Pov. Maharani'Tring'[Mama, selamat ya. Wisnu tambah bangga sama mama][Temen2ku titip selamat juga][I love you, Mama]Pesan masuk dari Wisnu ke ponselku.'Tring'[Maharani, selamat ya. Semoga Sukses]Pesan masuk dari Jenifer. Dan, beberapa pesan senada dari Sintha, Emilya dan lainnya."Ponselmu dari tadi bunyi terus, Ran?" tanya Tuan Kusuma kepadaku. Kami baru selesai makan bersama, berdua saja. Amelia sudah berangkat ke sekolah pagi tadi. Dan, Tuan Kusuma entah kenapa dia masih di rumah. Katanya, masih ingin menemaniku."Ini pesan dari Wisnu, Jenifer, dan lainnya. Mereka kok tahu ya? Saya malah belum kasih kabar apapun kepada mereka. Kok bisa, ya?" tanyaku balik ke dia. Baru tadi malam, pengumumannya kok pagi sudah pada heboh. "Maharani, Sayang. Itu namanya kekuatan internet. Apalagi, kamu membawa nama Indonesia. Pastilah, jadi trending topic. Siapa saja yang sudah kirim selamat? Bramantya juga? Kok tidak bilang?" tanyanya sambil melirik tajam kepadaku. Nadanya sih biasa, teta
"Rambutnya dikepang bagaimana?" tanyaku kepada Amelia. Kami siap-siap untuk makan di luar bertiga, aku, Amelia dan Tuan Kusuma. Tadi Tuan Kusuma sempat bilang, kami disuruh memakai baju casual yang sesuai untuk acara outdoor."Tante, maunya dikepang dua. Yang dari atas sampai bawah dan nempel di kepala itu, lo. Seperti ini," ucapnya dengan menunjukkan foto dari internet di ponselnya. Aku sisir berlahan rambutnya, dia sangat senang perlakuanku yang seperti ini. Dia bilang, hal ini sudah diimpikannya dari dulu, serasa punya mama yang sebenarnya. Disisir seorang mama, terasa nyaman, katanya."Sudah sayang, seperti ini, ya. Amelia cantik!" ujarku sambil mencubit lembut pipinya yang agak gembul.Dia menggunakan baju warna pink berenda putih dengan celana lebar selutut. Kelihatan feminim, energik dan sesuai dengan umurnya. Dipadukan dengan sepatu putih berpita kecilAku menggunakan dress tumpuk kain transparan yang longgar dibawah lutut warna krem. Semua kiriman dari butik Claudia ini ber
"Woi ... ! Indahnya"Amelia lari mendahului kami. Ternyata Tuan Kusuma, tadi siang pergi untuk mempersiapkan makan malam kami ini. Dia sudah mulai bersikap romantis. Usaha yang luar biasa untuk seorang Kusuma yang benci dengan urusan picisan seperti ini.Di taman dengan padang rumput dan tumbuhan yang rimbun. Kami disambut indahnya lilin-lilin dipasang dibeberapa sudut. Suasana romantis mulai menyeruak dan diperkental dengan rangkaian bunga dan lilin yang menjadi arah jalan kami.Amelia berjalan di depan kami dengan girangnya. Tanganku digenggam lembut oleh Tuan Kusuma. Kami berjalan berlahan dan bermuara di sesuatu yang tak kalah indah.Sebuah pondok kecil yang dipenuhi dengan rangkaian bunga yang dililit di tiang dan atapnya. Bunga tergantung jatuh di atas kami dengan diselingi cahaya kecil disela-selanya.Indah sekali.Kami duduk bertiga. Senyuman terpancar di wajah kami."Sekarang, adalah syukuran untuk Maharani calon istriku ...," kata Tuan Kusuma terpotong teriakan Amelia."Dan
Ada yang bilang, 'kalau jatuh cinta, dunia seakan milik berdua,' memang benar, sih.Seperti kami, sekarang ini!Entah berapa lama, kami terhanyut dengan indahnya kebersamaan ini. Sampai kembang api sudah tidak tampak jejaknya di langit, kami masih merasakan debarnya kebahagiaan ini."Mas Suma! Amelia?!" teriakku tersadar. Kami hanya berdua di sini, kemana anak itu? Malam sudah mulai larut. Kekawatiranku mulai menghantui, dia kan anak yang ceroboh. Kenapa dia belum kembali? Jangan-jangan?Telapak tanganku langsung terasa dingin. Memikirkan yang tidak-tidak."Mas!" teriakku memegang tangannya. Dia malah tersenyum melihat reaksiku. Reaksinya tidak seperti biasanya.Ada apa ini? Seperti ada yang tersembunyi di balik senyumnya. Aku mengernyitkan dahi. Sepertinya dia mulai pintar menyembunyikan sesuatu. Tapi apa itu?"Tidak usah kawatir sama Amelia. Mereka ada di sini, kok," ujarnya senyum-senyum lagi.Aku semakin bingung. Mereka?Maksudnya?Tiba-tiba, ada nyala lampu yang mulai mene
