Zidan tidak mengerti dengan Renata, ada banyak kejanggalan yang terasa.Sampai dirinya sendiri tidak diinginkan masuk.Ada apa?"Zidan, kamu kenapa?" Mala membuyarkan lamunan Zidan saat akan memasuki rumah.Zidan pun sejenak menghentikan langkah kakinya, kemudian menatap Mala yang menunggunya untuk berbicara."Renata mana?" Lagi-lagi Mala melayangkan pertanyaan, melihat menantunya tidak juga turun dari mobil setelah Zidan."Renata di rumah Kak Sindi Ma, dia tidak mau pulang."Wajah Zidan yang murung tidak dapat ditutupi, kebingungan akan sikap Renata benar-benar menyimpan pertanyaan besar."Kamu ribut sama Renata? Kamu memukulnya lagi? Atau memakinya?" Mala merasa tekanan darahnya mendadak naik, pikiran-pikiran buruk pun kian menjadi-jadi.Renata tidak akan pergi jika tidak disakiti, jika saja itu benar maka Mala orang pertama yang dihadapi oleh Zidan.Belum lagi Renata sedang mengandung cucu keduanya."Nggak Ma, Zidan juga tidak tahu kenapa dia begini.""Kamu yakin?" Tanya Mala penuh
Tau seperti apa perasaan Zidan saat ini?Sakit!Pernyataan Renata benar-benar membuatnya hampir tak bisa bernapas, sesulit itulah selama ini menjalani kehidupan ini.Sampai diposisi seperti ini pun harus memohon kepada seorang suami.Tangan Zidan sampai terasa kaku saat akan memeluk Renata, rasanya begitu berat setelah apa yang didengarnya."Keadaannya yang tidak memungkinkan, aku akan tetap mencintaimu. Menyayangimu, dalam keadaan apapun. Sekalipun kamu hanya memberikan satu anak untuk ku, Mentari sudah lebih dari segalanya," ucap Zidan.Renata menggeleng, bertahan dalam keputusan yang memang sangat menyulitkan."Katanya kamu cinta, aku cuma minta mempertahankan anak ini. Tapi kamu tidak mau.""Ini bukan cuman, Renata, ini masalah serius!""Aku nggak mau."Zidan tidak mampu lagi berkata-kata, semua yang dikatakan tidak ada yang bisa membuat Renata berhenti untuk tetap melanjutkan segalanya.Keputusan yang teramat sulit untuk dipilih."Kecil kemungkinan janin itu bisa tetap bertahan R
Beberapa bulan kemudian.Hari ini adalah hari yang paling membahagiakan untuk Kinanti dan Adam, tetapi ada juga rasa yang menegangkan.Dimana Kinanti tengah berada diruang operasi sesar, berjuang untuk melahirkan anak ketiganya. Adam menemani Kinanti.Memegang tangan Kinanti saat Dokter sedang berusaha.Adam memang bukan dokter yang melakukan operasi terhadap Kinanti, terlalu panik membuatnya sulit untuk berkonsentrasi. Sehingga, tidak berani mengambil Resiko.Sampai akhirnya beberapa saat kemudian bayi perempuan pun berhasil dilahirkan, sehat dan juga begitu gemuk.Tangisan bayi menggema, Kinanti memeluk putrinya dengan rasa bahagia yang tidak terkira.Sesaat kemudian dibawa keruang lainya menjalani pemulihan."Namanya siapa?" Tanya Sarah dengan bahagia, cucu ketiganya dari pernikahan Adam dan Kinanti pun terlihat begitu cantik.Bahkan bobotnya yang juga begitu berat, membuat bayi itu semakin terlihat menggemaskan."Namanya Daki," kata Kenan memberikan solusi."Daki?" Semua langsung t
"Kalian ngomongin apa sih?" Tanya Kinanti.Sebab ketiga wanita itu bingung melihat suami mereka yang tiba-tiba menjadi aneh."Ada, ini sesuatu yang penting," jawab Adam tanpa menjelaskan pada istrinya."Ada-ada saja," Kinanti pun beralih menatap Zahra, "tapi nanti kalau anaknya lahir dikasih nama siapa?" Kinanti merasa iri pada Zahra.Tentu saja, sebab sekali hamil saja langsung mengandung anak kembar.Wanita mana yang tidak menginginkannya?"Belum kepikiran sih," jawab Zahra dengan polosnya."Gimana kalau namanya, Zapi dan Zadi!" Usul Serena."Ahahahhaha," Zahra seketika tertawa mendengar nya."Kamu itu cocoknya gabung sama Kenan. Nama adiknya Daki," ujar Kinanti sambil tersenyum-senyum."Zafi itu Zahra Ferdian, Zadi juga sama. Zahra Ferdian," Serena masih kekeh dengan usulan nama bayi yang menurutnya sangat unik itu."Nggak sekalian Nadi dan Fizza?" Seloroh Zahra."Sudahlah, sebaiknya kalian pulang aja, aku bisa kelepasan ketawa karena kegilaan kalian!" Omel Kinanti."Kamu ngusir?"
