Pagi ini mendung menyelimuti bumi, hujan rintik-rintik turun membasahi dedaunan.Tetapi tidak dengan Mentari yang terlahir dari rahim Renata.Senyum manisnya terus terlihat seiring dengan kebahagiaan yang terasa.Hari ini dirinya sudah berdiri tegak tanpa menggunakan kursi roda, artinya sesuai janji Renata yang akan mengabulkan keinginannya."Mom, hari ini kita jadikan foto keluarga nya?" Tanya Mentari dengan antusias."Jadi," Renata sudah menyisihkan waktu untuk anaknya, Mentari adalah hal utama dan segalanya."Daddy mana ya Mom?" Mentari membuka gorden, melihat melalui jendela kaca memastikan apakah mobil Zidan sudah berada di halaman.Wajah Mentari berubah murung, satu jam lamanya menunggu Zidan belum juga sampai."Daddy mu itu tidak akan bisa membuat mu bahagia, dari dulu sampai sekarang dia sama saja!" Ujar Irma, kemudian ia pergi begitu saja.Mentari menatap Renata dengan bertanya, tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Irma."Kita tunggu Daddy, mungkin Daddy sedang ada ur
Setelah lelah jalan-jalan seharian penuh, akhirnya Mentari pun terlelap di pangkuan Renata, mungkin tidak semua keinginannya terpenuhi, tetapi mungkin sebagian besarnya sudah dirasakan oleh nya.Setiap teman-temannya bercerita keseruan saat liburan bersama kedua orang tuanya kini di rasakan oleh Mentari.Berjalan sambil memegang tangan kedua orang tuanya, berbelanja boneka kesukaannya. Bermain bersama di pusat perbelanjaan.Satu kilometer lagi sudah sampai di rumah, tapi Zidan malah menepikan mobilnya.Renata beralih menatap kearah Zidan, bertanya-tanya mungkinkah mobil itu mogok."Aku ingin bicara," ujar Zidan menatap Renata.Renata mengangguk menunggu hal yang akan dikatakan oleh Zidan."Apa kamu belum memaafkan aku?" Tanya Zidan dengan penuh hati-hati.Renata diam tanpa kata, hanya bulu matanya yang bergerak beberapa kali.Itu bukan jawaban membuat Zidan semakin merasa bersalah.Kini Renata jauh berbeda dari dahulunya yang selalu periang dengan banyaknya ocehan dari mulutnya.Zidan
Entah siapa yang dapat menyelesaikan masalah ini, Zidan benar-benar takut pernikahan Renata dan Ferdian terjadi.Sejenak berpikir siapa yang dapat membantunya menyelesaikan masalah ini."Adam."Segera Zidan melakukan mobilnya menuju Kediaman Adam, hanya dengan hitungan menit akhirnya Zidan memarkirkan mobilnya.Ini memang gila dan terkesan aneh, namun apa yang bisa di katakan oleh nya.Cinta tidak dapat di bohongi, memohon kesempatan kedua untuk tetap memiliki istrinya.Bayang-bayang kehilangan Renata dan Mentari terus menghantuinya, seakan menjadi ancaman yang begitu mengerikan.Saat ini, apapun akan dilakukan oleh Zidan demi bisa bersatu dengan Renata, sisa-sisa penyesalan membuatnya takut.Biar saja di anggap tidak tahu malu, Renata jauh lebih berharga dari apapun juga."Ada apa?" Adam keluar dari kamar setelah Fikri mengatakan Zidan menunggunya di ruang tamu.Malam sudah larut tetapi Zidan masih bertandang ke rumah nya, sudah pasti ada hal yang penting.Jika tidak, mungkin tidak
Malam pun semakin larut, suara dedaunan sesekali tertiup angin terdengar di telinga.Di saat orang-orang sudah memejamkan mata Zidan masih terdiam duduk di balkon menatap keluar.Dinginnya malam tidak lantas membuatnya menjadi gemetaran, rasanya hampa setelah mendengar pernikahan Renata yang akan di langsungkan bersama laki-laki lain.Apa itu cinta dan penyesalan, tergolong berbeda namun memiliki makna yang luar biasa.Boleh kah memohon untuk di berikan kesempatan kedua, Zidan hanya manusia biasa penuh dengan dosa dan khilaf.Terlalu mencintai menjadikan rasa cemburu yang tidak bisa terkendali, saat ini hanya bisa menatap awan hitam yang mulai menutupi Rembulan. Seakan-akan dia pun tahu ada yang sedang terluka karena penyesalan.Pagi menjelang, Zidan terlelap dalam duduknya. Mala menghampiri dan menatap anaknya."Zidan," Mala membangunkan dengan memanggil-manggil beberapa kali, hingga terbangun dari tidurnya.Zidan pun membuka mata, tersadar sudah pagi. Terlelap dalam lamunan hati yan
