Mentari yang mendengar apa yang dibicarakan oleh Kinanti dan juga Fatimah ikut terkejut mendengarnya.Bertapa tidak, dirinya menganggap selama ini Kinanti tidak memiliki Ibu lagi. Namun, ternyata wanita tua yang mereka tolong bersama Fikri adalah Ibu kandung Kinanti.Sehingga akhirnya Kinanti pun meminta Fatimah untuk membawanya ke rumahnya.Gang sempit dan juga rumah kontrakan kecil yang menjadi tempat tinggal Fatimah, perabotan yang hanya seadanya tanpa televisi hanya piring kompor dan beberapa peralatan memasak serta kasur tipis yang digunakan untuk tempat beristirahat.Lagi-lagi Kinanti tak dapat menahan rasa sedihnya, sekalipun sudah membuatnya menderita ataupun mencampakkannya selama ini tetapi Kinanti tetap menyayangi Fatimah."Bu tinggal sama Kinan aja ya."Fatimah tersenyum dan menggelengkan kepalanya, untuk kali ini pun.Sekalipun memaksa Fatimah hanya menolak, karena malu pada Kinanti."Ibu sempat berpikir bahwa kamu tidak mau lagi menatap wajah Ibu, apalagi memanggil panggi
Kinanti memang tidak dapat membujuk ibunya untuk untuk ikut bersama dengan dirinya, akan tetapi Kinanti mengatakan pada Fatimah untuk tidak perlu berjualan lagi karena nanti yang akan memenuhi semua kebutuhan ibunya itu adalah Kinanti sendiri.Sebab alasannya ingin menjadi anak yang berbakti kepada ibunya.Fatimah tak banyak berkomentar untuk itu, mengikuti apa yang dikatakan oleh Kinanti mengingat masa lalu yang begitu menyakitkan, Kinanti begitu tulus padanya sekalipun sudah ditelantarkan, di hina bahkan, dikucilkan nya sendiri.Padahal pada kenyataannya Kinanti adalah darah dagingnya.Sampai akhirnya Kinanti pun kembali memeluk ibunya dengan penuh haru sebelum akhirnya berpamitan pulang."Bu, nanti malam Kinan akan ke sini lagi sama suami," kata Kinanti."Apa dia tidak malu memiliki mertua seperti ibu? Apa mungkin kamu tidak malu mengenalkan suami mu pada Ibu yang hanya wanita miskin," Fatimah benar-benar tak ingin mengganggu kehidupan rumah tangga putrinya, sadar bahwa dirinya han
Beberapa hari kemudian.Hari ini pernikahan antara Fikri dan Mentari pun dilangsungkan, sebenarnya pernikahan dipercepat karena Fikri yang sudah tidak sabar untuk menikah dengan wanita yang telah lama membuatnya jatuh hati.Apa lagi pada hari ini suasana terlihat berbeda dari sebelumnya, sebab ada Fatimah yang ikut berkumpul di dalam keluarga tersebut."Kinan, pestanya meriah sekali," kata Fatimah begitu takjub dengan dekorasi pernikahan tersebut.Kinanti pun tersenyum, memeluk Fatimah begitupun sebaliknya."Ibu duduk di sini, sebentar lagi acara pernikahan Fikri akan berlangsung."Fatimah duduk, menurut pada apa yang dikatakan oleh Kinanti.Hingga akhirnya Mentari pun datang, berjalan menuruni anak tangga dengan perlahan.Gaunnya yang berkilauan seakan ikut memeriahkan pesta.Bahkan mata Fikri tak berkedip sedikit pun saat melihat wajah Mentari yang begitu cantik."Kak Fikri," Nada pun mencubit lengan Fikri, mengingatkan Fikri bahwa ada banyak tamu yang melihat keanehannya."Dasar bo
"Ehem!" Diva pun berdehem.Membuat Kenan tersadar ada orang lain selain dirinya di kamar tersebut.Tapi sesaat kemudian Kenan terkejut saat melihat siapa yang masuk ke kamarnya."Diva?"Diva pun mengangkat bahunya seakan biasa saja, kemudian matanya mengedar di seluruh sudut kamar Kenan.Kini dan beberapa hari yang lalu tampak berbeda, kamar tersebut tak lagi menampakan fotonya."Diva, kenapa kamu masuk ke kamar ini?" Tanya Kenan panik.Sebab, jika saja kedua orang tuanya tau maka akan menjadi masalah besar.Kinanti dan Adam memeng membebaskan dirinya untuk berpacaran dengan wanita manapun, tak terkecuali Diva.Namun, tidak dengan berdua-duaan di dalam kamar.Tentu itu akan membuat kedua orang tuanya murka, lagi pula sejujurnya Kenan tak ingin membuat Diva mendapatkan masalah.Tetapi Diva tak perduli sama sekali, dirinya kini berjalan mendekati Kenan."Kenapa kamu menghilang setelah hari itu? Ternyata kamu tidak lebih dari pecundang!" Tantang Diva."Apa maksud mu?"Diva pun semakin me
