"Mas, Kenapa sih, suka banget cari masalah? Udah tahu Ayah nggak bakalan ngerestuin juga!"Nada sudah sangat malas berdebat dengan kedua orang tuanya, terutama Ayahnya yang begitu menentang keras hubungannya dengan Tama.Tapi apa?Sampai detik ini pun malah Tama yang terus berusaha untuk tetap meminta restu pada Ayahnya.Nada sudah terlanjur kesal pada Ayahnya karena tamparan malam tadi.Bahkan merasa Adam tidak menyayanginya lagi, lantas untuk apa berjuang mendapatkan restu."Nada, kamu tidak boleh berbicara seperti itu. Ayah cuman mau anaknya menikah dengan orang yang benar-benar tulus mencintainya. Justru seharusnya kamu bersyukur karena Ayah begitu menyayangi kamu."Nada pun mendesus kesal, rasanya sangat tidak mungkin Adam merestui hubungan.Akhirnya dengan berat hati Nada pun menuruti apa yang dikatakan oleh Tama.Hingga kini mereka berada di depan gerbang rumah mewah milik Adam.Mira langsung melangkah masuk, saat melihat pintu yang terbuka dengan lebar."Permisi."Kinanti yang
Semuanya hanya diam seakan sedang larut dalam pikirannya masing-masing, terutama Adam yang tampaknya tidak ingin berdebat lagi dengan Kinanti setelah ini.Namun, melihat wajah Tama pun sepertinya cukup menjengkelkan."Saya rasa tidak ada yang harus dibicarakan lagi, sekarang kita pun tahu mereka berdua masih pada pendiriannya untuk bersama. Dari pada terus-menerus seperti ini, saya sebagai Kakak sulung Nada, sekaligus sebagai perwakilan dari Ayah kami, merestuinya. Asalkan Tama berjanji untuk setia dan membahagiakan adik saya," kata Fikri yang memulai pembicaraan.Semuanya tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh Fikri.Begitu juga dengan Adam, dirinya langsung melayangkan tatapan tajam.Kapan Adam mengatakan bahwa dirinya menyetujui hubungan di antara Nada dan Tama?Bahkan merasa dirinya belum bisa menerima Tama sebagai calon suami anaknya.Semuanya benar-benar begitu membosankan, tidak ada keputusan yang dibuatnya seperti yang dikatakan oleh Fikri.Tetapi, saat itu tanpa sengaja
"Aku harap kau tidak menyia-nyiakan kesempatan ini," kata Fikri.Kini keduanya duduk di gazebo kayu tepatnya terletak di bagian belakang rumah, keduanya tampak diam di sana dengan pikiran masing-masing.Menurut Fikri terlalu berkeras pun percuma saja, sebab Nada pun tampak begitu ingin bersama dengan Tama."Terima kasih, aku berjanji tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini," jawab Tama penuh kebahagiaan.Tentunya Tama sangat bahagia, karena kini semuanya perlahan menjadi lebih baik.Hingga akhirnya Tama pun menepuk pundak Fikri seperti biasanya saat mereka sedang bersama.Namun, Fikri malah melayangkan tatapan tajamnya pada tangan Tama.Membuat Tama pun menghentikannya dengan wajah bingung."Jaga kesopanan, aku calon Kakak iparmu!" Kata Fikri dengan tegasnya.Tama pun terdiam sejenak sambil menatap wajah Fikri, tetapi sepertinya memang begitu adanya.Walaupun ada sedikit geli-geli namun terasa cukup nikmat, Ahahahhaha..... apakah Author ini, otaknya traveling aja.Begitulah pikiran F
Sesampainya di meja makan Fikri dan istrinya Mentari, melihat keluarga lainnya. Hingga,sesaat kemudian muncul Kenan dan juga Diva. Dan yang menjadi pertanyaannya Tama.Di mana pria duda itu sehingga tidak tampak terlihat diantara yang lainnya, bahkan semuanya sudah berada di sana.Termasuk juga Nada yang duduk di kursi meja makan, setelah diminta oleh Kinanti untuk ikut makan bersama dengan keluarga calon suaminya sendiri."Fikri, Tama di mana?" Tanya Kinanti sebab tidak juga muncul sampai saat ini.Fikri pun mengangkat bahunya seakan tidak perduli sama sekali.Lagipula dirinya sendiri tetap bisa makan dengan lahapnya tanpa Tama yang dibutuhkan hanya Mentari."Kenan?" Tanya Kinanti yang beralih pada putra keduanya itu, mungkin saja tahu tentang calon menantunya.Namun, Kenan pun memilih untuk bungkam. Duduk di kursi meja makan dan melihat hidangan yang tersedia jauh lebih baik.Masalah Tama biarkan saja menikmati hari-hari yang baru sebagai calon keluarga baru."Mentari, Diva?" Kinant
