Tubuhnya tinggi, tegap, hidung mancung, dengan jambang tipis yang terkesan Arrogant. Dengan cepat berita perceraian Adam dan Renata tersebar, hingga kini dirinya sudah mendapatkan gelar duda tampan yang banyak digilai oleh Dokter maupun perawat yang bekerja di rumah sakit, bahkan orang wanita di luar sana.Jika Adam merasa iba atas keadaan dirinya kini, maka lain halnya dengan para wanita di luar sana yang merasa senang dengan perceraian Adam.Artinya dengan begitu mereka memiliki kesempatan untuk bisa menjadi istri pemilik rumah sakit Pelita Bunda tersebut.Seorang dokter, mapan, tampan, tak sulit membuat Adam mendapatkan pengganti Renata. Akan tetapi, Adam pun tidak semudah itu untuk jatuh hati lagi.Dalam hatinya kini hanya ada seorang perawat cantik, Kinanti Anastasia sekaligus mantan istrinya sendiri.Bayangan wajah Kinanti seperti racun ampuh yang memabukkan, hingga membuat mabuk kebayang.Pagi ini pun saat masuk ke UGD matanya melihat Kinanti yang tengah bercerita dengan teman
Adam hanya diam menatap Zidan, ingin mengambil Fikri pun yang ada hanya membuat dirinya malu.Sebab, Fikri masih belum terbiasa dengan dirinya, baiklah. Mulai hari ini Adam akan merebut kembali anaknya, bukankah lebih berhak dari pada Zidan ataupun yang lainnya.Tetapi, mengapa malah kini dirinya begitu asing bagi anaknya sendiri.Karma memang di bayar nyata, Adam hanya bisa berdoa semoga tidak selamanya Fikri menganggap dirinya orang asing."Kinan, boleh Mas bicara?" Tanya Adam menatap wajah Kinanti penuh harap.Mas?Kinanti ingin sekali mengambil air panas dan menyiramkan tepat di bibir Adam.Bibir sialan itu yang dulu selalu memaki dirinya, menjatuhkan talak, bahkan memberikan peringatan untuk tidak jatuh hati pada seorang Adam.Hari ini Adam datang dengan senyum manisnya seakan ingin lebih dekat, maaf. Kinanti tidak akan mudah luluh.Sudah pernah berjuang, di sia-siakan. Setelah di lepas jangan lagi mengharapkan kembali!.Kinanti tidak akan sudi jatuh untuk kedua kalinya dalam lu
Semakin hari Adam semakin tidak karuan, bukan karena, perceraian dengan Renata. Melainkan karena, wajah Kinanti terus saja menghantuinya.Tak mengerti mengapa bisa begitu menderita, sejak berpisah dari Kinanti.Tak pernah terpikirkan bahwa kehilangan Kinanti adalah suatu penderitaan yang berujung menjadi racun dalam hidupnya.Hari-hari Adam penuh dengan kerinduan yang begitu dalam, sayangnya Kinanti sepertinya membuat dinding pembatas diantara mereka.Mungkin itu karena, kesalahan Adam sendiri. Adam yang dulu menciptakan dinding itu. Tetapi, kini dirinya yang tersiksa dengan harapan hampa untuk memiliki Kinanti.Adam memang di ijinkan untuk bertemu dengan Fikri. Akan tetapi, tidak untuk berjumpa dengan Kinanti.Hari ini saja Adam hanya bertemu dengan Fikri, membawa banyak mainan dan juga makanan. Tetapi lagi-lagi Serena lah di minta untuk mengantarkan Fikri padanya.Entah kapan bisa menemuinya, duduk bersama sekali pun hanya beberapa menit saja. Adam merindukan saat-saat memandang wa
"Dok, saya mau mengundurkan diri, saya mohon maaf Dok. Tapi, saya mulai besok bekerja di puskesmas sini. Lebih dekat juga, saya juga punya lebih banyak waktu untuk anak saya."Keputusan tepat adalah, berhenti bekerja menjadi asisten Dokter Zidan, dengan begitu dirinya tak lagi bertemu dengan Adam bila di rumah sakit seperti biasanya.Kinanti sudah tak ingin terus berada dalam lingkungan di mana Adam berada, kejadian kemarin membuatnya benar-benar malu untuk kembali bekerja di rumah sakit.Saat ini berkebetulan Dokter Zidan datang menemuinya, hari libur begini memang selalu memberikan waktu untuk berkunjung ke kediaman Kinanti sekedar bermain dengan Fikri.Bukan bermaksud tidak sopan. Akan tetapi, menurutnya ini adalah keputusan terbaik untuk mengutarakan keinginannya tersebut pada Zidan.Sedangkan Zidan hanya mampu menarik napas panjang, terasa berat untuk mengijinkan Kinanti berhenti bekerja untuknya.Namun, gosip mengenali ucapan cinta yang di utarakan oleh Adam saat di UGD juga sud
