"Mas, apaan 'sih?" Tanya Kinanti bingung.Sepertinya tidak ada masalah tetapi Adam malah membuat masalah.Adam pun melengos pergi ke kamar, entah mengapa dirinya mendadak tidak terkendali saat ini."Mas!" Panggil Kinanti masih berada di luar.Kinanti pun melihat Bayu."Ini karena kamu!""Kenapa aku?" Tanya Bayu bingung."Ngapain kamu panggil Hendra barusan?""Suami mu saja yang sensitif!" Bayu pun berusaha untuk membela dirinya."Itu Afifah juga nanyain kamu, kamu pernah cium dia kan?" Tanya Kinanti kesal."Cium?" Tanya Serena yang dari tadi hanya diam saja mendadak berbicara."Mana ada!" Elak Bayu takut Serena marah.Kinanti pun segera masuk menyusul Adam yang sudah masuk terlebih dahulu.Kinanti pun mendorong pintu kamar dengan perlahan, setelah itu melangkah masuk mendekati suami nya yang tengah duduk di sisi ranjang.Perlahan Kinanti duduk di samping Adam, ingin membujuk suaminya agar suasana menjadi lebih baik."Mas," Kinanti pun menyadarkan kepalanya pada lengan Adam.Adam menat
"Sekarang cuci tangan mu itu!" Adam menatap tangan Kinanti yang menggantung.Kinanti masih diam di tempatnya, tidak mengerti mengapa Adam memintanya mencuci tangan."Kenapa masih diam?" Seru Adam melihat Kinanti masih berdiri di tempatnya tanpa ada niatan untuk bergerak."Cuci tangan? Buat apa?" Kinanti pun memberanikan diri untuk bertanya, sambil berpikir jika benar otak Adam sedang konslet karena emosi."Aku tidak suka di memegang tangan mu! Cuci sekarang!"Kinanti pun menatap tangannya, tidak ada yang kotor sama sekali."Kami cuma salaman Mas, tangan Kinan nggak kotor!" Kinanti pun menunjukkan tangannya pada Adam, "bersih!" Imbuh Kinanti meyakinkan Adam."Bagi Mas, kotor!" Adam pun menarik Kinanti menuju kamar mandi, mencuci tangan Kinanti dengan air mengalir dan memberikan sabun hingga beberapa kali, kemudian dibilas hingga di rasa bersih.Kinanti hanya diam menerima, meskipun sebenarnya kesal, dirinya tidak ingin membantah takut ada keributan dan sampai ditelinga Rahmat yang belu
Di tempat lainnya, seorang wanita juga tengah membersihkan tubuhnya.Renata juga merasa lelah setelah perjalanan panjang, hari yang mulai gelap membuatnya ingin mengistirahatkan tubuh lelahnya.Setelah selesai dengan ritual mandi, tubuhnya terasa lebih segar.Segera memakai piama dan memoles wajahnya dengan beberapa peralatan kecantikan malam.Setelah itu Renata membuka tasnya dan mengambil benda kecil, tidak lupa segelas air yang tersedia di meja dan meneguk sebuah pil.Zidan terdiam di ambang pintu kamar yang terbuka lebar, dirinya mendadak mematung setelah melihat Renata meminum pil KB.Zidan tidak mungkin salah melihat, obat itu sudah menjadi bagian dari hidupnya sebagai seorang dokter kandungan.Dalam hati Zidan bertanya-tanya, apakah Renata tidak mau mengandung anaknya lagi?Beberapa saat kemudian mata Zidan melihat Renata menyimpan kembali pil tersebut ke dalam laci meja rias.Artinya kemana saja Renata membawa dan tidak lupa untuk menelannya, buktinya sebelumnya mengambil dari
"Apa ada hubungannya dengan dulu Serena meminum pil KB, ada efek sampingnya ke rahim?" Tanya Renata lagi penasaran.Zidan memiringkan tubuhnya menatap Renata, dirinya terdiam tanpa menjawab.Renata pun mematikan lampu dan menyalakan lampu tidur."Kamu merasa tertekan nggak sama aku?" Zidan tidak ingin membahas perihal orang lain, dirinya hanya ingin berbicara dengan Renata dari hati ke hati.Tidak ingin ada salah paham Zidan ingin transparan dalam urusan rumah tangga di antara mereka berdua."Kok nanya gitu?" Renata kembali bertanya kepada Zidan, sebab dirinya tidak merasa hal yang sama seperti dulu.Kini Zidan jauh berbeda, apa lagi Mentari sangat bahagia memiliki keluarga yang lengkap."Aku minta kamu kasih aku anak satu lagi saja, minimal 2 anak," pinta Zidan penuh harap.Renata tidak tahu apakah harus mengatakan iya atau tidak.Sampai akhirnya ingatan beberapa Tahun silam kembali berputar.Flashback on.Beberapa tahun lalu, Renata pendarahan hebat. Usia kandungannya masih 7 Bulan,
Suara ponsel Renata terus berdering, hingga dirinya yang terlelap dalam tidur merasa terusik. Matanya masih terlalu mengantuk apa lagi pelukan Zidan yang begitu hangat semakin membuatnya enggan untuk bangun.Akan tetapi suara ponselnya terus saja terdengar, dengan setengah kesadaran Renata pun mengambil ponselnya di atas meja nakas dan menerima panggilan tersebut."Halo," jawab Renata dengan suara khas bangun tidur."Renata, keadaan Mama kritis. Mama di larikan ke rumah sakit subuh tadi, sekarang kamu ke rumah sakit. Kakak, sedang di bandara dan sebentar lagi akan berangkat ke Indonesia," kata Sindi dari sebrang sana.Renata pun seketika kehilangan kantuknya, shock mendudukkan tubuhnya dengan selimut putih yang menutupi tubuh polos nya.Zidan pun ikut terbangun saat merasakan gerakan cepat dari Renata, melihat raut wajah yang tidak biasa membuatnya menjadi bertanya-tanya."Kakak, tahu dari mana?" Tanya Renata belum percaya dengan berita yang di sampaikan oleh Sindi, Kakak sulungnya."
