Dari pada banyak berbicara dengan Nada lebih baik langsung menyeruput kopi tersebut pikir Tama.Sedangkan Nada masih diam saja ditempatnya, karena menantikan kalimat pujian setelah Tama nantinya mencicipi kopi buatannya dengan rasa penuh percaya diri."Kenapa masih di sini?" Tama malah kesal melihat bocah ingusan yang malah cengar-cengir di hadapannya.Di mata Tama lebih terlihat seperti pengemis yang meminta receh."Nggak papa, Nada cuman mau dengar komentar Om aja," Nada pun tak ingin lebih lama dihadapan Tama, selain ingin melihat exspresi wajah Tama setelah mencicipi kopi ternikmat di dunia ini dan kopi itu tentunya adalah kopi buatannya itu.Lagi pula setelah itu Nada pun ingin menyombongkan dirinya.Menyombongkan pada Tama bahwa tangan mulusnya sangat pintar dalam menyeduh kan kopi.Setelah itu Nada pun akan memasak, saat di cicipi lagi makanan nya pun akan kembali membungkam mulut Tama.Nada tersenyum samar penuh kebahagiaan dan siap menantikan detik-detik kebanggaannya tersebu
Sore harinya Nada pun bersiap-siap untuk pulang, tetapi sebelum pulang budayakan untuk berpamitan.Karena kesopanan harus tetap dijunjung tinggi, setinggi langit biru, meskipun selalu saja berbuat aneh."Nada pamit Ya Tante."Mencium punggung tangan Mira, dan tersenyum manis membuat hati wanita itu terasa sejuk."Besok jangan lupa untuk kembali.""Siap Tante."Setelah berpamitan pulang, akhirnya Nada pun melangkahkan kakinya menuju gerbang.Namun, setelah beberapa lama di sana tidak juga ada kendaraan umum yang lewat.Padahal hari mulai gelap, bahkan mendung juga tampaknya akan turun hujan lebat.Hingga akhirnya mobil Tama pun keluar dari gerbang."Om," Nada pun berdiri cepat di depan mobil tersebut.Itulah cara untuk mengehentikan laju mobil tersebut, tepatnya menghadang.Hingga Tama pun terkejut dan seketika mengerem dengan mendadak."Apa yang dilakukan oleh wanita gila ini!" Umpat Tama yang masih dalam keterkejutannya.Sesaat kemudian Nada pun mengetuk kaca mobil.Mengetuk dengan
"Ok," Nada memperhatikan penampilannya hingga beberapa kali, dari pantulan cermin."Wah, rapi bener," celetuk Sarah melihat Nada yang tengah sibuk melihat dirinya."Emang kamu?""Aku kenapa?"Nada pun mendesus, kemudian menarik Sarah untuk lebih dekat dengan cermin."Lihat penampilan kamu, kamu mau ke kampus bukan mau malak!" Kata Nada dengan gemas.Tidak ada jiwa seorang perempuan yang melekat pada diri Sarah, hanya terlihat persis seperti lelaki yang begitu kekar."Napa, suka-suka gua!" Kata Sarah dengan tidak suka, "heh, entar bawa makanan lagi ya.""Sip, aku berangkat ya.""Aku juga ngampus, entar kalau kamu mau balik telpon aku. Soalnya Ibu marah kalau kita nggak bareng terus kemana-mana.""Beres."Begitulah kedekatan mereka berdua, walaupun keduanya belum lama ini saling mengenal satu sama lainnya.Sarah yang memang menjalankan tugas dari Sumi dan Nada yang sedang berusaha untuk menemukan jati dirinya.Tak ingin terus berada di bawah ketiak sang Ayah yang selama ini selalu menga
Setelah siang berlalu, maka malam pun tiba.Tama larut dalam pikirannya, walaupun kini berada di tengah keramaian.Musik yang berdentum keras tak membuatnya menjadi lebih baik, sesekali meneguk minuman yang menjadi candunya.Hingga akhirnya ada seorang wanita yang menghampiri, sayangnya Tama sedang tidak ingin ditemani oleh wanita mana pun.Dari banyaknya wanita tak ada satupun yang mampu membuatnya tertarik, apa lagi sampai puas.Yang ada mereka seakan dipuaskan oleh Tama, semakin membuatnya merasa jijik.Lagi-lagi Tama hanya melihat gelas di tangannya, duduk di bartender dengan pikirannya.Hingga akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah, karena tak ada yang bisa membuatnya terhibur sama sekali.Namun, sesampainya di rumah Tama melihat Mira yang berada di ruang Tamu.Tama pun tak bertanya sama sekali, memilih untuk terus melanjutkan langkah kakinya.Hingga suara Mira mampu menghentikan langkah kakinya."Sampai kapan kamu mau seperti ini? Buka mata kamu, wanita tidak hanya satu di du