Makan berdua saja di dapur, senyum-senyum melihat wajah sang pujaan hati yang kini sedang berada di hadapannya."Om, cuman ada telur dadar aja," Nada pun menunjukan piring berisi nasi, dengan lauk seadanya.Seadanya telur dadar saja, karena semua makanan sudah di hidangkan di meja makan ruang makan keluarga.Seharusnya keduanya juga berada di meja makan keluarga bersama yang lainnya, bukan makan berdua saja di dapur.Tetapi apa?Tama jauh lebih memilih jalur aman dari pada kehilangan harga dirinya, meskipun sebenarnya tidak masalah asalkan demi Nada.Apa lagi yang melakukannya hanya Fikri sahabat setianya selama ini, di tambah lagi ini adalah masa uji coba menjadi calon adik ipar.Sungguh hal yang sangat mendebarkan sekali, tetapi semuanya sirna setelah melihat senyuman manis Nada.Semudah itukah? Tentu, cinta sudah bertahta maka semuanya akan menjadi indah.Kembali pada kedua insan yang sedang jatuh cinta.Duduk di kursi meja makan yang terletak di dapur tempat biasanya para pekerja
Tap tap tap.Terdengar suara langkah kaki yang kian semakin mendekati, membuat Tama dan Nada pun terdiam dan mendengarkan suara langkah kaki tersebut dengan semakin jelas.."Mas?" Nada pun panik."Lari!" Tama juga malah ikut panik, kemudian menarik Nada untuk pergi secepat mungkin dari sana.Kemudian keduanya bersembunyi di bawah jendela.Matanya mengintip sesekali dari celah yang ada, keduanya tepat seperti maling yang akan ketahuan saat sedang beraksi mencuri sesuatu benda berharga.Hingga akhirnya Tama pun mengingat sesuatu dan membuatnya merasa aneh."Sayang--""Sssstttt!" Nada langsung menutup mulut Tama dengan telapak tangannya, karena tidak ingin ketahuan oleh Fikri yang kini sedang berada di dapur.Entah apa yang dilakukan oleh Fikri hingga mendadak menuju dapur, sepertinya dirinya tahu jika Nada dan Tama ada di sana.Jarang-jarang Fikri mau menuju dapur, kecuali ada Mentari di sana."Sayang.""Diam dulu!" Lagi-lagi Nada tidak ingin Tama bersuara, dengan alasan tidak ingin ada
[Kamu sedang apa?] Om Tama.Nada pun tersenyum membaca pesan singkat yang diterimanya, siapa lagi pengiringnya kalau bukan Tama.Dunia ini terasa begitu indah setelah segalanya sesuai dengan apa yang diinginkan.Setelah mendapatkan restu siang tadi, malam ini hati Nada jauh lebih tenang.Tidak lagi ada kekacauan apa lagi kegundahan hati seperti sebelumnya.Bintang di langit yang bertaburan dengan begitu banyaknya pun seakan menjadi saksi kebagian seorang Nada.Mungkin terasa aneh, tetapi rasanya begitu luar biasa.Ting.Sebuah pesan kembali masuk, mungkin karena Nada yang sibuk dengan kebahagiaannya sehingga lupa jika kini dirinya harus membalas pesan dari sang pujaan hati.Pesan pun kembali di lihat, ternyata masih dari orang yang sama.[Kamu sedang apa?] Om Tama.[Lagi di toilet Om] Nada.Nada pun membalas dengan apa adanya, dirinya memang baru saja memasuki toilet.Bahkan membalas pesan sambil mengeluarkan sesuatu yang berwana kuning mungkin.[Lagu mandi ya?] Om Tama.Di seberang s
"Huuueekkk," Diva malah muntah bertepatan dengan Nada yang keluar dari kamarnya.Nada pun menghirup aroma tubuhnya, tetapi merasa baik-baik saja.Tetapi, tetap saja Diva muntah-muntah dan membuat Nada merasa bingung."Kakak, Ipar. Apa aku sangat bau? Aku memang baru buang air, tapi udah cebok, pakai sabun lagi," kata Nada masih dengan bingungnya."Nggak tahu, kenapa. Dari pagi aku muntah terus, ini nggak karena kamu," jawab Diva.Kemudian sesaat kemudian Diva pun kembali masuk ke dalam kamarnya, ingin menuju kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya.Nada tentunya merasa kasihan, dengan cepat menyusul Diva, bahkan membantu menggosok punggung Diva dengan minyak angin."Aku panggil Ayah aja ya, buat meriksa keadaan kamu," kata Nada, sebab Nada tahu Ayahnya adalah seorang dokter hebat."Nggak usah, aku segan sama Ayah. Tari aja," kata Diva."Ya udah, tunggu dulu," Nada pun segera menuju kamar Mentari, ataupun kamar Kakak iparnya itu.Dengan seperti biasanya, ugal-ugalan adalah sikap Nad