"Om, tahu nggak musik yang paling enak di dengar? Musik dangdut. Tapi, jangan bilang-bilang ya Om. Hehe," Nada pun cengengesan persis seperti anak kecil yang sedang bahagia.Kemudian menyalakan musik dangdut, membuat Tama merasa kesal hingga mengecilkan volume suara bahkan tak ada lagi suara yang terdengar sama sekali.Tetapi Nada tidak lantas menyerah, malah kembali menyetel volume suara bahkan lebih tinggi dari sebelumnya.Tama yang kesal memilih untuk tetap fokus mengemudikan mobilnya, percuma saja berurusan dengan Nada tidak akan menghasilkan apapun.Walaupun sebenarnya gendang telinganya ingin pecah.Sedangkan Nada terus saja bernyanyi, berteriak dengan sesuka hatinya.Menyanyikan lagu sesuai dengan keinginannya.Sesampainya di supermarket Nada pun langsung bergerak cepat, mencari barang sesuai dengan catatan yang sudah diberikan oleh Mira.Ada banyak sekali barang-barang yang tertulis di dalamnya, tetapi Nada sangat suka hal ini.Karena berbelanja adalah bagian dari hidupnya.Ap
"Kau pikir omongan saya tidak bisa di pegang!" Tama ingin membuktikan bahwa apa yang dikatakannya barusan tidak main-main.Jangan sampai Nada besar kepala karena merasa mampu untuk menggodanya.Sebab, sampai saat ini pun tak ada yang mampu membuatnya jatuh hati setelah hati yang patah.Tidak ada yang mampu mengobati luka dalam itu hingga sampai kini masih membekas dalam ingatan."Omongan cuman angin Om, gimana pegangannya? Ambil otak dari kepala, terus Nada cuci, tidak lupa pakai deterjen dan air mengalir. Agar otak Om menjadi baik!" Ujar Nada kesal.Sedangkan Tama malah terkejut mendengarnya, setiap ucapannya selalu ada jawaban. Sedangkan jawaban tidak ada yang benar satu pun juga."Berbicara dengan mu itu seperti sedang mencoba untuk menggenggam angin!""Angin?""Kosong, nggak ada artinya!" Nada pun memberikan senyuman miring, "Ngomong sama Om juga kayak barang bekas!" "Maksud mu?""Nggak ada yang suka!" Kata Nada dengan angkuhnya."Dasar wanita aneh!" Umpat Tama."Mau ngajarin Na
"Udah jam segini, aku harus pulang."Nada pun membilas diri kemudian memakai pakaiannya, berpamitan pada Mira kemudian pulang dengan menggunakan taxi.Sesampainya di rumah Nada melihat Kinanti dan Adam yang menungguinya di ruang tamu sederhana miliki Sumi.Nada pun berlari memeluk Kinanti, bahkan sampai melempar dua kantung plastik berisi barang miliknya yang barusan dibelinya dengan sembarangan.Tepatnya dibeli dengan uang Tama, tanpa diketahuinya."Bunda!" Seru Nada dengan bahagia."Anak Bunda," Kinanti sangat merindukan anaknya hingga hari ini meminta Adam untuk menjemput anaknya tersebut.Adam pun menyetujuinya, apa lagi dirinya juga sudah sangat merindukan Nada."Kamu sudah banyak belajar?" Tanya Adam.Nada pun beralih memeluk Adam, lelaki yang paling dicintainya tersebut."Kita pulang ya," kata Adam.Nada pun mundur sambil menggelengkan kepalanya, menolak tawaran kedua orang tuanya, dirinya masih ingin menikmati kebebasan ini.Kebebasan yang begitu hakiki, lagi pun Nada masih in
"Kenapa mendadak aku memikirkan bocah aneh itu?" Tama memilih untuk pulang, terus berada di sana pun malah membuatnya semakin pusing.Semua wanita di sana sama saja, wanita dewasa yang hanya memikirkan tentang sebuah kepuasan dan juga uang.Menggoda, menjajakkan tubuh mereka dengan liarnya. Benar-benar tak ada yang mampu membuatnya tertarik.Sangat membosankan.Sesampainya di rumah Tama memilih untuk membaringkan tubuhnya, berharap bisa terlelap dalam tidur.Namun tidak, hingga cahaya matahari menyentuh wajahnya pun tetap saja tidak dapat terlelap dalam tidurnya.Memutuskan untuk bersiap-siap mengantarkan Mira ke sekolah adalah menjadi keharusan.Bisa juga bertemu dengan wanita aneh bernama Nada yang mendadak mengisi pikirannya."Hay, Om," sapa Nada saat Tama tiba di ruang tamu.Mira pun sudah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, hanya menunggu Tama saja yang mengantarkan mereka."Mama, sudah siap?" Tanya Tama tanpa perduli pada Nada.Tapi tidak menjadi masalah bagi wanita terseb
