Dibawah selimut Nada pun menggigil kedinginan, sementara Sarah terus saja mengompresnya dengan penuh kesabaran.Sambil menunggu dokter yang datang setelah Sarah menghubungi.Hingga dokter pun tiba langsung memeriksa keadaan Nada."Ibu terlalu stres, dan pasien sedang hamil," kata Dokter tersebut."Hamil Dok?" Tanya Sarah sambil melihat Nada yang tampak masih menggigil dengan hebatnya."Iya, sebaiknya di rawat saja. Agar kandungannya juga bisa diperiksa lebih lanjut," kata Dokter itu lagi memberikan saran terbaik menimbang keadaan Nada cukup mengkhawatirkan.Namun, Sarah tidak tahu harus melakukan apa. Menurutnya memang mengikuti sadar dari dokter adalah terbaik.Namun, belum tentu menurut Nada karena sepertinya apa yang dipikirkannya tidak sama dengan pikiran Nada.Hingga akhirnya dokter tersebut pun merasa mengenali Nada, tampaknya wajah Nada tidak asing baginya."Saya merasa wajah ini tidak asing, ah iya. Anda anak dari Dokter Adam? Saya, juga datang di acara pernikahan anda," kata
Hari-hari pun berlalu dengan begitu cepatnya, Nada masih saja dengan harapan yang sama. Namun, sayang sampai detik ini pun tidak ada kabar beritanya, bahkan yang sampai hanyalah selembar kertas yang berisi tentang perceraian mereka.Dada Nada bergemuruh hebat menahan rasa sakit bercampur dengan perasaan was-was, di saat dirinya berharap ini hanya sebuah mimpi belaka yang begitu mengerikan ternyata adalah sebuah kenyataan.Tidak menyangka bisa memegang kertas berisi goresan pena tentang perceraian.Sungguh luar biasa, semuanya seakan begitu mencekam. Terasa lebih horor dari sebuah rumah menyeramkan.Hingga butiran-butiran air mata pun jatuh dari pelupuk mata indahnya."Nada, kamu baik-baik saja?" Tanya Sarah yang melihat keadaan Nada saat ini.Nada pun menatap Sarah dengan mata yang berkaca-kaca seakan benar-benar tak ada lagi kata yang dapat digunakan untuk menjawab semuanya."Aku tidak baik-baik saja, bagaimana bisa kamu bertanya kepada ku seperti itu? Apa aku terlihat baik-baik saja
"Dok, gugurkan saja kandungan saya," kata Nada.Nada yang baru saja sadarkan diri mendengar apa yang dikatakan oleh Dokter pada Sarah.Terlalu stres bahkan kandungannya terlalu lemah, membuat Nada semakin merasa bersalah.Untuk apa mempertahankan janin itu jika hanya untuk mengajaknya pada sebuah penderitaan semata.Bahkan Ayahnya saja tidak perduli pada anak tersebut, meskipun sebenarnya Tama tidak tahu kehamilan Nada saat ini.Nada tak mau membuat anaknya ikut merasa kesedihan yang dia rasakan olehnya, sebab janin itu pun tidak berhak mendapatkan bagian dari penderitaannya.Hingga bibirnya mengatakan kalimat tersebut, bahkan Sarah dan dokter pun tercengang mendengarnya.Pernyataan yang teramat tidak mungkin untuk dikatakan oleh seorang Ibu dan itulah yang dikatakan oleh Nada barusan."Nada, kamu bicara apa?" Tanya Sarah berharap salah dalam mendengar, bahkan merasa telinganya yang tidak baik-baik saja."Saya serius Dok, saya mau anak ini di gugurkan saja," Nada lagi-lagi mengulangi
Siapa yang dapat melihat seseorang yang di sayangnya menderita, apa lagi seorang Ayah yang teramat sangat mencintai putrinya.Jangankan untuk membuat putrinya menitihkan air mata, hanya membentak saja sudah membuat penyesalan yang teramat dalam.Begitulah yang kini di rasakan oleh seorang Adam saat melihat putrinya begitu menderita.Berulang kali Adam berusaha untuk tetap tenang dan tidak meneteskan air mata menyaksikan ini semua, hingga akhirnya memutuskan untuk menemui Tama yang di kabarkan sudah pulang dari luar negeri setelah mengantarkan Mamanya.Jika Mira masih menjalani beberapa pengobatan di temani oleh Handoko yang tak lain adalah suaminya.Maka Tama harus kembali ke tanah air sendirian untuk mengurus banyaknya pekerjaan yang terlantar karena terbengkalai. Sebab, keadaan Mira jauh lebih penting.Dan sekembalinya ke rumah Tama sudah disambut dengan kehadiran Adam yang duduk di sofa, tepatnya di ruang tamu."Mas, aku sudah memintanya untuk pergi. Tapi, dia memaksa untuk masuk,"