"Ya ampun Kinanti, aku ingin sekali mencekik keempat pria gila itu," Serena kembali masuk dan melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu.Kinanti menatap punggung Serena yang perlahan menghilang setelah pintu kamar tertutup rapat.Tak berselang lama ada yang kembali, Ilham kembali menemui dirinya.Kinanti urung melangkah masuk, seketika beralih menatap Ilham."Ada yang ketinggalan Mas?" Kinanti menatap Ilham penuh tanya sambil menatap sekitarnya."Hati aku tinggal di sini," ujar Ilham.Kinanti tersenyum mendengar gombalan Ilham dari dulu sampai kini pria tersebut, masih begitu pandai dalam mengatakan kalimat rayuan."Kinanti, Mas mau bicara berdua saja."Kinanti duduk di kursi begitu juga dengan Ilham."Kita sudah cukup lama berpacaran, sejak masih kuliah. Dan saat ini kamu sudah bercerai, Mas masih mengharapkan kamu," segala yang tersimpan di dalam hati sudah di utarakan oleh Ilham.Selebihnya terserah kepada Kinanti, menerima atau pun menolak."Mas, aku-""Mas, mohon Kinanti. Mas su
Kinanti terperanjat menatap layar ponselnya, menatap laporan transaksi yang baru saja di terima.Adam mentransfer uang pada rekeningnya dengan nominal cukup fantastis."Rp. 200.000.000," Kinanti merasa ada kesalahan mungkin Adam salah menuliskan nominalnya pikir Kinanti.Sesaat kemudian ponselnya berdering, kali ini Kinanti menjawab langsung berpikir mungkin, Adam ingin meminta uang tersebut di kendalikan sebagian besarnya."Halo," jawab Kinanti setelah panggilan terhubung."Transferan uangnya sudah masuk, kan?" Tanya Adam di sebrang sana."Iya, Dok, apa anda salah menuliskan angka? Mungkin Rp.2000.000. Bukan Rp.200.000.000." Kata Kinanti."Dalam satu Bulan aku akan mengirimkan Rp.200.000.000 terserah mau menggunakan untuk apa," jawab Adam di sebrang sambil menatap bingkai foto Kinanti bersama Fikri.Baginya uang tak masalah, tujuan hidupnya sudah tak terarah setelah Kinanti pergi membawa separuh hatinya."Tapi, itu terlalu banyak," Kinanti masih mencoba untuk bernegosiasi, tak enak b
Pagi-pagi sekali rumah Kinanti sudah di gedor, bahkan sampai membuat Fikri menangis karena, suara keributan."Siapa, sih. Kok nggak sopan banget," gerutu Serena.Kinanti berusaha menenangkat Fikri, tidur lelap bocah itu terganggu karena, suara gedoran pintu yang sangat kencang.Sesekali terdengar seorang wanita berteriak meminta untuk di bukakan pintu.Serena membuka pintu dan melihat dua orang wanita, satunya sudah cukup berumur dan satunya lagi mungkin sebaya dengan dirinya."Ada apa ya Bu?" Serena masih berusaha untuk tetap tenang, menimbang orang tersebut lebih tua darinya harus di hormati.Andai saja wanita tersebut adalah wanita seumur dirinya, mungkin saat membuka pintu barusan langsung membenturkan kepala wanita tersebut pada sudut pintu."Saya, Desi Ibunya Ilham dan ini Nara calon istrinya Ilham!" Terang wanita paruh baya tersebut penuh kemarahan dan napas yang naik turun.Serena mengangguk sambil berpikir keras, bingung pada Ibu yang kini berdiri di hadapannya."Ya, ada apa B
Kesibukan Zidan begitu padat, hingga sulit sekali untuk membuat janji dengannya akhir-akhir ini. Melonjaknya jumlah pasien membuatnya kadang sampai kewalahan.Akan tetapi, dirinya sangat bertanggung jawab atas pekerjaannya. Sehingga semua terasa lebih ringan sekalipun sedikit melelahkan.Saat waktu jam istirahat Zidan duduk bersantai sejenak, merilekskan sejenak otot-otot tubuhnya yang menegang.Sambil berpikir untuk mendapatkan asisten yang baru, hingga bisa meringankan sedikit pekerjaannya.Namun, tiba-tiba pintu terbuka, Renata langsung masuk tanpa membutuhkan ijin dari Zidan.Zidan terkejut melihat kedatangan Renata yang tiba-tiba muncul, cukup lama Renata tak mengunjungi dirinya."Zidan, apa kamu masih mencintai aku?" Tanya Renata langsung.Zidan membetulkan posisi duduknya, mendengar pertanyaan Renata bukan membuatnya semakin santai malah semakin menegang.Pertanyaan konyol tersebut seakan membuatnya semakin pusing."Zidan, kenapa hanya diam? Jawab aku! Apa kau masih mencintai