"Kamu mau beli apa? Abang mau beli minuman," kata Bayu.Bayu menepikan mobilnya di depan sebuah supermarket, kemudian melirik Serena."Adek mau pilih sendiri aja.""Kamu disini saja, nanti kecapean. Barusan juga kebanyakan ketawa.""Ya udah, minuman dingin aja."Bayu pun segera turun dan memasuki supermarket, kemudian mencari beberapa barang termasuk makanan dan minuman pesanan Serena.Saat Bayu sedang memilih beberapa benda, terasa ada yang menepuk pundaknya.Bayu pun menoleh dengan sedikit terkejut."Apa kabar?" Tanya wanita tersebut."I-iya, baik," Bayu sedikit gelagapan, sedikit tidak nyaman."Kamu kenapa? Kayaknya shock banget?" Tanya Afifah lagi."Nggak papa, kamu apa kabar?" Tanya Bayu kembali bertanya hanya untuk berbasa-basi."Aku beli susu hamil, aku udah nikah. Nanti kapan-kapan kita ketemuan dan aku akan mengenalkan suamiku.""Iya," Bayu pun mengangguk, tidak tahu harus mengatakan apa.Sebab buru-buru karena takut Serena marah, karena terlalu lama menunggu.Sedangkan Seren
Sudah 2 jam lebih 2 detik Serena berada di rumah kedua orang tuanya, dan ini sudah kali yang ke 100 mungkin Serena melihat jam tangannya, tetapi sampai saat ini pun Bayu tidak menyusulnya sama sekali.Mengambil ponselnya dari dalam tas, berharap ada panggilan masuk dari Bayu.Wajah kesal Serena semakin terlihat, tidak ada sama sekali panggilan telpon dari suaminya tersebut."Atau dia lagi mesra-mesraan sama wanita itu di rumah! Awas saja kalau iya!" Serena pun meremas ponselnya dan ingin melempar.Tetapi teringat wajah Bayu, itu adalah ponselnya yang dibeli oleh Bayu.Akhirnya Serena pun mengurungkan niatnya, memilih memeluk ponselnya.Tapi hanya sebentar saja, meletakan ponselnya pada ranjang dan segera menuju dapur.Duduk di kursi meja makan sambil memanggil seorang Art."Bik, Serena mau nasi putih. Telur mata sapi 5 pakai kecap manis!" Sesaat kemudian makanan pun sampai, tapi merasa kesal karena telurnya tidak sesuai dengan keinginan nya."Kok cuma 4! Serena bilang 5!""Itu 5 Neng
"Mommy," Mentari bersorak gembira melihat kepulangan kedua tangannya.Beberapa hari tidak bertemu tentu membuat kerinduan yang begitu mendalam.Renata pun memeluk putrinya dengan erat, menciumi pipi, hidung, kening dan bibir putrinya dengan penuh kerinduan."Tari kangen.""Mommy, juga kangen banget."Kemudian Mentari beralih memeluk Zidan, "Daddy nggak kangen Tari?"Zidan pun tersenyum melihat putrinya, kemudian mengangkat Mentari."Kangen sekali," kata Zidan dan menciumi wajah putrinya."Bagaimana?" Tanya Mala yang juga menyambut kepulangan Renata dan Zidan pagi ini.Renata hanya bisa menunduk dengan wajah pucatnya.Tidak ada yang perlu dijelaskan oleh bibirnya, semua masih saja sama.Dirinya sudah pasrah dengan apapun yang akan terjadi kedepannya.Mala pun mengerti dengan perasaan Renata, mengusap punggung Renata dengan penuh kasih sayang mungkin bisa meringankan sedikit beban menantunya tersebut."Daddy, ke kamar dulu ya. Daddy mau istirahat," pamit Zidan setelah menurunkan Mentari
"Apa kabar," Renata pun tersenyum saat memasuki kamar Kinanti.Berjalan dengan kaki jenjangnya perlahan semakin mendekati sang pemilik kamar."Baik, apa kabar?" Kinanti pun menyapa dengan tidak kalah antusias.Beberapa lama tidak bertemu ada rasa rindu sedikit banyaknya dalam hati keduanya, bukan soal masa lampau yang menyakiti.Tapi masa-masa yang terlewati penuh dengan keikhlasan dan kesabaran, lalu menciptakan sebuah hubungan. Sehingga kini seakan keluarga tanpa pernah berada dalam dilema yang sama."Mana baby nya?""Ini Tante," Kinanti pun menirukan suara anak kecil, menunjukan baby Nada yang kini dipeluknya.Renata tersenyum bahagia sambil mencolek wajah mungil bayi itu."Akhirnya, dapat anak cewek juga," ujar Renata penuh haru."Iya, dan sepertinya lengkap sudah," lanjut Kinanti dengan raut wajah bahagia.Seorang ibu yang melahirkan dengan rasa sakit yang begitu luar biasa.Anehnya rasa sakit terasa sirna setelah melihat wajah mungil buah hati tercinta.Semua ibu tentu begitu,