"Tolonglah Renata, berikan aku kesempatan kedua. Aku berjanji tidak akan pernah mengulanginya lagi. Aku mohon."Renata menggeleng, wajah Zidan yang penuh permohonan tidak dapat meluluhkan hati Renata yang terluka."Aku akan menikah dengan Ferdian.""Kau tidak bisa menikah dengan nya, bagaimana bisa wanita yang masih bersuami menikah dengan pria lainnya lagi?" Tanya Zidan lagi dengan wajah serius.Renata terdiam, untuk itu dirinya pun tidak mengerti harus mengatakan apa.Istri Zidan?Ya, Renata tidak menampik bahwa dirinya masih berstatus istri.Tapi sampai kapan? Kenapa Zidan tidak menceraikan nya juga sampai saat ini."Renata, coba pikirkan anak kita, selama ini dia kekurangan kasih sayang seorang Ayah. Aku pun ingin dia terus bersama ku, tolong maafkan aku.""Kau, bilang mencintaiku?" "Iya," jawab Zidan dengan cepat."Bukankah cinta tidak harus memiliki?" Tanya Renata dengan senyuman.Zidan terdiam, mengangguk mengerti."Kau masih mencintai Adam?" Hati Zidan saat ini berdebar kenc
"Aku tidak bisa berjanji untuk mendapatkan hasil seperti yang kau inginkan. Tetapi, aku akan mencobanya," jawab Kinanti dengan yakin.Belum juga Kinanti melakukan keinginan, Renata sudah merasa tersentuh. Bagaimana bisa Adam tidak mencintai Kinanti begitu besar, sedangkan sikapnya saja selembut salju dan memiliki tutur kata yang indah.Di tambah lagi penyayang dan periang, Renata menyadari dirinya yang begitu banyak kekurangan memang tak pantas bersanding dengan Adam."Terima kasih Kinanti."Mata Renata berkaca-kaca seakan menaruh harapan besar pada Kinanti.Dengan langkah kaki yang cepat Kinanti segera menuju halaman, di mana di sanalah letaknya acara.Indahnya dekorasi seakan menambah suasana terkesan romantis, namun siapa sangka ternyata yang terjadi justru sebaliknya.Kedua calon pengantin sama-sama tidak menginginkan pernikahan ini, sama sekali.Mata Kinanti mengedarkan pandangannya, menatap seseorang yang harus ditemuinya.Nihil, orang yang di cari tidak ada sama sekali. Bahkan,
"Menikah itu apa ya, Tante?" Tanya Mentari yang baru saja masuk ke dalam kamar Renata.Mentari ingin menunjukkan gaun indah rancangan Irma khusus untuk hari ini, tentu saja Mentari sangat bahagia."Tari, cantik sekali," Kinanti berjongkok dan memegang pundak Mentari, memandangi gaun indah Mentari dengan memuji."Menikah itu apa ya Tante?" Tanya Mentari lagi."Menikah itu, untuk orang dewasa. Tari mau punya Daddy?" Tanya Zahra.Mentari terdiam dan bingung, bocah berusia 5 Tahun itu tampaknya masih kebingungan."Tari, kan udah punya Daddy, Tante," wajah polos Mentari masih kebingungan, mungkin penjelasan yang diberikan oleh Zahra belum bisa membuatnya paham.Zahra pun ikut berjongkok, sedangkan Kinanti berdiri."Tari, memang udah punya Daddy, tapi Tari juga akan punya Daddy lagi. Tari, bakalan punya dua Daddy," jelas Zahra."Kok dua? Tari nggak mau, Tari maunya satu aja. Tari udah punya Daddy," rengek Mentari dengan polosnya.Zahra tidak tahu bagaimana caranya untuk menenangkan Mentari.
"Kalau pun kamu menikah dengan Ferdian, itu akan menjadi kesalahan terbesar. Tidak ada wanita yang bisa memiliki dua suami," Zidan beralih menatap Ferdian, "kamu masih, mau menikahinya? Dia masih istri ku!" Papar Zidan."Istri?" Ajeng rasanya ingin mati berdiri saat ini juga, mendengar pernyataan Zidan sungguh sangat mengejutkan.Di luar sana para tamu undangan sudah kasa kusuk, mempertanyakan kedua calon mempelai wanita maupun pria yang belum juga duduk di kursi tepat pernikahan akan di mulai.Sedangkan waktu terus berlalu, membuat tamu, pun mulai merasa jenuh menunggu. Sehingga Ajeng memutuskan untuk menyusul Irma yang sebelumnya berpamitan untuk menjemput Renata sesaat.Namun, sampai detik ini tidak juga tiba.Memutuskan menuju kamar calon menantunya, Ajeng seketika kehilangan senyum bahagia saat mendengar satu kata.Istri?Entah memang itu benar adanya ataukah hanya telinganya yang sudah salah mendengar, mengingat usia sudah tidak lagi muda."Bukan Jeng," Irma kini mendadak panik,