"Om, Kenan bohong," Diva pun menggelengkan kepalanya berharap Adam tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh Kenan, "Kenan, kamu jangan bohong dong.""Bohong dari mana?" Tanya Kenan seakan tanpa dosa."Bukannya kamu sudah pengen banget nikah?" Kali ini Serena yang menimpanya.Serena tahu kalau putrinya tersebut menyukai Kenan, saat itu tanpa sengaja Serena membaca buku harian Diva. Hingga mengetahui bahwa putrinya itu sudah tahu apa itu jatuh cinta."Nikah aja yuk," Kenan menyenggol lengan Diva."Tidak masalah sih, kan seharusnya yang menikah hari ini Fikri dan Diva. Ya, sudah biar keduanya benar-benar menikah hari ini, walaupun dengan pasangan mereka masing-masing," kata Kinanti memberi usul."Ya, aku setuju saja," jawab Serena.Kinanti pun melirik Bayu yang dari tadi hanya diam saja."Aku mengikut saja," jawab Bayu."Diva, kamu mau menikah dengan Kenan. Atau, Kenan Bunda jodohkan dengan wanita lain?" Kinanti pun menatap Diva dengan serius, seakan tidak main-main dengan apa yang di
Fikri pun tersenyum menggoda Mentari, akhirnya setelah bertahun menyimpan perasaan kini bisa memiliki dengan sepenuhnya.Bibir Fikri terus saja tersenyum bahagia, melihat Mentari yang kini berada di kamarnya.Mentari berulang kali menatap dirinya dari pantulan cermin.Dengan piama berwarna pink.Namun anehnya itu sudah cukup lama berlangsung, Fikri sudah menunggu sejak tadi namun sampai saat ini pun sepertinya belum ada tanda-tanda istrinya itu untuk naik ke atas ranjang.Sampai di sini kesabaran Fikri semakin di uji, bingung dan bertanya-tanya tentunya.Mengapa Mentari hanya bercermin saja, padahal sudah jelas tanpa bercermin pun istrinya itu memang begitu cantik tiada yang dapat menandinginya.Fikri pun mencoba untuk menghampiri Mentari, tetapi sesaat kemudian Mentari merasa perutnya sakit."Aduh," Mentari pun meringis menahan sakit pada perutnya."Kenapa?" Wajah Fikri tampak panik saat melihat Mentari menahan sakit."Aku mules," secepat mungkin Mentari masuk ke dalam kamar mandi, d
"Ada-ada saja," umpat Fikri kemudian menutup pintu dan menguncinya dengan segera.Glek!Mentari meneguk saliva saat kunci pintu kamar berhasil di putar oleh Fikri.Seketika Fikri pun menatapnya, berjalan ke arahnya dan melingkarkan tangannya di pinggang Mentari."Fikri, aku," Mentari berusaha untuk mencari alasan, berharap bisa menghindari malam ini.Bukan Mentari tidak mau, hanya saja dirinya masih malu."Apa?" Bisik Fikri dengan parau di telinga Mentari.Lagi-lagi Mentari menegang merasakan napas hangat Fikri."Kenapa tegang sekali?" Fikri menyadarinya sehingga merasa bingung."Anu, aku. Aku, sakit perut," Mentari pun memegang perutnya.Fikri pun mengangkat sebelah alisnya, tampaknya tahu istrinya itu sedang berusaha untuk mengelabuinya.Artinya dari tadi Mentari juga demikian."Sakit?""He'um, lepasin ya. Aku mau ke kamar mandi," Mentari berusaha untuk melepaskan tangan Fikri yang melingkar pada pinggangnya.Tetapi Fikri tidak mau, dirinya sadar Mentari sedang menegang dan berusaha
Fikri pun menyingkirkan beberapa anak rambut yang menutupi wajah Mentari, wajah cantik yang membuatnya begitu terpesona.Menyadari hanya bibir istrinya itu yang mengatakan tidak, berbeda dengan tubuhnya yang bahkan begitu merespon setiap sentuhan yang di berikannya.Mentari pun membuka matanya dan melihat Fikri masih berada di atas tubuhnya.Mentari merasa malu atas apa yang barusan terjadi, walaupun sebenarnya tak ada yang salah."Katanya cuman pegang-pegang aja!" Mentari pun kesal dan memukul lengan Fikri."Katanya enggak, tapi menikmati juga," goda Fikri."Nggak! Mama ada!" Mentari mengelak dan mendorong Fikri agar turun dari atas tubuhnya, namun tidak dengan sebaliknya.Fikri masih begitu nyaman dengan posisinya saat ini."Aku mencintaimu," bisik Fikri.Mentari pun menurunkan pandangan matanya, mengigit bibir bawahnya merasa dunianya begitu indah bersama dengan Fikri."Aku juga," jawab Mentari dengan suara pelan.Fikri pun terdiam sambil terus menatap wajah Mentari begitu juga den