Makan berdua saja di dapur, senyum-senyum melihat wajah sang pujaan hati yang kini sedang berada di hadapannya."Om, cuman ada telur dadar aja," Nada pun menunjukan piring berisi nasi, dengan lauk seadanya.Seadanya telur dadar saja, karena semua makanan sudah di hidangkan di meja makan ruang makan keluarga.Seharusnya keduanya juga berada di meja makan keluarga bersama yang lainnya, bukan makan berdua saja di dapur.Tetapi apa?Tama jauh lebih memilih jalur aman dari pada kehilangan harga dirinya, meskipun sebenarnya tidak masalah asalkan demi Nada.Apa lagi yang melakukannya hanya Fikri sahabat setianya selama ini, di tambah lagi ini adalah masa uji coba menjadi calon adik ipar.Sungguh hal yang sangat mendebarkan sekali, tetapi semuanya sirna setelah melihat senyuman manis Nada.Semudah itukah? Tentu, cinta sudah bertahta maka semuanya akan menjadi indah.Kembali pada kedua insan yang sedang jatuh cinta.Duduk di kursi meja makan yang terletak di dapur tempat biasanya para pekerja
Tap tap tap.Terdengar suara langkah kaki yang kian semakin mendekati, membuat Tama dan Nada pun terdiam dan mendengarkan suara langkah kaki tersebut dengan semakin jelas.."Mas?" Nada pun panik."Lari!" Tama juga malah ikut panik, kemudian menarik Nada untuk pergi secepat mungkin dari sana.Kemudian keduanya bersembunyi di bawah jendela.Matanya mengintip sesekali dari celah yang ada, keduanya tepat seperti maling yang akan ketahuan saat sedang beraksi mencuri sesuatu benda berharga.Hingga akhirnya Tama pun mengingat sesuatu dan membuatnya merasa aneh."Sayang--""Sssstttt!" Nada langsung menutup mulut Tama dengan telapak tangannya, karena tidak ingin ketahuan oleh Fikri yang kini sedang berada di dapur.Entah apa yang dilakukan oleh Fikri hingga mendadak menuju dapur, sepertinya dirinya tahu jika Nada dan Tama ada di sana.Jarang-jarang Fikri mau menuju dapur, kecuali ada Mentari di sana."Sayang.""Diam dulu!" Lagi-lagi Nada tidak ingin Tama bersuara, dengan alasan tidak ingin ada
[Kamu sedang apa?] Om Tama.Nada pun tersenyum membaca pesan singkat yang diterimanya, siapa lagi pengiringnya kalau bukan Tama.Dunia ini terasa begitu indah setelah segalanya sesuai dengan apa yang diinginkan.Setelah mendapatkan restu siang tadi, malam ini hati Nada jauh lebih tenang.Tidak lagi ada kekacauan apa lagi kegundahan hati seperti sebelumnya.Bintang di langit yang bertaburan dengan begitu banyaknya pun seakan menjadi saksi kebagian seorang Nada.Mungkin terasa aneh, tetapi rasanya begitu luar biasa.Ting.Sebuah pesan kembali masuk, mungkin karena Nada yang sibuk dengan kebahagiaannya sehingga lupa jika kini dirinya harus membalas pesan dari sang pujaan hati.Pesan pun kembali di lihat, ternyata masih dari orang yang sama.[Kamu sedang apa?] Om Tama.[Lagi di toilet Om] Nada.Nada pun membalas dengan apa adanya, dirinya memang baru saja memasuki toilet.Bahkan membalas pesan sambil mengeluarkan sesuatu yang berwana kuning mungkin.[Lagu mandi ya?] Om Tama.Di seberang s
"Huuueekkk," Diva malah muntah bertepatan dengan Nada yang keluar dari kamarnya.Nada pun menghirup aroma tubuhnya, tetapi merasa baik-baik saja.Tetapi, tetap saja Diva muntah-muntah dan membuat Nada merasa bingung."Kakak, Ipar. Apa aku sangat bau? Aku memang baru buang air, tapi udah cebok, pakai sabun lagi," kata Nada masih dengan bingungnya."Nggak tahu, kenapa. Dari pagi aku muntah terus, ini nggak karena kamu," jawab Diva.Kemudian sesaat kemudian Diva pun kembali masuk ke dalam kamarnya, ingin menuju kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya.Nada tentunya merasa kasihan, dengan cepat menyusul Diva, bahkan membantu menggosok punggung Diva dengan minyak angin."Aku panggil Ayah aja ya, buat meriksa keadaan kamu," kata Nada, sebab Nada tahu Ayahnya adalah seorang dokter hebat."Nggak usah, aku segan sama Ayah. Tari aja," kata Diva."Ya udah, tunggu dulu," Nada pun segera menuju kamar Mentari, ataupun kamar Kakak iparnya itu.Dengan seperti biasanya, ugal-ugalan adalah sikap Nad
