Fikri benar-benar tidak mengerti, bahkan tidak dapat mencerna semuanya dengan baik.Mengapa?Tentu karena penjelasan Nada yang begitu mengerikan, bahkan ini serasa seperti sebuah kejutan yang membuat jantungnya terus berdetak kencang.Rasa cemas yang begitu luar biasa seakan siap menghantam dirinya dengan segala pikirannya yang begitu kacau.Hanya satu harapan Fikri untuk kali ini, semoga saja Nada sedang bercanda seperti biasanya."Nada, kalau bicara jangan asal!" Fikri masih menepis semua yang dikatakan oleh adiknya? Mengapa? Tentunya semuanya seakan begitu mustahil.Lantas mengapa lagi-lagi semuanya seakan mengakuinya.Nada hanya diam seakan tidak menepis sama sekali apa yang barusan dikatakannya.Tatapan mata Fikri kini hanya tertuju pada Tama yang berdiri saling berhadapan dengan dirinya."Nada, serius Kak. Kan, Ayah yang minta buat ngundang calon suami Nada," Nada berbicara dengan suaranya yang sedikit meninggi, kesal karena Fikri seakan tidak percaya pada apa yang dikatakan oleh
"Om, aku mencintai Nada," satu kalimat yang akhirnya keluar dari bibir Tama.Pria itu dari tadi tampak diam saja, kali ini tidak. Bibirnya yang berbicara sendiri.Meskipun perasaannya saat ini sangat tidak bisa mengerti keadaan yang mengejutkan ini.Nada adalah anak Adam?Lagi-lagi Tama hanya bisa mengusap wajahnya sendiri mengetahui kenyataan ini.Dari awal hanya menepis, tapi apa? Ternyata semuanya adalah kebenaran."Nada, katakan apakah kamu sudah pernah tidur bersama dengan Tama, seperti apa yang dikatakan oleh Kakak mu?" Kali ini Adam sendiri yang bertanya kepada putrinya, meskipun kini dirinya berdiri tepat di depan Tama.Ingin mendengar bukti banwa apa yang dikatakan oleh putra sulungnya benar atau tidak.Nada tentunya tidak berani untuk berucap, untuk pertama kalinya Nada melihat wajah Adam yang penuh dengan kemarahan yang begitu mengerikan.Kepalanya hanya tertunduk tanpa berani membalas tatapan mata Ayahnya."Nada, Ayah masih menunggu jawabanmu!" Kata Adam lagi, sebab putriny
Adam langsung mencekik leher Tama, sebelum menghabisi pria itu mungkin dirinya tidak akan bisa baik-baik saja.Tapi Tama tidak bisa untuk melawan, tepatnya tidak ingin melawan sama sekali.Karena Adam adalah Ayah dari Nada, semuanya benar-benar serba sulit.Tidak melawan nyawanya bisa melayang, sedangkan jika melawan restu tidak akan pernah dia dapatkan.Lantas bagaimana? Apa yang bisa dilakukan oleh Tama?Menerima tanpa perlawanan atau sebaliknya.Suasana ini sangat mencekam, sulit untuk mengambil keputusan terbaik dari semua yang terjadi.Sebab hanya ada kemarahan yang terpancar, beruntung Kinanti sadar dan berlari mendekati Adam.Dirinya tidak ingin Adam menjadi seorang pembunuh, meskipun hatinya juga kecewa pada apa yang sudah dilakukan oleh Nada."Mas, cukup. Lepaskan dia," pinta Kinanti dengan air matanya yang terus saja berlinang.Sedangkan Adam tidak sama sekali perduli pada apa yang diinginkan oleh Kinanti, dirinya masih mengingat jelas apa yang dikatakan oleh Fikri sebelumnya
Tama mengusap wajahnya yang sudah babak belur tubuhnya penuh dengan lebam. Namun, percayalah sakit di hati jauh lebih parah dari pada luka yang tampak karena Fikri dan Adam.Tama pun akhirnya memutuskan untuk pergi, dirinya sangat tidak mengerti dengan semuanya.Hingga sebelum masuk ke dalam mobil mata Tama pun tidak sengaja melihat Nada yang berdiri di balkon kamarnya.Tama pun mengangkat tangannya, sementara Nada hanya diam menatap dengan iba.Keadaan Tama benar-benar membuat Nada merasa kasihan, tapi itulah perjuangan yang harus dilakukan.Ataupun mungkin saja Tama lebih memilih mundur dari semua perjuangan, sebab tidak ingin membuat masalah dengan Adam dan Fikri.Entahlah, Nada hanya bisa menarik napas panjang. Berharap akan ada jalan terbaik untuk hubungan mereka kedepanya.Hingga sesaat kemudian Tama pun pergi, perasaannya benar-benar tidak karuan.Sepanjang perjalanan pulang Tama hanya mengingat semua yang dikatakan oleh Adam, bahkan Tama pun membenarkan semuanya.Namun, tidak j
