Setelah tersadar dari pingsannya Kinanti duduk di kursi taman yang terletak di bagian belakang rumah, sesekali tangannya memijat kepalanya yang masih terasa sedikit pusing.
"Kinan!"Renata memanggil, hingga membuat Kinanti tersadar dari lamunan panjangnya."Iya Bu Renata." Dengan sigap Kinanti bangun dari duduknya, menatap Renata yang kini berdiri di hadapan nya."Buatkan saya makanan, saya sedang lapar!"Kenapa harus Kinanti, bukankah ada ART lainnya?Kinanti Anastasia seorang perawat cantik yang bekerja merawat dua bocah kecil keluarga Sanjaya, namun anehnya Renata malah memerintah nya untuk memasak.Sedangkan tugas Kinanti hanya mengurusi kebutuhan dua bocah lucu.Tidak ingin berdebat, kaki Kinanti segera berjalan kearah dapur."Mbak Kinan, masak apa?" sepulang sekolah Davina langsung mencari Kinanti di dapur, kali ini pun sama."Eh, Vina, Mbak Kinan masak makanan buat Tante Renata.""Mbak Kinan, buatin Vina telur mata keranjang dong!" celetuk Davina, tetapi maksudnya adalah telur mata sapi.Kinanti tersenyum, sejenak menjauh dari pekerjaannya lalu berjongkok menatap Davina."Mata sapi cantik," Kinanti menarik hidung Davina dengan gemas.Davina cengengesan tidak jelas, karena memang ia sangat menyukai Kinanti.Makanan tersusun rapi di atas meja makan, Adam dan Renata siap menikmatinya."Hey, mau kemana?"Kinanti urung untuk melangkah pergi, dengan perasaan tidak karuan Kinanti tetap berusaha berdiri di tempatnya. Memandang kemesraan Adam dan Renata sudah menjadi hal yang biasa.Tidak bermaksud cemburu. Akan tetapi perasaan Kinanti saat ini sangat tidak karuan, kadang ingin marah tanpa ada alasan yang jelas. Bahkan kadang ingin menangis, pernah juga Kinanti tertawa tanpa sebab jelas."Buatkan jus jeruk!" Renata masih cukup kesal pada Kinanti yang terus di khawatirkan Adam seperti pagi tadi, dan saat ini Renata ingin melepaskan dengan memerintahkan Kinanti sesukanya.Kinanti masih mengangguk, kemudian membuatkan apa yang diperintahkan oleh Renata."Mbak Kinan!!!"Suara teriakan Davina seakan membuat satu isi rumah terkejut, dengan langkah cepat Adam, Renata, Sarah, serta Kakak sulung Adam bernama Hanna langsung berlari menuju dapur."Mbak Kinan!!!"Kinanti terkulai di lantai tidak sadarkan diri untuk yang kedua kalinya pada hari yang sama, hingga Davina berteriak histeris.Dengan cepat tubuh Kinanti di angkat menuju sofa.Adam terdiam, hasil pemeriksaan masih saja sama. Kinanti memang tengah mengandung."Sayang!" pekik Renata kesal, karena Adam hanya diam larut dalam pikirannya.Adam seketika tersadar, berulang kali hanya bisa meneguk saliva yang terasa pahit. Apa yang akan terjadi jika semua anggota keluarga tahu tentang kemalangan nya.Apa itu anak ku?Apa yang harus ku lakukan?Kepala Adam penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak memiliki jawaban.Mata Kinanti mulai bergerak, sesaat kemudian mata itu terbuka melihat banyak orang di sekelilingnya dengan kebingungan."Mbak Kinan enggak papa kan?" terlihat raut wajah panik Davina, gadis kecil yang di asuh Kinanti dari semenjak kecil.Kinanti menggeleng, sambil mendudukkan tubuhnya."Kamu istirahat di kamar dulu," ujar Sarah.Kinanti mengangguk, dengan perlahan bangun lalu berjalan menuju kamar. Belum satu menit pun pintu kamar Kinanti tertutup tetapi sudah terbuka kembali.Seorang pria dengan tubuh jangkung tiba-tiba masuk tanpa ijin, memutar kunci dengan secepat mungkin."Itu anak siapa?"Suara serak dan tertahan itu terdengar begitu dingin.Kinanti