"Kenapa Tama harus merasakan ini Ma, kenapa Antoni berhiyanat dengan istri Tama sendiri!" Tanya Tama.Mira memeluk anaknya, berusaha untuk memberikan sedikit ketenangan.Mira tahu seperti apa Tama yang sangat mencintai Keyla, bahkan rela melakukan apapun demi kebahagiaan istrinya tersebut.Namun siapa sangka jika ketulusan tak selamanya dibalas dengan ketulusan, malahan Tama harus merasakan bertapa pahitnya mencintai tetapi dikhianati.Sungguh luka tanpa darah jauh lebih menyakiti dari pada luka yang tampak dan berdarah.Semua kenangan indah hancur begitu saja, cinta yang terbina kini hilang tanpa sisa.Di saat Tama memimpikan masa tuanya dengan Keyla bahagia bersama, tetapi tidak dengan sebaliknya.Bahkan anak yang di kandung Keyla pun bukanlah anaknya, padahal selama ini sudah bermimpi akan menjadi seorang Ayah dari wanita yang dicintainya tersebut.Bahkan menceritakan pada teman-temannya, tentang dirinya yang akan menjadi seorang Ayah dengan bangganya."Kamu masih belum bisa melupak
"Nada, kamu yakin?" Tanya Sarah."Ayolah, Sarah. Apa kau pernah pergi ke club malam?" Tanya Nada.Sarah pun menggelengkan kepalanya, sebab selama ini dirinya hanya menjadi anak rumahan yang menurut pada apapun yang dikatakan oleh Ibu dan Ayahnya."Baiklah, sepertinya asik juga," Sarah pun mengangguk setuju.Menurutnya sesuatu yang menantang itu memang sangatlah indah."Tapi rahasiakan dari Ibu dan Ayah ku?""Rahasiakan dari Ayah dan Bunga ku juga?""Setuju!" Keduanya pun berseru, seakan begitu bahagia setelah merencanakan untuk melepaskan penat malam minggu ini.Bahkan Nada menjual tas branded miliknya, sebab dirinya yang tak memiliki uang.Keduanya berteriak setelah memasuki sebuah club'malam, dengan perjanjian tak ada yang boleh minum.Karena tak ingin menjadi masalah, itulah kesepakatan yang diberikan oleh Nada yang takut mendapat masalah lagi.Suara dentuman musik membuat keduanya terus saja berjoget dengan lincahnya, berteriak melepaskan penatnya permasalahan terutama Nada yang k
Sedangkan di tempat lainnya seorang pria dengan kepala yang diperban sedang melihat rekaman cctv club malam.Dimana tampak rekamannya saat dihantam oleh seorang wanita.Beberapa kali Tama mengulangi rekaman agar melihat wajah wanita sialan yang sudah membuat masalah dengannya."Kenapa ada jalang yang berani melakukan ini, aku akan membuatnya menyesal," umpat Tama.Tama pun menutup laptopnya, kemudian menyambar ponselnya.Dirinya ada rapat penting untuk pagi ini, hingga harus segera berangkat.Sedangkan kepalanya terus saja berdenyut nyeri, dalam hati akan mencari kemanapun wanita itu pegi.Bahkan sampai ke ujung dunia sekalipun, tidak akan ada kata menyerah.Hingga sesampainya di perusahaan milik Fikri dan sialnya malah menertawainya."Kau tahu? Ini karena seorang wanita jalang," kata Tama."Jalang?" "Iya, biasanya wanita di sana yang menjajakan tubuhnya pada ku. Tapi, kali ini?" Tama mendesus kesal, sambil terus berusaha mengingat wajah wanita tersebut."Aku tidak menyangka ada juga
Tangisan Nada membuat Tama merasa iba, seketika itu bangkit dari atas tubuh wanita tersebut.Begitu pun dengan Nada yang segera menuruni ranjang, kedua tangannya meremas kemejanya. Sedangkan wajahnya begitu sembab.Tatapan mata Tama yang tajam seakan menatapnya penuh intimidasi."Kamu yakin masih perawan?" Tanya Tama dengan suara beratnya.Sulit sekali ingin merasakan tubuh wanita itu saja, karena banyaknya drama.Saat ini Tama hanya ingin dihargai, sebab malam tadi dirinya merasa direndahkan oleh seorang wanita di hadapan orang banyak.Bahkan Tama berencana untuk membawa Nada ke tempat hiburan malam itu, kemudian melayani banyak pria hidung belang di sana.Benar-benar untuk membuktikan bahwa seorang wanita memang tidak pantas untuk dihargai."Om, Nada benar-benar minta maaf."Tama pun terdiam sambil menimbang sesuatu, meyakinkan dirinya bahwa apa yang dikatakan oleh wanita itu benar adanya atau hanya sekedar mengelabuinya saja.Sebab wanita adalah racun dunia, sangat suka menipu deng
