Nada hanya terdiam dan menyadari segala kesalahan yang mungkin saja pernah di lakukan hingga membuat Tama menjadi seperti ini.Namun apa? Nada sendiri tidak tahu apa kesalahannya.Hingga ponselnya pun berdering tertulis nama sang Ayah di sana.Dengan perlahan Nada pun meraih ponselnya dan menerima panggilan tersebut."Halo Yah," jawab Nada setelah meletakan ponsel pada daun telinga."Kamu sedang apa?" Tanya Adam dari sebrang sana, "kamu baik-baik saja?" tanya Ad dengan begitu banyaknya pertanyaan.Nada hanya diam saja, seakan bingung harus menjawab seperti apa.Karena sejujurnya Nada tidak baik-baik saja, lantas bagaimana jika Adam tahu tentang dirinya saat ini.Mungkin sebaiknya Adam tidak perlu tahu akan semua ini.Nada yakin Tama hanya sedang beradaptasi dengan pernikahan mereka.Meskipun sulit tetapi Nada masih berusaha untuk mengerti."Kenapa hanya diam saja?" tanya Adam dari sebrang sana, saat ini dirinya butuh sedikit saja jawaban agar perasaannya lebih baik, "Ayah, hanya sedan
Pagi harinya Nada pun terbangun dirinya merasa begitu hangat dan juga nyaman, membuatnya tak ingin bergeser dari posisi tersebut, tak di sangka ternyata Tama tidur di sampingnya sampai pagi.Bibir Nada pun tersenyum sambil melihat Tama yang berada di sampingnya.Hingga akhirnya Nada pun semakin memeluk Tama dengan eratnya.Ini adalah suatu hal yang sulit terjadi, setelah sat bulan menikah mungkin bisa dihitung dengan jari akan jari seperti ini.Nada tak mau memikirkan banyak hal, yang dia tahu hanya ingin di pelukan hangat suaminya.Semakin hari rasanya cinta Nada semakin besar, meskipun sebenarnya Nada bertanya-tanya penyebab perubahan sikap Tama yang cukup mengejutkan.Hingga akhirnya Tama pun terbangun karena suara ponselnya yang berbunyi.Tak disangka ternyata yang menghubungi adalah Kinanti."Halo," jawab Tama dengan suara khas bangun tidur, lagi pula tidak biasanya Kinanti menghubunginya pagi-pagi begini.Mungkin karena sesuatu hal yang sangat penting, dan apapun alasannya harus
Nada masih sibuk dengan pikirannya membersihkan rumah, hanya untuk sekedar menghilangkan rasa bosan saja.Bahkan Nada tidak memberikan ijin pada beberapa pekerja yang biasa membersihkan apartemen tersebut.Lagi-lagi dengan alasan yang sama, Nada ingin sedikit disibukkan dengan pekerjaan hingga tidak terlalu memikirkan Tama dengan segala perubahan sikapnya."Ya ampun, kuku aku patah," Nada menatap kuku-kukunya, merasa sedikit bersedih.Tapi sudahlah, karena sebentar lagi bisa di perbaiki lagi."Kenapa kamu yang mengerjakan semua ini?" Tama pun kembali dan tiba-tiba saja bertanya pada Nada.Nada pun sampai terkejut melihat Tama yang bahkan sudah masuk dan tidak disadari jika tidak bersuara.Tapi bukan itu yang membuat Nada bertanya-tanya, melainkan melihat jam pulang Tama saat ini.Mata Nada langsung tertuju pada jam dinding, memastikan apakah dirinya yang salah ataupun memang benar.Tapi tidak, Nada memang benar. Bahkan jam menunjukkan pukul 16:00 wib."Ada apa? Apa ada yang aneh?" Tam
Sesampainya di kediaman Adam dan Kinanti, akhirnya keduanya pun memutuskan untuk segera memasuki rumah.Ternyata sudah di tunggu oleh keluarga besar yang duduk di ruang tamu."Anak Bunda," Kinanti pun tersenyum saat melihat Nada yang berjalan masuk ke dalam rumah.Sambil perlahan bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah Nada yang juga sedang berjalan ke arahnya.Hingga akhirnya Nada pun langsung memeluk Kinanti dengan eratnya.Begitu juga dengan Kinanti yang memeluk putrinya tidak kalah erat seakan ibu dan anak itu telah lama tidak bertemu."Kamu apa kabar?" Tanya Kinanti yang melepaskan Nada dengan perlahan kemudian mencium dahi putrinya dengan penuh cinta.Menatap wajah Nada dengan penuh cinta yang tulus, cinta seorang ibu yang tak akan pernah bisa luntur terhadap anaknya."Baik," jawab Nada sambil tersenyum.Hingga kemudian matanya tertuju pada Adam yang masih duduk di tempatnya.Tepat di sofa yang sebelumnya Kinanti juga duduk di sana, bersebelahan dengan Adam.Nada langsung ber