terdiam tanpaknya Adam sudah tahu tentang kehamilan yang sengaja di tutupi begitu rapat.Kinanti juga begitu shock saat melihat dua garis meras yang muncul, saat pagi tadi mencoba alat uji kehamilan.Tapi saat ini Kinanti bagai di tikam ribuan belati, tubuh lelah nya langsung duduk di atas lantai. Sakitnya, tiada banding. Perihnya jangan ditanya lagi, luka ini sangat menyakitkan."Saya tidak semurahan itu Tuan, saya akan pergi. Anda tidak perlu takut!" Jawab Kinanti dengan menguatkan perasaan yang sakit, pertanyaan Adam sangat tajam melebihi tajamnya belati.Dengan cepat Kinanti menuju Almari, menyambar baju yang terlipat dengan rapi dan memasukannya kedalam Tas.Setelah selesai Kinanti langsung melengos pergi, meninggalkan Adam yang masih berdiri mematung di tempatnya.------Di ruang keluarga Sarah dan juga kedua cucunya tengah menonton televisi, akan tetapi tiba-tiba di kejutkan dengan kedatangan Kinanti sambil membawa tas cukup besar."Saya mohon Bu, saya pulang hanya beberapa waktu sampai saya sembuh. Setelah sembuh saya akan kembali, saya rindu ibu saya.""Mbak Kinan, Davi enggak mau di tinggal," rengek Davina."Davi sayang sama Mbak Kinan?"Davina mengangguk, pipi gembul nya sangat menggemaskan.Kinanti berjongkok di hadapan Davina, agar tinggi mereka sejajar."Mbak Kinan lagi sakit, nanti kalau Mbak Kinan sudah baikan pasti Mbak Kinan balik lagi.""Janji ya Mbak Kinan."Kinanti mengangguk lemah, hatinya terasa sakit harus berjauhan dengan dua anak majikannya yang sangat menyayangi dirinya.-----Rumah sederhana, tempat dimana Kinanti di besarkan. Terletak di pinggir kota, masih saja sama semenjak satu tahun lalu mengunjungi Ibunya.Sebenarnya Kinanti ragu untuk pulang ke rumah itu, semenjak kedua orang tuanya bercerai. Kasih sayang Ibunya pun tidak lagi ada, apa lagi Ayah tiri Kinanti yang tidak suka pada dirinya."Akhirnya kau kembali, setelah sekian purnama." Lihatlah wanita paruh baya itu, Fatimah wanita yang melahirkan Kinanti terlihat tidak perduli pada dirinya."Ibu apa kabar?"Kinanti tetap berusaha menghormati Fatimah, sekalipun tidak sebaliknya."Baik."Kinanti berjalan menuju kamar lama miliknya, akan tetapi kamar itu sudah di berpindah menjadi milik adik tirinya. Putri."Ngapain Lo!" tidak ada raut wajah bahagia saat melihat kedatangan Kinanti, bahkan hanya terlihat raut wajah kebencian yang ada.Kinanti hanya diam dengan tangannya meletakan tas besar berisi pakaian. Kemudian mengambil handuk dan pergi menuju kamar mandi yang terletak di dapur, rumah sederhana itu memang hanya memiliki satu kamar mandi saja.Sehingga siapa saja yang ingin mandi harus bergantian."Kinanti!!!"Wajah marah Fatimah terlihat jelas, tangannya memegang alat tes kehamilan yang ia temukan tergeletak di lantai kamar mandi. Fatimah yakin itu milik Kinanti, sebab setelah Kinanti menggunakan kamar mandi Fatimah lah yang masuk."Dasar murahan, kau hamil anak siapa!!!!"Fatimah langsung menarik handuk yang menutupi rambut Kinanti."Sakit Bu," rintih Kinanti dengan air mata yang terus mengalir."Jalang sialan! Keluar dari rumah ku. Jangan sampai tetangga di sini tahu kau hamil tanpa suami!"Fatimah berapi-api, tangannya menyeret Kinanti keluar dari dalam rumah. Di susul dengan pakaian yang di lemparkan pada wajah Kinanti."Pergi dan jangan kembali lagi ke rumah ini jalang!"Teriak Fatimah tanpa ampun."Bu.""Pergi! Kau sangat memang jalang. Pantas saja kau kembali ke rumah ini, dasar anak pembawa sial!""Pergi dari sini Jalang, jangan pernah