Bab 169 gratis

Makasih buat Kakak pembaca setia, karena nggak ada yang mau di kasih GA.

Maka Author kasih bab gratis.

Hehehe.

Selamat membaca.

Renata sudah di perbolehkan untuk pulang, selama beberapa hari ini Zidan ikut mengurus Renata selama di rawat di rumah sakit.

Itupun karena, Mala. Jika, saja bukan karena, ancaman tentunya Zidan akan menolak terang-terangan.

"Cepat makan sendiri, tidak usah manja!" Zidan meletakkan makanan pada meja nakas dengan kuat, bahkan mineral di dalam gelas ikut bergoyang dan sedikit keluar.

"Jangan pernah merasa di atas angin setelah beberapa hari ini kau terus menjadi pemenangnya!"

"Zidan!"

Mala masuk dengan tergesa-gesa, telinganya mendengar bentakan Zidan begitu kasar.

Amarahnya ingin sekali meluap, akan tetapi masih di tahan sebab, besannya Irma masih berada di rumahnya setelah pagi tadi mengantarkan Renata kembali ke rumah.

Zidan pun memilih diam merasa tak ingin berdebat dengan sang Mama yang hanya berakhir membuatnya tersudutkan.

Tak lama berselang Irma menyusul masuk, dan berpamitan pulang.

Ada rasa sedih di hati Rehana saat melihat Irma perlahan menghilang dari pandangan matanya. Akan tetapi, apa yang sudah menjadi keputusan harus dipertanggungjawabkan.

Termasuk bertahan dalam rumah tangga yang kelamnya.

Sampai saat ini pun Renata masih memilih diam menahan segala lukanya, menahan rasa sakit yang sebenarnya sudah tak tertahan lagi.

Pada dasarnya Renata adalah wanita tertutup.

Baik dalam hal apapun lebih memilih memendam tanpa ingin membaginya pada siapapun.

Tak terkecuali pada Irma.

Dan semua akan kembali seperti semula, karena sudah di rawat di rumah tentu Zidan tidak akan lagi baik.

"Renata, kamu istirahat saja. Agar kondisi mu segera pulih! Dan kamu Zidan, lebih baik keluar dari kamar ini!"

Zidan pun keluar dari kamar dengan senang hati, siapa yang ingin berlama-lama berada dalam satu ruangan dengan wanita yang sangat di bencinya itu.

_________________________

Hari terus berlalu, Zidan tak pernah pulang sampai detik ini pun.

Tepatnya sejak hari pertama Renata kembali ke rumah.

Entah di mana kini dirinya berada. Biarkan saja datang dan pergi sesukanya.

Lucunya cukup membuat keadaan Renata menjadi lebih baik, terdengar aneh bukan?

Jika wanita lainnya akan sangat bersedih berjauhan dengan suaminya, tak berlaku bagi Renata.

Aneh tapi nyata semua benar-benar lebih baik tanpa Zidan.

Renata tersenyum menatap dedaunan yang bergerak di hembus angin, tubuh yang lemah kini lebih baik.

Sesaat merasa tersentak saat merasa ketukan pada punggungnya.

"Maaf, Mama membuatmu terkejut."

Renata tersenyum sambil mengusap dada, sekalipun merasa terkejut dengan kedatangan Mala yang tiba-tiba.

"Ini Mama bawakan buah untuk mu."

Renata mengambil alih piring dari tangan Mala, menarik mertuanya tersebut ikut duduk di sisi ranjang.

"Renata udah pulih kok Ma. Jadi, Mama nggak perlu lagi mengurus Renata seperti bayi," Renata benar-benar terharu akan perhatian Mala yang sungguh luar biasa.

Andai pernikahan harus di pertahankan mungkin itu bisa jadi karena, Mala.

"Benarkah? Mama senang kalau kamu sudah pulih."

"Iya dong Ma."

Keduanya pun memakan buah yang sudah di potong-potong oleh tangan Mala sendiri, sesekali keduanya tertawa kecil saling melempar candaan.

"Mama mau ke taman belakang dulu, soalnya tanaman Mama sudah rindu sama Mama."

"Renata ikut ya Ma."

"Iya."

Kedua menyiram tanaman dengan penuh bahagia. Terutama Mala.

"Ma, di antara mawar-mawar ini yang mana favorit Mama?"

"Yang ini," Mala menunjukan sebuah pohon mawar dengan bunga merah.

Renata tersenyum mengangguk, warna merah marun itu memang sangat manis sekali pantas saja Mala menyukainya.

"Renata, Mama boleh bertanya sesuatu?"

Renata yang tengah asik menyiram tanaman mawar milik Mala mulai melihat mertuanya tersebut.

Sedangkan Mala pun menghentikan aktivitasnya memotong bagian pohon mawar yang di rasa kurang bagus.

"Kok kayaknya serius banget Ma?"

Mendadak Renata merasa menegang melihat raut wajah Mala yang serius.

Pertanyaan apa yang akan di tanyakan oleh mertuanya tersebut?

Adakah hubungannya dengan masa lalu yang kelam atau pun hal lainnya.

Sejenak Mala terdiam menatap wajah Renata, sedikit ragu tapi cukup membuatnya penasaran.

Renata pun semakin takut, mungkin saja ada sesuatu hal yang akan membuatnya merasa malu.

Entah apa itu.

"Zidan pernah bilang, kamu mandul. Apa itu benar?"

Deg! Jantung Renata berdegup kencang mendengar pertanyaan Mala yang cukup menyakitkan relung hati, hal yang selama ini di takutkan dan berusaha untuk optimis kini kembali terguncang.

Sebutir air mata Renata jatuh di pipi, dada benar-benar sesak. Pertanyaan Mala sungguh sangat membuat luka.

Renata pun menjatuhkan selang air di tangannya pada tanah, kemudian berbalik dan pergi.

"Renata, tunggu dulu," Mala merasa panik dan tidak enak.

"Hay," Serena awalnya ingin bergabung, melihat keseruan Mala dan Renata menyiram bunga.

Akan tetapi, baru saja dirinya sampai di taman belakang Renata dan Mala sudah membubarkan diri.

"Ma, Renata kenapa?" Serena menunjuk Renata yang sudah melengos pergi.

"Iya, itu. Mama salah, padahal Mama cuman bertanya tanpa niat apa-apa."

"Emang Mama nanya apa?"

"Dulu Zidan pernah bilang kalau Renata itu mandul, dan Mama tanya langsung," jelas Mala masih panik.

"Ya ampun Ma, ya jelas lah Renata marah. Dia tersinggung dong dengan pertanyaan Mama!" Serena mengomel terlalu kesal pada Mala.

"Maksud Mama nggak gitu, tapi, itu badan Renata gemukan. Dadanya juga besar begitu, Mama curiga dia hamil, tapi Mama bingung gimana cara ngajak dia periksa ke dokter. Ataupun minta alat uji kehamilan." Papar Mala.

"Hamil Ma?"

"Itu cuman feeling Mama aja, udah ah. Mama mau menemui dia dan minta maaf!"

"Nanti Ma, biarin dia sendiri dulu. Mama juga kalau ngomong besok-besok di pikirkan dulu gitu lho."

"Ya sih, ya udah besok Mama bakalan minta maaf. Semoga Renata mau memaafkan Mama dan nggak tersinggung."

Capítulos gratis disponibles en la App >

Capítulos relacionados

Último capítulo