yang berlari pada Nada dan mendorongnya."Aaaa!" teriak Nada.Hampir saja Nada terjungkal ke belakang, tapi beruntung ada Tama yang berdiri di belakang Nada.Sehingga tubuh Nada di topang dengan cepat."Huuuufff," napas Nada begitu ngos-ngosan karena hampir saja dirinya terjatuh, bayangkan saja jika itu terjadi.Nada memang sedang tidak fokus karena kesal pada Sarah, hingga membuatnya demikian."Maaf ya Mbak, anak saya kalau ngambek begitu. Mbaknya baik-baik saja?" tanya Ibu dari anak itu merasa tidak enak hati, di tambah lagi anaknya menyenggol wanita hamil.Nada pun mengangguk dan bagaimana pun itu hanya anak kecil."Sekali lagi maaf Mbak, saya permisi.""Mas, tolong lepaskan aku," kata Nada karena Tama masih saja memegangnya."Maaf," kata Tama dengan tidak enak hati."Aku yang ucapin makasih.""Ya ampun, ada apa dengan dua orang ini? Aku nggak ngerti," umpat Sarah.Karena lagi-lagi tam
"Diva kenapa?""Nada, sakit banget. Tolong telpon Mas Kenan ya. Dia baru aja pergi ke kantor katanya."Nada yang baru saja sampai di rumah dan hendak menuju kamarnya. Tetapi, saat melewati kamar Diva yang tak jauh dari kamarnya malah melihat Kakak iparnya itu seperti menahan sakit."Bunda!" seru Nada dengan suara yang cukup nyaring agar terdengar oleh Kinanti.Benar saja dengan cepat Kinanti pun berlari menuju asal suara, dan yang dia takutkan terjadi sesuatu pada Nada.Sebab, yang berteriak adalah Nada. Lagi pula yang paling banyak menyimpan masalah adalah Nada juga.Namun, sesampainya di sana Kinanti melihat Nada baik-baik saja, hanya saja Diva yang terlihat menahan sakit."Diva kenapa?" "Sakit Bunda," kata Diva dengan suaranya yang hampir menghilang.Setelah itu Diva pun jatuh pingsan di sana, beruntung ada Nada dan Kinanti yang menahan tubuh Diva."Diva, bangun!" "Tolong!" teriak Kinanti.Sesaat kemudian Adam pun muncul karena mendengar teriakan Kinanti.Namun malah melihat Diva
Sesampainya di rumah Mentari pun menundukkan kepalanya, tanpa sadar air matanya menetes dari pelupuk mata indahnya.Mentari pulang lebih awal dari rumah sakit, karena sejak tadi tidak kuasa menahan air matanya.Bukan sakit hati pada Diva, hanya saja dirinya juga ingin merasakan menjadi seorang wanita yang bisa mengandung dan melahirkan anak.Namun, sampai saat inipun semuanya belum dapat tersampaikan."Sayang," Fikri pun menyusul masuk setelahnya ke dalam kamar.Tak menyangka ternyata Mentari tengah menangis.Membuatnya bingung dan mulai mengingat terakhir kalinya berbicara pada Mentari, apakah ada perkataan ataupun perbuatannya yang membuat perasaan istrinya itu menjadi bersedih.Tapi rasanya tidak ada, atau mungkin juga secara tidak sadar Fikri membuat istrinya tersakiti.Tapi, apa. Padahal sebelumnya terlihat baik-baik saja."Sayang, apa Mas memiliki kesalahan pada mu? Jika, iya. Apa? Coba katakan agar Mas bisa memperbaikinya. Dan, Mas juga minta maaf sama kamu," kata Fikri dengan
Diva pun dibawa pulang ke rumah, dengan bayi laki-laki yang kini diberi nama Kemal Agatha Sanjaya.Bayi itu semakin hari semakin tampan saja, semetara Mentari yang selalu saja sibuk mengurus baby Kemal.Selain karena dia juga ingin memiliki anak, Mentari juga seorang dokter anak. Dia sudah sangat tahu apa yang harus dilakukan pada bayi seusia baby Kemal.Bahkan Diva yang tidak memiliki keberanian untuk mengganti popok maupun pakaian Kemal.Karena tubuh bayi itu yang masih begitu tentan, belum lagi Diva sering kebingungan untuk melakukan sesuatu terhadap bayinya.Sepertinya mengganti popok saja Diva meminta Mentari untuk mengajarkannya.Sebenarnya bisa saja Diva menyewa seorang baby sitter, hanya saja dirinya juga ingin menjadi seperti Serena yang merawat dirinya dengan tangannya sendiri.Hingga akhirnya menjadi seorang ibu yang dibanggakan oleh anak-anaknya.Lagi-lagi itu tidak menjadi masalah, karena lag ada Mentari dengan terampil dalam mengurus bayi."Udah deh," Mentari pun terseny
Sesampainya di rumah sakit Nada pun langsung di periksa oleh seorang dokter kandungan."Sudah pembukaan 2 Bu," kata dokter tersebut.Adam yang baru sampai di rumah sakit melihat keadaan Nada, tetapi semuanya memang seperti ini saat-saat melahirkan.Hingga tidak ada yang biasa dia lakukan selain berdoa untuk keselamatan anak dan calon cucunya untuk menghadapi proses persalinan nanti..Bahkan Adam sendiri tidak bisa menolong Nada dalam proses kelahiran itu, karena Nada adalah kelemahannya. Tangisan Nada membuatnya tak bisa berbuat apa-apa.Dirinya memilih menunggu di luar kamar dimana Nada tengah berjuang untuk bisa melahirkan anaknya."Suami pasien mana?" tanya dokter Anita yang tak lain adalah dokter senior yang akan membantu proses persalinan nanti.Kinanti pun hanya bisa diam, karena tak tahu harus berbicara bagaimana."Dokter, fokus saja pada adik saya," kata Mentari yang akhirnya bersuara.Dokter tersebut pun memilih untuk tidak banyak bertanya lagi, kemudian kembali berfokus pada
Dokter pun mulai memeriksa keadaan Nada, hingga akhirnya Nada pun membuka matanya."Aku baik-baik saja Mas, hanya saja aku sangat lelah," kata Nada dengan napasnya yang terengah-engah.Tapi saat itu juga membuat perasaan Tama menjadi lebih tenang, apa lagi penjelasan yang diberikan oleh Nada sungguh sangat membuatnya menjadi lebih baik."Kamu yakin tidak apa-apa?" tanya Tama lagi ingin diyakinkan.Nada pun kembali menjawabnya dengan anggukan kepala, "Aku hanya kelelahan Mas.""Syukurlah," akhirnya Tama pun kembali bernapas lega karena ternyata Nada hanya kelelahan, bukan karena terjadi hal buruk padanya.Jika saja terjadi sesuatu maka Tama tak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri.Beberapa saat kemudian seorang perawat pun memberikan bayinya pada Tama, tangan Tama bergetar melihat wajah putrinya itu.Mungkin saja saat ini Tama merasa orang yang paling gagal untuk menjadi seorang Ayah di dunia ini, bahkan mungkin juga tak pantas untuk disebut sebagai seorang Ayah.Karena peran se