Kinanti pun kini mengalami serangan darah tinggi dengan mendadak karena apa yang di dengarnya barusan.Bahkan Mentari sampai ketakutan dan tidak tahu bagaimana cara memeriksa keadaan Kinanti lagi karena terlalu panik melihat kondisi Kinanti saat ini.Namun, beruntung Adam juga seorang dokter hebat sehingga langsung memeriksa keadaan istrinya, bahkan mengatasinya dengan segera.Namun, sampai saat ini juga Kinanti masih berbaring di atas ranjang, bahkan belum sadarkan diri.Membuat semua anggota keluarga semakin panik saja.Tapi Adam tahu istrinya itu baik-baik saja, lagi pula mengingat usia yang sudah tak lagi muda tentunya sangat mudah untuk terkena berbagai macam penyakit."Sebaiknya kalian istirahat saja, nanti Bunda akan sadar. Tidak ada yang perlu di khawatir," jelas Adam.Mentari meremas kedua tangannya, dirinya sangat bingung harus bagaimana.Sebenarnya dirinya tidak bisa meninggalkan Kinanti begitu saja sebelum melihat kedua mata Kinanti kembali terbuka maka pikirannya tidak ak
Kinanti pun akhirnya sadarkan diri, dirinya memijat kepalanya yang terasa begitu pusing. Rasanya begitu shock dengan apa yang dikatakan oleh Nada beberapa saat yang lalu."Sayang, kamu udah sadar?" Adam pun langsung bangun dan memeluk Kinanti yang duduk di sampingnya.Kinanti pun mengangguk, tetapi bayangan apa yang dikatakan oleh Mentari masih saja terngiang-ngiang di benaknya.Kinanti pun sejenak menatap wajah Adam, dirinya bingung apakah Adam sudah tahu tentang Nada yang hamil.Tetapi, sepertinya belum. Jika sudah tidak mungkin Adam bisa begitu tenang."Kamu mikirin apa?" Adam menyadari istrinya tengah memikirkan sesuatu, hingga akhirnya dirinya pun bertanya.Namun, Kinanti hanya diam saja tidak ingin berbicara."Ayo tidur," Adam pun menarik Kinanti untuk segera berbaring kembali, sebab malam pun semakin larut.Namun, Kinanti tidak dapat terlelap hingga pagi harinya karena memikirkan Nada.Tok tok tok.Terdengar suara ketukan pintu, Kinanti pun melihat asal suara.Begitu pun dengan
Duduk di kursi meja makan untuk sarapan pagi, semua anggota keluarga sudah berada di sana. Bahkan Nada pun yang akhirnya muncul dan menarik kursi meja makan untuk duduk.Tetapi tatapan mata Adam terus saja tertuju padanya.Membuat Nada bingung hingga bertanya-tanya apakah yang salah dengan dirinya.Merasa dirinya tidak memiliki kesalahan lagi, bahkan Nada sudah menjadi anak penurut."Ada yang salah dari Nada, Yah?" Tanya Nada.Adam hanya diam sambil terus menatap putrinya, sesaat kemudian memilih untuk melihat makanannya dan memulai sarapannya tanpa menjawab sama sekali.Sarapan pagi ini bukan masakan Kinanti, sebab istrinya belum sepenuhnya pulih setelah semalam yang mendadak jatuh pingsan.Adam pun melarang istrinya untuk bergerak banyak seperti sebelum sebelum keadaannya benar-benar membaik.Hingga terdengar suara Bik Sumi yang mengatakan bahwa Tama ada di luar menunggu Nada."Neng Nada, di depan ada Tuan Tama."Nada pun menganggukkan kepalanya, kemudian meneguk mineral terlebih da
"Ouw," Fikri pun mengangguk, "artinya calon suamimu ini sangat, sangat, sangat baik ya," kata Fikri dengan santainya.Sementara Nada merasa bahagia karena Fikri pun tampaknya sudah sadar bertapa baiknya Tama selama ini."Iya, Kak. Berarti Kakanda nya Nada adalah orang baikkan Kak?" Tanya Nada lagi penuh semangat.Bahkan terkesan bangga bisa diperjuangkan oleh Tama, meskipun seorang duda namun jauh lebih baik tentunya tidak menjadi masalah sama sekali."Iya, tentu," Fikri pun mengangguk, kemudian meneguk mineralnya."Nah, Ayah jangan ragu ya, Kakanda Tama baik kok," Nada pun cengengesan pada Adam, tidak mengerti hati Ayahnya itu sedang terbakar kemarahan."Percaya, Ayah pasti percaya pada," Fikri pun melihat Tama dengan tajam, "Kakanda Tama ini," Fikri tersenyum miring melihat Tama.Rasanya ingin sekali menelan Tama hidup-hidup."Kak Fikri, Nada tanya ke Ayah! Kok, Kakak yang jawab.""Iya, tapi Kakak tahu isi pikiran Ayah. Jadi, Kakak saja yang mewakilinya," jelas Fikri.Sementara Adam