Tama tidak tahu lagi harus berbicara seperti apa pada Nada.Semua yang keluar dari mulutnya hanya membuat amarah Nada semakin meninggi saja, dirinya benar-benar putus asa."Nada, aku sangat merindukanmu. Apa kau mengerti?" "Nggak! Bohong! Buktinya kau membeli ku dengan uang dan semua barang mahal itu, aku tidak butuh! Kalau cinta ya cinta saja, tidak usah membeli ku dengan benda dan uang!" "Membeli?" Tama terperangah mendengar apa yang dikatakan oleh Nada.Hingga akhirnya Nada pun berbalik badan dan langsung mendongkak menatap Tama penuh kemarahan."Ya sudah, mana semua barang-barang tadi. Berikan pada ku, kemudian tiduri aku seperti wanita yang kau temui di club'malam itu!""Nada!" Tama pun meninggikan nada bicaranya, sungguh apa yang dikatakan oleh Nada begitu membuat amarahnya membuncah.Bagaimana bisa wanita itu berpikir demikian, apakah tidak tampak cinta di matanya.Nada pun meneguk saliva, masih dengan amarahnya meskipun matanya mulai berkaca-kaca karena bentakan keras Tama b
Semuanya seakan begitu indah, bahkan sekelilingnya seakan dipenuhi dengan taburan bunga mawar merah seakan kian menambah kesan bahagia.Dan Sarah menyadari itu, matanya melihat sendiri saat Nada senyum-senyum sendiri seperti orang gila di pagi hari ini.Bahkan mengunyah sarapan dengan senyuman, membuat Sarah pun berinisiatif untuk mengerjai Nada.Menaburkan bubuk capai pada sarapan Nada, hingga akhirnya ter-batuk-batuk.Uhuk-uhuk.Nada pun cepat-cepat meneguk mineral, hingga membuatnya lebih baik.Sementara Sarah malah tertawa dengan terbahak-bahak melihat wajah Nada."Ahahahhaha......." Sarah sampai mengetuk meja, sebab akhirnya Nada bisa tersadar dari lamunanya.Hingga mata Nada pun melihat bubuk cabai di tangan Sarah.Kemudian melihat sarapannya dan menebak Sarah yang menambahkan bubuk cabai pada sarapannya."Kamu sengaja masukin bubuk cabai?" Mata Nada pun mengarah tajam pada Sarah, ingin rasanya mengunyah Sarah hidup-hidup detik ini juga."Ahahahhaha, iya." Sarah mengakuinya, bah
"Eeeee, hihi.....Maaf Om. Kelepasan," Nada pun menutup mulutnya dengan kedua tangannya.Rasanya sangat malu sekali saat tiba-tiba bersendawa setelah kekenyangan.Puas berbelanja Tama pun mengajaknya untuk makan terlebih dahulu, sebab Tama memang belum sarapan pagi sama sekali.Sedangkan Nada tentunya setuju saja, sampai akhirnya makan dengan lahapnya.Sementara Tama hanya tersenyum melihat kelakuan konyol Nada.Wanita yang memang bertingkah aneh dan membuatnya merasa nyaman.Di saat wanita di luar sana menunjukan sesuatu yang paling bagus dari dirinya, namun tidak dengan Nada yang malah bertingkah layaknya seperti anak kecil yang apa adanya.Dan jangan lupa panggilan Nada barusan, Om? Sungguh sangat lucu sekali.Tapi bagaimana lagi, sebab Tama pun mengerti akan Nada yang mungkin sudah terlanjur nyaman dengan panggilan tersebut.Meskipun demikian tetap saja perlahan harus di arahkan dengan baik, sebab Tama tak ingin orang lain menganggapnya membawa keponakannya sendiri."Om, Nada ke to
Kali ini Nada tidak marah saat Tama mengetuk kepalanya, melainkan tersenyum dan merasa malu."Nada salah ya, Om?"Tama hanya bisa diam saat Nada bertanya demikian, jika pun salah mungkin di mata seorang Tama Nada adalah wanita yang paling benar.Bahkan tidak boleh ada yang menyalahkan wanitanya tersebut diluar sana.Jika pun ada yang menyalahkan wanitanya itu tidak lain hanya dirinya sendiri saja yang berhak, namun tidak.Nada terlalu bersinar di matanya, melekat di hatinya dan begitu hangat didekapnya."Enggak sayang," Tama pun tersenyum, tetapi sesaat kemudian merasa ada yang aneh, "ini aroma apa?""Hihihi, Om! Nada, malu!""Hehe, dasar konyol!" Tama juga hanya tertawa melihat kekonyolan Nada."Wangi nasi goreng ini Om, enak kok," kata Nada di selingi tawa yang menggelegar."Dasar bocah tengil!" Tama pun lagi-lagi mengetuk kepala Nada, kelakuan wanita itu selalu saja aneh tanpa ada yang bisa menandinginya.Tapi bukankah mencintai itu adalah saat kita mampu menerima segala kekurangan