"Kamu nemenin Zidan?" Tanya Kinanti yang tidak sengaja berpapasan dengan Renata di lorong rumah sakit.Renata pun tersadar dan menatap Kinanti, menghentikan langkah kakinya."Nggak, Mama di rawat. Darah tinggi Mama kambuh, pagi tadi dibawa ke sini," jelas Renata.Kinanti pun mengangguk."Begitu? Ya udah, aku ke ruangan Mas Adam dulu. Abis itu aku jenguk Tante Irma," kata Kinanti."Iya, aku juga mau ke depan dulu. Mentari minta dibelikan buah," pamit Renata.Kinanti pun mengangguk dan segera menuju ruangan Adam.Setelah selesai menjalani pemeriksaan kandungan segera menuju ruang rawat Irma.Kinanti bisa melihat keadaan Irma yang begitu lemah, terbaring di atas brankar dengan Mentari yang duduk di kursi sambil bercerita panjang lebar.Tiba-tiba saja tubuh Irma kejang-kejang hingga segera di pindahkan ke ruang ICU untuk penanganan lebih baik.Sindi pun sampai, dengan membawa ketiga anaknya.Menangis tersedu-sedu berpelukan bersama Renata tidak kuasa melihat Irma yang tengah berjuang untu
"Permisi Dok," Zahra masuk ke ruangan Zidan dengan terburu-buru, bahkan dengan napas yang terengah-engah.Sekalipun tersadar apa yang dilakukannya tidaklah sopan, masuk tanpa ijin dari pemilik ruangan tentunya tidak baik."Maaf, saya langsung masuk, Tante Irma sudah sadar dan ingin bertemu dengan anda," kata Zahra dengan suara bergetar.Zidan merasa bersyukur karena artinya keadaan mertuanya lebih baik, akan tetapi untuk apa Irma ingin bertemu dengan dirinya."Iya, saya bangunkan istri saya dulu," jawab Zidan kemudahan Zahra pun keluar dari ruangan tersebut.Zidan melihat tidur Renata masih begitu lelap, ada rasa tidak tega untuk membangunkannya. Tetapi, ini juga kabar gembira yang harus di dengar istrinya."Renata, bangun," dengan perlahan dan hati-hati Zidan pun membangunkan Renata.Mata Renata pun perlahan terbuka, dan menatap Zidan.Bangkit dari tidurnya dan duduk di samping Zidan."Aku ketiduran ya," Renata tidak menyadarinya ternyata sudah terlelap dalam sekejap saja.Zidan meng
Pakaian putih masih terpakai, selendang yang menutupi kepalanya pun masih ada. Renata duduk di sisi ranjang.Ranjang milik mendiang sang Mama, sungguh rindu yang terberat adalah merindukan seseorang yang sudah tiada.Di kamar ini, kamar yang cukup luas dengan desain modern.Semua masih seperti dulu, semua letak barang-barangnya pun masih saja sama. Irma sendiri yang menatapnya.Kenangan.Semua tinggal kenangan, sisa-sisa bayangan pun kini menjadi sebuah penghibur dalam luka yang begitu dalam.Bukan.Bukan meratapi keadaan, hanya saja butuh waktu untuk berdamai dengan keadaan.Mata Renata menatap bingkai foto yang terpajang pada dinding kamar, dimana ada dirinya, sang Kakak dan kedua orang tuanya.Semua sudah terbungkai rapi dengan penuh kenangan suka mau pun duka."Kamu kuat," Kinanti duduk di samping Renata, menepuk pundak wanita yang kini dilanda kerapuhan.Entahlah.Renata bahkan tidak menyadari kehadiran Kinanti di sekitarnya."Terima kasih," Renata tersenyum, merasa bersyukur kar