"Wah, masakan Bunda tetap saja tidak ada yang menandinginya," kata Nada sambil menatap begitu banyak makanan yang sudah tersaji di atas meja makan.Tetapi Nada tidak langsung mengisi piringnya sendiri, melainkan mengisinya piring Tama terlebih dahulu.Mengisi piring suami yang teramat di cintainya itu, biarlah luka hati dengan sejuta kegundahan hanya simpan saja tanpa ada yang perlu tahu."Sudah cukup, ini terlalu banyak," Tama pun meminta Nada untuk berhenti menambahkan makanan lainnya, karena tidak akan mungkin juga bisa menghabiskannya."Ya udah, ayo di cobain. Masakan Bunda yang paling istimewa di rumah ini," kata Nada dengan senyuman seakan begitu bangga akan Kinanti adalah wanita yang penuh cinta itu begitu memiliki banyak kelebihan.Kemudian Nada pun ikut duduk di samping Tama. Mengisi piringnya dengan nasi dan juga lauk dan sayur yang sudah tersaji.Semuanya tampak begitu nikmat hingga dirinya tidak ingin terlewatkan untuk mencicipi semuanya."Anak Bunda sudah dewasa ya, biasa
Kinanti sedikit bersedih karena Tama dan Nada berpamitan pulang, padahal Kinanti berpikir jika keduanya menginap di rumah untuk malam ini saja."Bunda, Nada pamit ya.""Ya sudah, padahal Bunda pikir kalian berdua menginap di rumah Bunda."Wajah Kinanti benar-benar murung saat Nada berpamitan untuk pulang."Lain kali aja ya Bunda.""Ya sudah, hati-hati di jalan."Nada dan Tama pun akhirnya pergi, membuat Kinanti dan yang lainnya hanya melihat dari teras saja.Nada hanya diam saja duduk di samping Tama yang mengemudikan mobilnya, pikiran masih tertuju pada apa yang ingin dikatakan oleh Adam saat makan malam barusan.Nada bingung dan bertanya-tanya apakah Adam mengetahui sesuatu akan rumah tangganya dan juga Tama."Kenapa?" Tanya Tama yang melihat Nada hanya diam saja."Nggak papa," jawab Nada."Padahal aku nggak masalah kalau kamu mau menginap di rumah Bunda.""Aku mau ikut Mas aja, istri harus ikut kemana pun suaminya pergi," jawab Nada dengan santainya.Tama pun lagi-lagi memilih untu
Rasanya kaki tak sanggup lagi untuk terus melangkah, namun saat ini kaki ini harus terus berjalan.Bahkan terkadang berlari, berlari sejauh mungkin berharap rasa ini bisa hilang dengan sendirinya.Namun, entah bagaimana caranya semuanya teramat sulit untuk dilakukan.Begitu mudahnya mencintai, tetapi untuk melupakanmu sungguh tak pernah bisa dilakukan.Hingga akhirnya Tama pun duduk di sisi jalanan, seakan kenangan itu kembali berputar di benaknya.Tepatnya saat beberapa hari setelah dirinya dan juga Nada menikah.Saat itu Tama begitu bahagia menikmati awal pernikahan.Namun, saat itu pula Tama mendapatkan kabar tentang keadaan Mira yang mendadak drop."Mama, kritis," kata Handoko dari balik sambungan telepon seluler.Membuat Tama hanya diam membeku mendengar apa yang dikatakan oleh Handoko.Hingga akhirnya panggilan telepon pun selesai dan Tama memutuskan untuk kembali ke Jakarta.Sesampainya di Jakarta Tama langsung melihat keadaan Mira yang ternyata sudah mulai membaik.Hingga akhi
Semuanya benar-benar tidak baik-baik saja, tanpa alasan yang jelas dirinya harus mendapat perceraian yang tak pernah di impikan selama ini.Merasa tak memiliki kesalahan fatal membuat Nada pun bertanya-tanya, mengapa ini bisa terjadi pada dirinya.Mengapa bisa Tama mengatakan cerai padanya, kesalahan apa yang membuat Tama tak bisa memaafkan dirinya.Nada harus mendapatkan alasan yang jelas baru bisa menerima perceraian ini, dia tidak bisa menerima perceraian dengan cara seperti ini.Namun, saat ini Nada hanya bisa menangis tersedu-sedu sambil bersandar di depan daun pintu yang tertutup rapat.Berharap sebentar lagi Tama akan kembali dan menarik semua perkataannya barusan.Namun, mungkinkah itu akan terjadi?Karena ternyata semua yang diharapkan oleh Nada tampaknya hanyalah sebuah mimpi saja.Pada kenyataannya saat pagi pun menjelang Tama tak juga kembali seperti apa yang dia harapkan.Bahkan Nada sampai tertidur di lantai karena terlalu banyak menangis hingga kelelahan.Sesaat kemudia