Setelah mengantarkan Nada pulang, Tama pun segera menuju cafe tempat dirinya dan Fikri membuat janji bertemu.Ada sebuah pekerjaan yang harus mereka bicarakan, seharusnya siang tadi. Tetapi, Tama membatalkan sepihak karena memilih bersama dengan Nada selama seharian ini."Lama sekali, lagi-lagi kau membuat Fikri Agatha Sanjaya menunggu!" Kata Fikri dengan wajah datarnya.Menemui Tama begitu sulit, beruntung Tama adalah seseorang yang cukup berjasa dalam perjalanan cintanya dengan Mentari.Sehingga, Fikri merasa memiliki hutang budi pada Tama.Pria duda yang selalu berganti-ganti wanita itu, bahkan sangat suka bermain dengan siapa saja."Maaf," Tama juga merasa tidak enak, namun bagaimana lagi.Sebab, Nada memang sangat berarti di hatinya saat ini dan selamanya."Wanita dan pekerjaan tidak ada hubungannya, cobalah untuk membaginya!" Terang Fikri, menebak Tama hari ini membatalkan rapat pasti untuk seorang wanita.Wanita dan entah seperti apa lagi wanita kali ini, sebab Fikri sudah terl
Keesokan harinya Nada pun sudah dengan pakaian rapinya, sebuah kemeja dan juga rok span yang cukup menambah kecantikannya semakin terpancar saja.Hari ini Nada ke sekolah bersama dengan Mira, namun seperti biasanya pula yang menjemputnya adalah Tama.Setelah menerima pesan, Nada pun langsung keluar dari rumah, kemudian melihat mobil Tama yang sudah terparkir di luar sana.Dengan tas kecil di tangannya Nada pun memasuki mobil Tama.Pagi yang cerah semakin membuat suasana kian cerah pula."Apa kabar sayang?" Tanya Tama."Baik Om," Nada pun tersenyum, wajahnya benar-benar berbinar dengan sempurna.Jatuh cinta membuatnya lupa dan berubah seketika, bahkan Nada sudah benar-benar tidak bisa kehilangan Tama."Ya ampun, calon istri ku cantik sekali," Tama semakin tidak bisa beralih pada yang lain, sungguh mencintai Nada adalah sebuah kebahagiaan yang tidak terkira."Emang dari kemarin-kemarin Nada nggak cantik?""Cantik, kamu selalu cantik," Tama pun mengelus kepala Nada dengan penuh kasih say
Sepulang dari sekolah kini Nada berada di kediaman Mira, sedang makan siang bersama.Semuanya tampak biasa saja, tanpa ada yang berbicara sama sekali."Kamu tidak ingin berenang?" Tanya Mira.Sebab, biasanya Nada akan selalu meminta ijin untuk berenang sepulang dari sekolah.Mungkin juga sudah cukup lama Nada tidak berenang.Apa lagi Mira tidak tahu mengapa Nada tak pernah datang ke rumahnya selama Tama berada di luar negeri.Tanpa diketahuinya jika bocah itu sempat dilanda kegalauan tingkat tinggi akibat rasa cemburu yang luar biasa."Lagi nggak pengen Ma, Nada lagi mager," jawab. sambil mengunyah makanannya."Begitu," Mira pun mengangguk mengerti."Tama ke kantor dulu ya Ma," Tama pun meneguk mineral, kemudian bangkit dari duduknya."Iya, tapi Nada belum boleh pulang. Mama sendirian di rumah, nggak punya temen," kata Mira."Ya Ma, Nada pulangnya setelah Om Tama pulang," jawab Nada.Tapi apa yang dikatakan oleh Nada malah membuat Mira tertawa."Om? Ahahahhaha......" Tawa Mira benar-
Hingga akhirnya napas Nada pun kembali normal, setelah yakin dengan pakaiannya yang sudah rapi segera Nada menuju kamar Mira yang memang hanya berada di lantai dasar.Tidak terlalu jauh melangkah menuju kamar Mira, hingga kini sudah berdiri di depan pintu kamar.Nada pun mengangkat tangannya dan mengetuk pintu.Tok tok tok.Pintu yang setengah terbuka tidak lantas membuat Nada masuk tanpa ijin, sebab bagaimana pun juga dirinya hanya orang asing di rumah tersebut.Lagi pula Nada sudah diajarkan kesopanan oleh kedua orang tuanya semenjak kecil.Sementara Mira tampak tersenyum saat melihat Nada di sana."Masuk sayang."Nada pun mengangguk kemudian masuk, sesuai dengan perintah Mira."Ada apa Tante?""Duduk," Mira pun menepuk ranjang kosong di sampingnya.Hingga akhirnya Nada pun duduk di sana, menantikan sesuatu yang akan dikatakan oleh Mira nantinya."Tante mau mengucapkan terima kasih," Mira memegang kedua tangan Nada, tampak hanya ada tatapan ketulusan yang terpancar dari matanya.Mem