kembali. Memalukan!"Suara pintu di banting dengan kencang membuat Kinanti tersentak.Tidak ada kasih sayang sedikitpun untuk dirinya. Bahkan Ibu kandung terasa seperti Ibu tiri.Bahkan pergi ke rumah Rahmat juga sama saja. Ibu tirinya tidak menyukai Kinanti.Tangan yang bergetar memungut beberapa helai pakaian yang berserakan di teras, dengan berderai air mata memasukan pakaiannya kedalam tas dan membawanya pergi.Dunia seakan begitu kejam, tak berbelas kasih padanya walaupun hanya secuil saja.Seorang pria berdiri di samping mobilnya sambil melihat seorang wanita yang di usir oleh wanita paruh baya. Bahkan Adam sendiri tidak tahu siapa wanita Tersebut. Beberapa saat lalu Kinanti pergi dari kediaman Adam, dan saat itu juga Adam mengikuti dengan diam-diam. Saat Kinanti masuk ke sebuah rumah sederhana sebenarnya Adam ingin pergi teta
Rahmat sangat menyayangi Kinanti, sekalipun sudah bercerai dari Fatimah. Hanya saja Kinanti tidak bisa tinggal bersama dengannya karena, Lastri tidak menyukai Kinanti.Rahmat mempersilahkan Kinanti dan Adam masuk, duduk di kursi kayu yang terlihat begitu kusam. Tetapi, bersih karena rajin di bersihkan."Saya Adam Pak." Adam mulai mengutarakan maksud dan tujuannya menemui Rahmat, "Saya datang ke sini, ingin meminta Bapak untuk menikahkan kami," jelas Adam sambil melihat mata Kinanti yang berkaca-kaca menahan sesak di dada.Lastri terlihat tidak suka, bahkan untuk air putih saja tidak ada terhidang."Saya terserah kepada Kinan saja," Rahmat menatap wajah Kinanti yang menahan air mata, tanpaknya Rahmat tahu putrinya tidak baik-baik saja."Saya ingin Bapak menikahkan kami saat ini juga," kata Adam lagi.Rahmat cukup shock, kemudian ia beralih menatap Kinanti penuh tanya."Hay, ken
Kinanti tidak tahu dimana letak kesalahan nya sehingga saat ini bisa terjebak dalam situasi yang begitu menyulitkan.Terkadang bingung akan takdir yang seakan mempermainkan bertanya-tanya mengapa harus ia yang berada di posisi ini, bahkan tidak jarang Kinanti iri melihat kebahagiaan orang-orang di luar sana.Mengapa tidak bisa seperti mereka, jalan terjal yang di lalui terasa begitu sulit. Kadang kala pernah berpikir untuk mengakhiri hidup demi mengakhiri takdir.Tapi tidak. Kinanti masih berusaha untuk bertahan berdiri tegak dan meyakinkan diri akan ada secercah kebahagian setelah kesakitan."Sudah satu minggu kau berada di rumah ku! Mana suami mu itu? Apa jangan-jangan kau cuman di nikahi lalu, di buang seperti sampah!"Mata Lastri seakan menatap remeh, tapi sejenak Kinanti juga membenarkan apa yang dikatakan oleh Ibu tirinya.Menuangkan air pada gelas dan meneguk dengan perlahan, sekalipun ha
"Mbak Kinan!!!" Seru Davina, bocah berusia 5 Tahun yang selama ini di asuh Kinanti, "Vina kangen Mbak Kinan," tuturnya lagi.Davina terus memeluk Kinanti, begitu juga dengan sebaliknya.Kinanti tersenyum getir alasan Adam buru-buru pulang adalah pergi bersama Renata. Sekaligus istri sahnya.Miris.Wanita ssexy berstatus istri di samping Adam seakan kesal pada Kinanti raut wajahnya seakan menunjukkan bertapa Kinanti terlalu menyita waktunya."Vina, cepat masuk ke dalam mobil!" titah Renata.Davina terdiam sambil menatap Kinanti, tanpaknya bocah lucu tersebut tidak ingin berjauhan lagi dengan pengasuh nya. Kinanti."Vina, jangan membuang-buang waktu!""Mbak Kinan balik ke rumah ya, Vina kangen," rengek bocah itu seakan tidak perduli pada Renata.Kinanti terdiam, perlahan tangannya bergerak mengelus rambut hitam panjang milik bocah yang terasa berat melepaskan diri d