Dia memandangku minta penjelasan, aku jawab dengan gelengan kepala. Kami merasa sebentar lagi, kami akan disabotase mereka. Ibu dan Nyonya Besar.Mereka kalau ada maunya sama-sama keras kepala."Suma! Jeng Sastro itu, orang Jawa Kulon. Punya adat yang kental. Mulai sekarang, calon pengantin harus dipingit!" kata Nyonya Besar."Pingit! Apa itu?" Tuan Kusuma semakin bingung."Nak Kusuma, dipingit itu artinya. Kalian sebagai calon pengantin, dilarang bertemu sampai hari penikahan," jelas Ibuku dengan sabar.Tuan Kusuma semakin terkejut. Dia tidak menyangka akan terjadi seperti ini. Dia langsung berpaling ke arah Nyonya Besar."Ibu, jangan pisahkan kami. Saya harus bagaimana? Saya sudah terbiasa makan dan minum yang disiapkan Rani. Kalau tidak boleh bertemu, saya bingung. Siapa yang ngurus saya? Saya tidak mau!" protes Tuan Kusuma."Suma! Ini sudah aturan adat! Kalian tidak boleh berhubungan apalagi bertemu! Termasuk telpon-telponan, apalagi video call. Tidak boleh!" teriak Nyonya Besar
'Tuhan pasti memberikan yang paling tepat buat kita.'Sempat, aku menyalahkan dengan apa yang terjadi dahulu. Kegagalanku dengan Mas Bram melemparku keluar dari impian yang sudah terajut. Hilang semua keinginan, apalagi cita-cita. Kosong!Untung ada Wisnu, anakku, yang membantuku bangkit walaupun tertatih. Aku mulai merajut hatiku yang sudah tercabik-cabik dengan berusaha iklas dan berdamai dengan takdir. Berusaha bangkit, berdoa dan iklas.Betul, Tuhan menjawab akan doaku.Jalanku sudah terlihat jelas, tinggal bagaimana caraku melangkah ke depan.***"Eyang!" teriak Wisnu memperingatkanku ketika melihat Ibu masuk. Ibu membawa nampan teh yang sudah kosong. Secepatnya aku taruh ponsel Wisnu di dalam laci, kalau ketahuan Ibu bisa mengomel. Bukannya takut, lebih tepatnya malu.Iya kalau masih gadis, masih bisa dimaklumi. Ini sudah punya anak ABG, tetapi dikasih tahu tidak bisa. Aku tersenyum mengingat kejadian tadi. Curi-curi kirim pesan sama dia. Dibantu anak, lagi.Lucu, ya!"Nduk,
Pov Maharani-------"Wisnu! Eyang mana?" tanyaku.Setelah mandi dan bersiap, aku mencari Ibu di kamarnya, tetapi kosong. Hanya Wisnu saja di meja makan. Ada beberapa makanan dari hotel untuk makan pagi. "Eyang Uti dan Eyang Totok dijemput Tante Anita. Eyang pesan, Mama suruh langsung ke spa," jelas Wisnu. Wisnu segera menghabiskan makan paginya setelah melihat petugas spa datang.Kami dijemput untuk ke ruang Spa. Rangkaian perawatan khusus pengantin begitu banyak. Dari ujung rambut sampai ujung kaki. Untuk hari ini, cuci kaki aromatherapy, pijat lifting facial, luluran dan berendam air mawar. Besuknya lagi, perawatan areal pribadi dari totok, scrub dan ratus, setelah itu di teruskan hair spa, manicure dan pedicure.Rangkaian panjang ini membuatku tersiksa."Ma, ada pesan masuk lagi. Barusan Om Kusuma suruh Mama ngecek," kata Wisnu ketika aku keluar dari ruangan spa.Kami mencari tempat duduk yang agak tersembunyi. Kawatirnya ada mata-mata Nyonya Besar. Bisa gawat.[Ran, sudah ma
Waktunya sudah tiba.Aku diiringi Ibu, Widya, Wisnu dan Paklik Totok menuju tempat prosesi. Taman ini di hias dengan indahnya. Seperti taman bunga yang didominasi mawar putih dan bunga lily. Indah.Kain-kain transparan berwarna putih membuat suasana semakin romantis. Kami jalan diatas karpet putih yang ditaburi kelopak mawar putih menuju tempat akad nikah yang dihias lebih indah lagi. Kakiku seperti melangkah ke dunia dongeng yang didepannya sudah menunggu pangeranku yang berdiri tegap disana, Tuan Kusuma.Dia memakai jas yang senada denganku, dia gagah sekali. Tatapan matanya mengikatku, diri ini merasa dialah satu-satunya tujuan.Karena bapak sudah tidak ada, waliku digantikan Paklik Totok sebagai saudara laki-laki bapak. Prosesi akad nikah berjalan dengan lancar. Yang masih mengiang di telingaku, suara Tuan Kusuma yang dengan tegasnya mengatakan lafal akad."Saya terima nikah dan kawinnya Maharani Tunggadewi binti Sastro Wijoyo dengan mas kawin seperangkat alat salat dan sertif