"Pak polisi tunggu," Mira pun ikut bersuara, karena sampai detik ini tidak ada yang salah malah dibenarkan."Iya Ibu," polisi itu sedikit menunduk agar melihat ke dalam melalui jendela mobil, saat dirinya dipanggil oleh seorang wanita yang jauh lebih tua darinya maka kesopanan harus tetap diutamakan."Sebenarnya, saya ingin mengatakan sesuatu. Tapi, ini menyangkut urusan pribadi, tapi tidak apa," Mira pun menjeda perkataannya sambil melihat Tama yang menatapnya dari luar.Begitu juga dengan Nada yang menoleh ke belakang menunggu Mira selesai berbicara baru nantinya menekan pedal gas dan meninggalkan Tama yang menanggung kesalahannya.Anggap saja sebagai penebus maaf darinya karena Tama selalu menganggapnya remeh."Pak polisi, mereka berdua ini pengantin baru," bohong Mira sambil menunjuk Tama dan juga Nada bergantian.Nada dan Tama melongo mendengar apa yang dijelaskan oleh Mira.Tapi Mira tidak perduli sama sekali, memilih kembali melanjutkan penjelasnya yang sedikit konyol."Jadi, t
Hari-hari terus berlalu, hingga genap sudah 7 hari Nada bekerja di kediaman keluarga Tama. Nada pun semakin dekat dengan Mira.Sampai akhirnya hari ini dirinya tidak bisa datang ke rumah Mira, sebab Nada sedang tidak enak badan. Sejak semalam terus saja meriang, mungkin karena perubahan cuaca.Ataupun karena kemarin dia kehujanan saat pulang ke rumah, belum lagi selalu berenang dalam waktu yang cukup lama. Maka, lengkap sudah membuatnya benar-benar harus beristirahat di rumah demi pemulihan.Tetapi Tama merasa aneh, sebenarnya yang dekat dengan Nada adalah Mira. Namun mengapa dirinya juga terbiasa berdebat dengan Nada malah hari ini terasa berbeda.Bibir Nada yang komat-kamit mendadak membuatnya terus saja membayangkan wajah wanita tersebut."Ma, apa Nada benar-benar sakit?" Tama mendatangi Mira yang sedang berada di kamar, bahkan tanpa basa-basi sama sekali langsung masuk dan melayangkan pertanyaannya.Mira pun sedikit bingung saat anaknya mempertanyakan tentang Nada.Bukankah kedua
Tama pun merasa lebih baik setelah melihat Nada, hingga akhirnya bisa menuju kantor memulai pekerjaannya seperti hari-hari biasanya.Namun, ternyata ada Fikri yang menunggunya di ruangan.Membuat Tama terkejut melihat kehadiran sahabatnya tersebut."Kenapa? Kau tidak senang melihat aku di sini?" Tanya Fikri dengan wajah seriusnya.Tama pun melangkah masuk kemudian duduk di kursi kebesarannya.Untuk apa lagi Fikri datang kalau bukan untuk memarahinya, karena Tama melewatkan rapat dua jam yang lalu.Memilih melihat keadaan Nada dari pada menemui Fikri untuk rapat proyek terbaru."Maaf, Bro. Aku sedang ada pekerjaan penting," Tama langsung mengatakan maaf, sebab sudah pasti tujuan utama ingin meluapkan kekesalan padanya."Seperti apa? Sampai kau membuat ku menunggu dan akhirnya aku yang datang ke sini? Untung saja kita teman, jika tidak aku memilih untuk membatalkan proyek kita!" Fikri masih mengutarakan kekesalannya, sebab begitu kecewa atas apa yang dilakukan oleh Tama.Tama tersenyum
"Kenapa wajah suami ku ini masam sekali?" Mentari meletakan secangkir kopi di atas meja, kemudian duduk di samping suaminya.Pulang ke rumah bukannya Fikri tersenyum karena bertemu dengan dirinya malah terlihat begitu murung.Tetapi Mentari terus berusaha untuk menghibur suaminya tersebut."Aku tidak mengerti mengapa Tama bisa seperti itu.""Maksudnya?""Dia kembali mendapat mangsa baru, entah sampai kapan dia akan begitu," Fikri pun menyeruput kopi buatan istrinya.Memilih untuk menikmati kopi tersebut dari pada memikirkan seorang Tama.Bruk!Mendadak Fikri dan Mentari mendengar suara benturan keras."Fikri?" Mentari pun menatap pintu depan penuh tanya."Apa itu?" Fikri pun bergegas bangkit dari duduknya, memeriksa keadaan di luar sana.Tetapi saat Fikri membuka pintu tidak terlihat apa-apa.Tampak kosong dan membuat Mentari merinding seketika."Siapa?""Nggak ada siapapun," Fikri pun kembali menutup pintu.Meskipun masih kebingungan akan benturan keras yang barusan terdengar."Fikri