Lalu bagaimana dengan status istri yang di berikan Adam padanya?"Kamu kuat Kinanti, demi anak mu." Batin Kinanti.Langkah kaki Kinanti terasa berat menutup pintu dengan pelan dan bersandar pada daun pintu. Air mata yang dari tadi tertahan kini lepas dengan begitu saja, bayang-bayang menikah dengan seseorang yang akan membahagiakan nya kini pupus sudah.Kinanti tidak ingin menangis, akan tetapi ada perasaan lega setelah nya dan membuatnya semakin kuat dalam menghadapi segalanya. Sehingga setiap ingin menangis Kinanti melepaskan dengan sejadi-jadinya.Ponsel Kinanti berdering seseorang di seberang sana menghubunginya, dengan cepat menghampiri lalu menyambar ponsel yang tergeletak asal di atas ranjang."Berdehem beberapa kali agar suara kembali menjadi normal."Halo," tangan Kinanti mendekatkan ponsel pada telinganya.Mendengarkan apa yang akan di katakan oleh kekasihnya yang menghub
"Kinanti, Mas ingin kita menikah," pinta Ilham.Degh!Impian Kinanti kini telah datang, menjadi istri Ilham adalah hal yang selalu di tunggu-tunggu tetapi sayang.Harapan tinggal harapan, impian hanya sebatas mimpi yang tidak mungkin menjadi nyata. Manik mata indah nya mulai berembun dan menitihkan air mata."Maaf Mas, aku tidak bisa."Tangan Kinanti perlahan terlepas dari genggaman Ilham, bertapa terkejutnya saat mendengar penolakan Kinanti."Kau tidak pernah mencintai ku? Atau kau sudah memiliki pengganti ku?" Cerca Ilham penuh luka."Bukan Mas."Tidak tahu harus berbicara apa, ragu untuk menjelaskan kepada Ilham tentang apa yang sudah di lalui."Kau menemukan yang lebih baik dari ku," tebak Ilham dengan suara putus asa.Kinanti menggeleng."Lalu?" Ilham masih menunggu penjelasan Kinanti, a
Kinanti berdiri di sisi jalan, menatap kendaraan berlalu lalang melintas di jalanan."Kinanti!!!!"Kinanti memutar tubuh dan melihat sebuah mobil sedan yang terlewat beberapa meter dari nya mundur kembali. Serena berteriak sambil mengeluarkan kepala dari kaca mobil yang di buka."Kamu dari mana Ren?""Masuk dulu!"___________"Duduk dan minum," Serena memberikan secangkir jus jeruk di atas meja."Kamu masih betah aja tinggal di apartemen, enggak pengen ngumpul sama keluarga?""Enggak, lagian kamu tahu kan Kinanti dari apartemen ini ke rumah sakit dekat!""Iya sih."Kinanti meneguk jus jeruk buatan Serena, keduanya cukup lama tidak bertemu mengingingat kini tidak lagi bekerja di rumah sakit yang sama."Kamu masih bekerja di keluarga Agatha Sanjaya?"Kinanti mengangguk lemah dengan kepala tertunduk, tanpa sengaja matany
Suara alarm berbunyi pertanda Kinanti harus bangun dan mengurus keperluan dua majikan nya, padahal Kinanti baru bisa tertidur saat subuh tadi.Dengan kepala yang terasa pusing Kinanti berjalan menuju kamar mandi, morning sicknees sudah menjadi kegiatan rutin nya setiap pagi.Setelah mencepol rambut dengan asal, Kinanti segera menuju kamar Davina dan Derren membangunkan keduanya untuk berangkat bersekolah."Derren, bangun yuk," Kinanti membangunkan kedua majikannya dengan kelembutan, walaupun sulit tetapi kesabaran Kinanti tidak ada batasnya."Mbak Kinan, bisa enggak jam nya si puter lagi," kata Derren.Kinanti tersenyum terkadang ia merasa bukan sedang menjadi pengasuh, tetapi sudah seperti seorang ibu yang mengurus anak-anak. Apa lagi Davina dan Derren sangat menghargai dirinya berkat Hanna yang selalu mengajarkan kedisiplinan dan cara menghormati orang yang lebih tua."Ayo bangun, Davina juga