Mira pun kini sampai di kediaman keluarga Nada, bahkan kehadirannya dan juga Handoko tampak di terima baik oleh Kinanti.Semakin membuat perasaan Mira menjadi was-was, karena malu atas apa yang sudah dilakukan Tama terhadap Nada.Padahal dari awal pernikahan saja semuanya tidaklah mudah, restu yang sulit didapat juga begitu jelas di ingat.Namun, setelah semuanya di dapat malah di sia-siakan kesempatan terbaik itu."Jeng, saya minta maaf. Saya, bersalah. Anak saya melakukan ini semua karena saya," tutur Mira sambil meremas kedua tangannya, sungguh kini Mira tak memiliki wajah di depan Kinanti.Bukan kesalahan Tama, tapi karena dirinya yang menjadi alasan utama. Yang berarti dirinya adalah penyebab kehancuran itu tiba.Kinanti hanya bisa menarik napas panjang mendengarkan apa yang dikatakan oleh Mira, akan tetapi kini dirinya juga menyerahkan semua keputusan pada Nada.Tidak memaksa Nada untuk kembali pada Tama dengan alasan apapun, sekalipun karena janinnya. Tapi, tidak juga dengan me
Dua hari kemudian."Nada, kamu baik-baik aja kan?""Aku sedikit pusing," Nada pun memegang kepalanya yang terasa seperti sedang berputar-putar di tempatnya."Kamu duduk di sini, aku ke kantin sebentar. Sebentar lagi aku kembali dengan air mineral," kata Sarah.Nada pun duduk di kursi yang ada di sekitarnya, menunggu Sarah kembali dengan membawa mineral.Padahal mereka baru saja sampai di kampus, tetapi mendadak kepala Nada terasa pusing dengan keringat dingin yang mulai membanjiri tubuhnya."Kamu sedang apa?" tanya Tama.Hampir setiap hari Tama menemui Nada, kemanapun Nada pergi dia tidak keberatan untuk menyusul.Termasuk ke kampus.Tetapi, malah Nada tak mengenali wajah Tama. Penyebabnya adalah penglihatannya yang mulai buram.Membuat Tama pun sadar dengan wajah pucat Nada di pagi ini."Nada?" panggil Tama sambil menggerakkan tangannya di depan wajah Nada.Nada sedikit memukul kepalanya, mungkin dengan begitu bisa sedikit lebih baik.Tapi, malahan semuanya semakin tampak gelap gulit
Lagi-lagi Tama merasa ada yang tumpah dari dalam matanya, apa lagi kalau bukan cairan bening membuatnya cepat-cepat mengusap dengan tangannya.Perkataan Nada tampak yang tampak sederhana dan tidak kasar, namun malah membuat Tama merasa terluka.Keinginannya hanya satu, Nada kembali padanya bukan hanya karena anak yang ada di rahim Nada.Jika pun anak itu tidak ada, Tama akan tetap memohon untuk Nada mau kembali padanya.Lantas bagaimana jika Nada lebih memilih sendiri tanpa dirinya."Kita bisa berteman, menjadi partner untuk membesarkan anak kita," tambah Nada."Kenapa? Kenapa kamu tidak mau kembali pada Mas, apakah karena kamu sudah sangat membenci Mas?" tanya Tama dengan suaranya yang parau karena menahan sesak di dada.Tak menyangka semuanya bisa menjadi seperti ini, impian bahagia bersama sepertinya hanya tinggal impian semata."Mas, tahu?" tanya Nada sambil tersenyum melihat Tama yang terus saja menatapnya.Sejenak menjeda ucapannya sambil melihat Tama di hadapannya yang terus sa
Mungkin saja saat Tama ada di dekatnya Nada masih bisa tersenyum seolah dirinya begitu kuat dan baik-baik saja.Bahkan meminta Tama untuk tersenyum padanya, menguatkan hati dengan status pertemanan mereka berdua.Namun, bagaimana dengan hati Nada yang sebenarnya?Apakah wanita itu benar-benar kuat dan tak ada luka sedikitpun di hatinya?Mungkinkah Nada menerima keadaan ini dengan berlapang dada tanpa beban sama sekali?Sebenarnya dirinya juga rindu saat-saat bersama dengan Tama, rindu dengan peluk hangat pria yang pernah bersamanya itu.Nada sangat merindukan saat-saat bercanda bersama dan tertawa dengan lepasnya.Tapi apa daya, Nada pun tak bisa berbuat apa. Karena, takut semuanya terulang kembali, mungkin dengan cara yang berbeda.Sehingga untuk saat mungkin keputusan tepatnya hanyalah sekedar berteman saja.Bahkan Nada melepaskan isak tangis yang sejak tadi di tahannya mati-matian itu.Saat merasa dirinya hanya sendirian saja, agar bisa mengurangi sedikit beban di hatinya."Nada, k