Pagi ini Tama menerima kiriman paket, meskipun tidak tahu apa dan dari siapa.Bahkan dirinya tidak ingin tahu sepertinya, dari siapa saja terserah.Tidak perduli dan tidak ingin perduli sama sekali.Mood-nya benar-benar tidak baik. Semua karena Nada, seorang pujaan hati yang telah bertahta dalam hati.Tama pun tidak mengerti mengapa bisa bocah ingusan seperti Nada mampu membuatnya tergila-gila, bahkan membalikkan dunianya dalam sekejap saja.Sayangnya kisah cinta tidak semulus jalan tol, pada kenyataannya kerikil dan badai siap menghantam untuk menghalangi keduanya untuk bersama salam membangun mahligai rumah tangga.Tetapi tunggu dulu, seperti ada yang janggal, isi dari paket tersebut adalah benda-benda yang pernah di beli oleh Nada menggunakan uangnya, bahkan Tama sangat mengenali semuanya.Apa yang tidak udiingat tentang Nada, tidak ada. Semuanya Tama ingat tanpa terkecuali.Tas dengan harga cukup fantastis, ponsel. Semua benda itu di beli benar-benar dengan uang Tama.Tetapi ada y
"Bunda, Nada nggak ngapa-ngapain sama Om Tama. Lagian juga apa salahnya memberikan kesempatan kepada Om Tama untuk berubah, apakah tidak ada kesempatan untuk menjadi seorang yang lebih baik?" "Semua orang berhak menjadi lebih baik, tetapi tidak dengan menjadikan kamu sebagai bahan percobaannya.""Bunda," Nada pun terdiam sejenak karena Adam yang mulai memasuki kamarnya.Bahkan Nada juga melihat Sarah yang berdiri diambang pintu, dengan segera Sarah pun pergi.Sebab dirinya takut pada Adam.Lihat saja tatapan Adam sangat menusuk bahkan terkesan begitu mematikan."Ini black card, dan kartu yang lainnya. Gunakan sesuai dengan keinginanmu! Jangan pernah sekali-kali mencoba untuk mengemis pada orang lain."Adam benar-benar memberikan semua fasilitas yang dimiliki oleh Nada, asalkan putrinya itu tidak lagi berhubungan dengan Tama.Apapun akan dilakukan oleh Adam asalkan putrinya tidak menikah dengan Tama."Ayah apaan sih, Om Tama baik tahu Yah," Nada pun melemparkan tubuhnya pada ranjang, s
Sarah pun mengedarkannya pandangnya, melihat kamar Nada yang benar-benar berantakan.Bahkan melebihi kapal pecah sekalipun,. terserah saja. Menurut Sarah, orang kaya bebas melakukan apa saja tanpa terkecuali sama sekali.Namun, sesaat kemudian Nada pun memeluknya erat. Menangis kencang di pelukan Sarah."Sarah, aku nggak tahu lagi harus gimana. Aku nggak mau pisah sama Om Tama," kata Nada sambil terus menangis tanpa hentinya.Jika malam tadi Sarah hanya mendengarkan curhatan Nada melalui sambungan telepon, maka tidak dengan kali ini.Sebab kali ini Nada ada di depan matanya, memeluknya erat-erat dan bercerita dengan panjang lebar."Kenapa sih nasib percintaan aku harus begini? Aku nggak sanggup lagi Sarah. Apa orang tua aku nggak ngerti kalau aku mencintai Om Tama?""Nada sebenarnya--""--Sarah, kamu ngerti, 'kan, perasaan aku sekarang? Aku sayang banget sama Om Tama, kenapa semuanya seakan menentang hubungan kami? Sampai kapan Sarah? Kapan kami bisa mendapatkan restu," Nada terus saja
Dua hari kemudian.Dua hari berlalu tidak lantas membuat Tama benar-benar hanya menyerah, selama dua hari ini dirinya hanya sedang mencoba untuk membuat keadaan menjadi lebih baik.Meredam amarah yang tengah membuncah dan semuanya mungkin saja bisa menjadi lebih baik.Lihat saja pagi ini, dengan penuh keyakinan Tama pun menuju kantor Fikri.Ingin berbicara secara langsung dan mungkin saja bisa membuahkan hasil maksimal seperti yang diinginkannya.Hidupnya kini hanya Nada, tidak ada yang lain sehingga tidak akan bisa untuk mundur apapun yang terjadi kedepanya.Tap tap tap.Terdengar suara derap langkah kaki, perlahan semakin mendekat ke arah meja kerja Fikri.Dimana Fikri tengah sibuk dengan banyaknya berkas-berkas di tangannya.Fikri bahkan sampai tidak menyadari kehadiran Tama, Fikri hanya perduli pada pekerjaannya tanpa terkecuali.Sementara Tama masih saja mudah masuk ke ruang Fikri, sebab sudah terbiasa seperti itu.Tapi sepertinya Tama lupa jika kini dirinya bukan lagi siapa-siapa