"Door!" Nada muncul dengan tiba-tiba, membuat Tama terkejut.Padahal dirinya sedang fokus pada mobilnya, tetapi bocah tengil itu malah membuatnya hampir saja jantungan.Begitupun dengan Nada yang menyadari saat Tama terkejut."Hehe, maaf Om. Tadi, Nada pikir Om nggak akan segitu terkejutnya. Lupa Om 'kan lansia ya, hehe," Nada pun cengengesan karena menertawakan Tama.Sedangkan Mira malah senyum-senyum melihat kekonyolan Nada.Hingga akhirnya Tama pun melayangkan tatapan tajam pada Nada."Tama!" Mira pun menegur anaknya tersebut, sebab dirinya merasa Nada adalah salah satu orang yang berani melakukan hal konyol pada pada anaknya.Hingga Tama pun mengurungkan niatnya untuk berbicara kasar pada Nada."Om, santai. Biar kaya di pantai, jangan tegang mulu," celetuk Nada.Kemudian Nada pun membatu Mira untuk naik ke dalam mobil, sesaat kemudian dirinya juga ikut naik.Sedangkan Tama menjadi supir dadakan, sebab harus menemani Mamanya untuk berkunjung ke sekolah.Tama tidak berani membiarkan
Tama terus saja melangkah, karena bocah itu selalu saja membuatnya emosi.Hingga akhirnya tubuh Nada pun membentur dinding."Om, maaf. Nada nggak sengaja," Nada pun berusaha untuk tenang, ingin berlari tetapi saat tangan Tama jauh lebih cepat bergerak hingga akhirnya mencengkram rahang Nada, dan menyadarkan pada dinding kembali."Om, ampun," Nada semakin ketakutan, matanya pun berkaca-kaca seakan menyiratkan bahwa dirinya benar-benar sedang ketakutan.Melihat mata Nada membuat Tama merasa tak bisa berbuat kasar pada wanita yang selalu saja membuatnya jengkel tersebut.Tatapan Nada seakan seperti seekor kelinci yang sangat menggemaskan.Hingga akhirnya Tama pun melepaskan cengkraman tangannya.Uhuk-uhuk....Nada terbatuk-batuk setelah Tama melepaskannya."Om, tadi Nada pikir Om melecehkan murid itu. Maaf ya Om."Tama pun memilih untuk pergi, dari pada merasa luluh akan tatapan mata seorang bocah menjengkelkan tersebut.Begitu pun juga dengan Nada yang mengikuti dari belakang.Langkah k
"Om, tahu nggak musik yang paling enak di dengar? Musik dangdut. Tapi, jangan bilang-bilang ya Om. Hehe," Nada pun cengengesan persis seperti anak kecil yang sedang bahagia.Kemudian menyalakan musik dangdut, membuat Tama merasa kesal hingga mengecilkan volume suara bahkan tak ada lagi suara yang terdengar sama sekali.Tetapi Nada tidak lantas menyerah, malah kembali menyetel volume suara bahkan lebih tinggi dari sebelumnya.Tama yang kesal memilih untuk tetap fokus mengemudikan mobilnya, percuma saja berurusan dengan Nada tidak akan menghasilkan apapun.Walaupun sebenarnya gendang telinganya ingin pecah.Sedangkan Nada terus saja bernyanyi, berteriak dengan sesuka hatinya.Menyanyikan lagu sesuai dengan keinginannya.Sesampainya di supermarket Nada pun langsung bergerak cepat, mencari barang sesuai dengan catatan yang sudah diberikan oleh Mira.Ada banyak sekali barang-barang yang tertulis di dalamnya, tetapi Nada sangat suka hal ini.Karena berbelanja adalah bagian dari hidupnya.Ap
"Kau pikir omongan saya tidak bisa di pegang!" Tama ingin membuktikan bahwa apa yang dikatakannya barusan tidak main-main.Jangan sampai Nada besar kepala karena merasa mampu untuk menggodanya.Sebab, sampai saat ini pun tak ada yang mampu membuatnya jatuh hati setelah hati yang patah.Tidak ada yang mampu mengobati luka dalam itu hingga sampai kini masih membekas dalam ingatan."Omongan cuman angin Om, gimana pegangannya? Ambil otak dari kepala, terus Nada cuci, tidak lupa pakai deterjen dan air mengalir. Agar otak Om menjadi baik!" Ujar Nada kesal.Sedangkan Tama malah terkejut mendengarnya, setiap ucapannya selalu ada jawaban. Sedangkan jawaban tidak ada yang benar satu pun juga."Berbicara dengan mu itu seperti sedang mencoba untuk menggenggam angin!""Angin?""Kosong, nggak ada artinya!" Nada pun memberikan senyuman miring, "Ngomong sama Om juga kayak barang bekas!" "Maksud mu?""Nggak ada yang suka!" Kata Nada dengan angkuhnya."Dasar wanita aneh!" Umpat Tama."Mau ngajarin Na