Sore harinya Tama pun kembali ke rumah sakit seperti apa yang diinginkan oleh Nada, membawa mangga muda yang mungkin sedang diinginkan oleh wanita tersebut.Tok tok tok.Tama mengetuk pintu terlebih dahulu, kemudian barulah masuk dan matanya melihat ada Sarah dan juga Dava yang bersama dengan Nada.Semetara Kinanti dan Adam sudah pulang beberapa menit yang lalu, keduanya pun akan kembali nanti malam. Bahkan, menginap di rumah sakit untuk menemani Nada yang harus menginap pula di rumah sakit."Hay," sapa Tama sambil berjalan masuk."Mas, bawa apa?" tanya Nada dengan senyuman manisnya.Mata Nada tertuju pada benda yang di bawa oleh Tama, harapannya itu adalah buah pesanannya."Mangga muda, maaf agak sore. Entah mengapa mendadak sulit mencari mangga muda," jelas Tama sambil memberikannya pada Nada.Nada pun menghirup aroma mangga muda yang teramat sangat membuatnya menjadi hampir lupa diri karena terlalu nikmat.Mungkin karena bawaan kehamilan yang membuatnya menjadi lebih suka dengan ma
Berulang kali Tama meneguk saliva saat melihat Nada memakan mangga muda yang di bawakan olehnya.Rasanya air liur Tama mendadak menjadi lebih banyak dari biasanya saat menyaksikannya."Apa tidak asam?" "Enak, Mas mau coba?"Nada pun memberikannya pada Tama, semakin membuat pria itu menatap buah mangga muda itu dengan horor."Sepertinya, tidak.""Yah, padahal enak banget ini," Nada pun kembali memakannya, tak ada kata asam sama sekali.Hingga membuat Tama kian semakin penasaran saja."Apa benar enak?""Cobain dong Mas."Tama pun sejenak mempertimbangkan apa yang diminta oleh Nada.Kemudian perlahan mengambil satu potong dan mencobanya.Rasanya benar-benar tidak bisa di mengerti, karena terlalu asam.Bagaimana bisa Nada memakannya dengan begitu nikmat, bahkan sampai tak bisa berhenti.Apakah lidah ibu hamil itu berbeda dari lidah orang lainnya."Enakan Mas, ayo makan. Makan bareng itu enak, kata orang-orang kalau kemauan seorang ibu hamil tidak dituruti anaknya bisa ileran," jelas Nada
Malam yang semakin larut membuat tidur Nada semakin terasa hangat saja, mungkin karena tidur di pelukan hangat Tama.Apa lagi hujan yang kian semakin deras, seakan pelukan hangat sangatlah memberikan kenyamanan yang luar biasa.Hingga akhirnya suara petir yang menggelegar membuat tidur Nada terusik, bahkan sampai terbangun dari mimpi indahnya.Nada pun melihat sekiranya, Kinanti yang tidur di sampingnya. Sedangkan Ayahnya tidur di ranjang yang sudah di sediakan untuk keluarga pasien yang berjaga."Nada, kamu terkejut?" tanya Kinanti.Nada pun mengangguk kemudian tersadar jika dirinya hanya sedang mimpi tidur di pelukan Tama.Membuatnya mengusap wajah dengan perasaan yang membingungkan."Kamu kenapa?" tanya Kinanti lagi yang menyadari keanehan putrinya.Nada pun kembali membaringkan tubuhnya di samping Kinanti.Pikirannya masih saja tertuju pada Tama.Rasa rindu ini begitu terasa, sayangnya tak dapat dilepaskan dengan sedikit saja pelukan hangat Tama.Sejenak Nada terdiam mempertimbang
Siapa bilang Nada baik-baik saja saat Tama berpamitan untuk pergi, karena pada kenyataannya dirinya merasa dadanya begitu sesak.Padahal sebenarnya itu tak boleh terjadi, karena bagaimana pun Tama bukan siapa-siapa lagi di hidupnya.Tama bebas pergi kemana saja, bahkan pergi dengan siapa saja. Tanpa harus berpamitan padanya.Sungguh Nada sangat tidak memiliki hak apapun terhadap Tama.Namun, pada kenyataannya dadanya tetap saja berdenyut nyeri karena tidak ingin berjauhan dengan Tama.Mengapa bisa demikian, bukankah ini adalah keputusan yang sudah diambilnya.Mengalah masih ada ketahuan yang tampak begitu menolehkan luka begitu dalam."Nada?" Sarah pun melambaikan tangan di depan wajah Nada, karena tidak mendengar dirinya yang sudah memanggil sejak membuka pintu barusan.Membuatnya yakin jika Nada sedang berada di alam lainya, apa lagi jika bukan alam lamunanya sendiri.Benarkah demikian?"Eh," akhirnya Nada terkejut juga saat melihat Sarah sudah berada di hadapannya, "kamu kebiasaan