Nada masih berdiri di tempatnya, menantikan perintah dari Mira maupun Tama akan pekerjaan yang harus di kerjakan.Satu bulan kedepan.Tidak masalah, asalkan masalah terselesaikan dengan baik tanpa membuatnya kehilangan keperawanan.Lagi-lagi itulah alasan tepatnya, bayangkan juga jika dirinya harus masuk ke dalam penjara?Sudah pasti Adam akan tahu dan pasti akan sangat kecewa atas perbuatannya yang selalu hanya bisa menyusahkan keluarga.Tidak!Nada sudah membulatkan tekadnya untuk menjadi anak baik, hingga Adam sendiri yang mengakuinya sebagai dengan penuh kebanggaan tanpa diminta oleh Nada seperti selama ini."Nada, temani Tante masak yuk," Mira begitu senang bisa memiliki teman.Hingga dirinya begitu antusiasnya mengajak Nada untuk masak bersama dengannya.Nada pun mengangguk dan membantu mendorong kursi roda Mira.Mira yang masih menjalani kemoterapi pasca operasi kanker payudara kini harus menggunakan kursi roda untuk membantunya berjalan.Tubuhnya yang mudah lelah cukup membuat
Dari pada banyak berbicara dengan Nada lebih baik langsung menyeruput kopi tersebut pikir Tama.Sedangkan Nada masih diam saja ditempatnya, karena menantikan kalimat pujian setelah Tama nantinya mencicipi kopi buatannya dengan rasa penuh percaya diri."Kenapa masih di sini?" Tama malah kesal melihat bocah ingusan yang malah cengar-cengir di hadapannya.Di mata Tama lebih terlihat seperti pengemis yang meminta receh."Nggak papa, Nada cuman mau dengar komentar Om aja," Nada pun tak ingin lebih lama dihadapan Tama, selain ingin melihat exspresi wajah Tama setelah mencicipi kopi ternikmat di dunia ini dan kopi itu tentunya adalah kopi buatannya itu.Lagi pula setelah itu Nada pun ingin menyombongkan dirinya.Menyombongkan pada Tama bahwa tangan mulusnya sangat pintar dalam menyeduh kan kopi.Setelah itu Nada pun akan memasak, saat di cicipi lagi makanan nya pun akan kembali membungkam mulut Tama.Nada tersenyum samar penuh kebahagiaan dan siap menantikan detik-detik kebanggaannya tersebu
Sore harinya Nada pun bersiap-siap untuk pulang, tetapi sebelum pulang budayakan untuk berpamitan.Karena kesopanan harus tetap dijunjung tinggi, setinggi langit biru, meskipun selalu saja berbuat aneh."Nada pamit Ya Tante."Mencium punggung tangan Mira, dan tersenyum manis membuat hati wanita itu terasa sejuk."Besok jangan lupa untuk kembali.""Siap Tante."Setelah berpamitan pulang, akhirnya Nada pun melangkahkan kakinya menuju gerbang.Namun, setelah beberapa lama di sana tidak juga ada kendaraan umum yang lewat.Padahal hari mulai gelap, bahkan mendung juga tampaknya akan turun hujan lebat.Hingga akhirnya mobil Tama pun keluar dari gerbang."Om," Nada pun berdiri cepat di depan mobil tersebut.Itulah cara untuk mengehentikan laju mobil tersebut, tepatnya menghadang.Hingga Tama pun terkejut dan seketika mengerem dengan mendadak."Apa yang dilakukan oleh wanita gila ini!" Umpat Tama yang masih dalam keterkejutannya.Sesaat kemudian Nada pun mengetuk kaca mobil.Mengetuk dengan
"Ok," Nada memperhatikan penampilannya hingga beberapa kali, dari pantulan cermin."Wah, rapi bener," celetuk Sarah melihat Nada yang tengah sibuk melihat dirinya."Emang kamu?""Aku kenapa?"Nada pun mendesus, kemudian menarik Sarah untuk lebih dekat dengan cermin."Lihat penampilan kamu, kamu mau ke kampus bukan mau malak!" Kata Nada dengan gemas.Tidak ada jiwa seorang perempuan yang melekat pada diri Sarah, hanya terlihat persis seperti lelaki yang begitu kekar."Napa, suka-suka gua!" Kata Sarah dengan tidak suka, "heh, entar bawa makanan lagi ya.""Sip, aku berangkat ya.""Aku juga ngampus, entar kalau kamu mau balik telpon aku. Soalnya Ibu marah kalau kita nggak bareng terus kemana-mana.""Beres."Begitulah kedekatan mereka berdua, walaupun keduanya belum lama ini saling mengenal satu sama lainnya.Sarah yang memang menjalankan tugas dari Sumi dan Nada yang sedang berusaha untuk menemukan jati dirinya.Tak ingin terus berada di bawah ketiak sang Ayah yang selama ini selalu menga