Tama pun akhirnya membuka matanya, tersadar kini sudah berada di sebuah ruangan yang tampaknya adalah rumah sakit.Bahkan di tangannya ada selang infus yang terpasang.Namun, sedetik kemudian Tama pun melepaskan dengan paksa."Mas, apa yang kamu lakukan?" Tanya Keyla panik melihat apa yang barusan di lakukan oleh Tama.Suaminya itu tidak baik-baik saja, luka dalam yang dialami oleh Tama cukup serius.Sehingga dokter menyarankan agar Tama di rawat inap untuk sementara waktu sampai keadaannya di nyatakan sudah lebih baik.Lagi-lagi Keyla bertambah panik, melihat Tama seakan tidak perduli pada apa yang dia katakan. Pada kekhawatiran yang tengah dia rasakan, Keyla sangat khawatir tapi sayang Tama seakan menutup mata untuk itu semuanya."Mas, tolong tetap berbaring," pinta Keyla dengan nada memohon berharap Tama akan mendengarkan apa yang dia katakan untuk kesekian kalinya.Akan tetapi Tama tidak perduli sama sekali, dengan segera menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya.Kemudian turu
Hari-hari terus berlalu dengan begitu saja, hingga pada hari ini Nada merasa sangat merindukan Tama.Rasa rindu itu seakan kian menyiksa, banyaknya kenangan indah bersama membuatnya kian tersiksa.Tidak ada lagi tawa, bahkan hanya senyuman kecilnya pun seakan sirna.Yang ada hanya air mata, akibat sisa-sisa luka yang begitu dalam.Indahnya cinta tak dapat di bendung, hingga tanpa tahu jika dirinya sendiri yang harus menderita karena cinta tersebut.Apakah Nada menyesal mencintai Tama?Tidak.Karena saat ini pun masih berharap akan kehadiran Tama."Nada, kamu makan dulu ya. Udah seharian kamu nggak makan," kata Sarah yang begitu kasihan pada Nada.Nada pun menatap piring yang kini di pegang oleh Sarah.Tidak ada rasa lapar sedikitpun, bahkan untuk menyentuh nasi itu saja rasanya tidak ingin."Kasihan anak kamu," kata Sarah lagi.Nada pun memakan beberapa sendok saja makanan yang di bawakan oleh Sarah, setelah itu mengembalikan pada Sarah."Terima kasih, aku sudah kenyang," kata Nada de
Akhirnya untuk malam ini Tama pun memutuskan pulang ke rumah, meskipun rasanya tidak ingin tetapi rasanya begitu merindukan suasana rumah saat bersama kedua orang tuanya.Dimana saat dia sedang terluka biasanya hanya ada Mira yang menjadi tempatnya untuk menghibur diri.Berbaring di samping Mamanya itu bisa membuat dirinya menjadi lebih baik.Namun, untuk kali ini sepertinya Tama harus bisa membuat dirinya baik-baik saja, sebab Mira pun sedang melawan penyakitnya di luar negeri.Akan tetapi meskipun kedua orang tuanya belum kembali ke tanah air, tetap saja Tama ingin pulang. Mungkin, saja bisa memberikan sedikit rasa nyaman di saat hati yang begitu gundah gulana.Tama pun menepikan mobilnya, kemudian terdiam sejenak sambil menatap suasana rumah yang tampak sepi.Tampaknya semua penghuni rumah sudah tidur, wajar saja. Mengingat saat ini sudah sangat larut malam.Namun, dari jendela kamar Keyla melihat mobil Tama yang terparkir, membuat senyum di bibirnya pun terukir dengan sempurna.Se
"Aku ini istri mu Mas, aku berhak menuntut hak ku sebagai istri. Aku mau hak ku!""Hak apa? Uang? Harta? Nanti aku berikan, buka pintunya!"Keyla pun menggelengkan kepalanya, karena berharap Tama mau mengerti akan apa yang dia maksud saat ini."Mas, aku nggak butuh uang. Aku mau kamu!""Oh, sejak kapan seorang Keyla tidak butuh uang. Kau itu ku pungut dari jalanan, kemudian ku berikan harta dan juga jabatan di perusahaan ku. Kemudian ku nikahin dan ku berikan rumah untuk orang tua mu. Lalu, ku jadikan istri dan ku perlakukan seperti seorang ratu. Dan, balasan mu pada ku adalah PENGHIANATAN!" Tama pun menekankan kata - Pengkhianatan- di akhir kalimatnya agar Keyla tahu bahwa luka itu tak pernah bisa hilang dari benaknya.Bahkan hanya sekedar memudar saja tidak, semuanya masih bisa di ingat dengan jelas tanpa ada yang terlupakan sedikitpun.Benar saja dada Keyla langsung naik turun seiring dengan peluh yang bercucuran menahan perasaan penuh penyesalan.Sayangnya penyesalan itu tidak ber