Kinanti tidak tahu dimana letak kesalahan nya sehingga saat ini bisa terjebak dalam situasi yang begitu menyulitkan.
Terkadang bingung akan takdir yang seakan mempermainkan bertanya-tanya mengapa harus ia yang berada di posisi ini, bahkan tidak jarang Kinanti iri melihat kebahagiaan orang-orang di luar sana.Mengapa tidak bisa seperti mereka, jalan terjal yang di lalui terasa begitu sulit. Kadang kala pernah berpikir untuk mengakhiri hidup demi mengakhiri takdir.Tapi tidak. Kinanti masih berusaha untuk bertahan berdiri tegak dan meyakinkan diri akan ada secercah kebahagian setelah kesakitan."Sudah satu minggu kau berada di rumah ku! Mana suami mu itu? Apa jangan-jangan kau cuman di nikahi lalu, di buang seperti sampah!"Mata Lastri seakan menatap remeh, tapi sejenak Kinanti juga membenarkan apa yang dikatakan oleh Ibu tirinya.Menuangkan air pada gelas dan meneguk dengan perlahan, sekalipun hati terasa gundah harus berusaha terlihat tegar."Sejak kapan aku menjadi lemah, bangkin Kinanti. Ini hanya bagian kecil dari hidup mu. Bukankah kau terbiasa di terjang gelombang, terombang-ambing tanpa arah, lalu apa mungkin kau lemah saat ini." Dalam hati Kinanti terus berusaha untuk menyemangati diri, demi janin yang kini tumbuh di rahinnya.Suara ketukan pintu membuat Kinanti tersadar, Lastri berjalan cepat ke arah pintu.Seorang pria datang dengan membawa buah tangan, bibir Lastri tersenyum lebar."Adam kau datang?" Sambutan terlihat begitu hangat, apa lagi saat mata Lastri menatap banyak barang yang di bawa Adam."Ini Bu ada-"Masih seperti kemarin, Lastri langsung mengambil alih tanpa merasa sungkan sedikitpun."Nak Adam sudah lama sampai?"Rahmat mendengar dari kamar ada suara pria, hingga keluar dan melihat menantunya Adam."Duduk.""Terimakasih."Mata Adam melirik Kinanti yang duduk di kursi meja makan sederhana, diam tanpa kata apa lagi tersenyum.Tidak ingin terus menjadi pusat perhatian Adam, Kinanti kemih memilih bangun dari duduknya melangkah menuju kamar, mencoba untuk tetap berpikir positif.Tanpa di duga Adam juga menyusul masuk kedalam kamar. Kamar dengan ukuran 3×4, bahkan hanya bernapas juga sangat sulit.Keduanya hanya diam, hening tanpa ada suara untuk memecahkan keheningan. Mengingat keduanya tidak pernah saling bertutur sapa, ataupun saling menegur satu sama lainnya selama Kinanti menjadi pengasuh dua keponakan Adam."Kita akan ke kota, bereskan semua barang-barang mu."Kinanti hanya diam, berdiri di depan jendela menatap keluar."Cepat, saya tidak punya banyak waktu!" Adam menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan, kemudian kembali menatap Kinanti."Kalau Anda tidak ingin ke rumah ini tidak usah Tuan!" Mata yang berkaca-kaca seakan menggambarkan perasaan Kinanti, tidakkah Adam tahu bertapa Kinanti sangat menderita dengan posisi nya saat ini."Maaf."Tidak pernah terbesit menjadi istri kedua di benaknya Kinanti sangat terluka tetapi, keadaan masih saja memaksa.Sekalipun air mata terus bercucuran Kinanti tetap mengemasi pakaian untuk di bawa kemana pun kaki melangkah.Sepanjang perjalanan menuju kota, Kinanti dan Adam hanya diam tanpa berbicara. Sesekali hanya terdengar suara deru mesin dan beberapa mobil yang juga melintas. Hingga keduanya sampai pada rumah yang di tuju, Adam memberhentikan mobilnya lalu melirik Kinanti yang duduk di sampingnya."Turun."Sebuah rumah sederhana tetapi masih lebih baik jika di bandingkan dengan rumah kedua orang tuanya, Kinanti menatap sekitarnya dengan tas di tangan. Melangkah masuk tanpa tahu apa tujuan Adam membawanya ke rumah itu."Mulai saat ini kau tinggal di sini, aku akan menjenguk mu setiap harinya. Jarak dari rumah sakit kesini hanya memerlukan waktu lima menit." Papar Adam.Kinanti tertegun, kalimat mengatakan "akan menjenguk" seakan membuat nya tersenyum getir."Aku ini istri atau tetangga? Sungguh miris." Batin Kinanti.Lagi-lagi hanya bisa diam sambil mengusap dada.Adam pergi begitu saja, Kinanti terdiam sambil menitihkan air mata. Menunduk sambil memeluk perut yang masih rata menatap Adam dari pintu yang terbuka hingga menghilang setelah masuk ke dalam mobil nya."Kita berjuang bersama."Kinanti berbicara pada janinnya, seakan kini menemukan alasan untuk tetap berdiri dengan tegak.Tidak memakan apapun dari semenjak pagi tadi membuat perut Kinanti terasa lapar, mata Kinanti menatap jam dinding ternyata waktu sudah hampir sore.Mencari dapur dan melihat apa saja yang bisa di makan, tidak ada bahan makana sama sekali. Kinanti mendesus meresapi rasa lapar yang seakan semakin menyiksa.Cukup jauh Kinanti berjalan, sampai akhirnya netral nya menatap penjual nasi goreng di pinggir jalan. Ulu hati terasa semakin perih dengan cepat menyebrang jalan raya tanpa melihat kanan atupun kiri."Aaaaaaa!!!!" Teriak Kinanti saat sebuah mobil hampir saja menghantam, lama terdiam merasakan tidak ada yang terasa hingga dengan perlahan mulai membuka mata."Mbak Kinan!!!" Seru Davina, bocah berusia 5 Tahun yang selama ini di asuh Kinanti, "Vina kangen Mbak Kinan," tuturnya lagi.Davina terus memeluk Kinanti, begitu juga dengan sebaliknya.Kinanti tersenyum getir alasan Adam buru-buru pulang adalah pergi bersama Renata. Sekaligus istri sahnya.Miris.Wanita ssexy berstatus istri di samping Adam seakan kesal pada Kinanti raut wajahnya seakan menunjukkan bertapa Kinanti terlalu menyita waktunya."Vina, cepat masuk ke dalam mobil!" titah Renata.Davina terdiam sambil menatap Kinanti, tanpaknya bocah lucu tersebut tidak ingin berjauhan lagi dengan pengasuh nya. Kinanti."Vina, jangan membuang-buang waktu!""Mbak Kinan balik ke rumah ya, Vina kangen," rengek bocah itu seakan tidak perduli pada Renata.Kinanti terdiam, perlahan tangannya bergerak mengelus rambut hitam panjang milik bocah yang terasa berat melepaskan diri d
Lalu bagaimana dengan status istri yang di berikan Adam padanya?"Kamu kuat Kinanti, demi anak mu." Batin Kinanti.Langkah kaki Kinanti terasa berat menutup pintu dengan pelan dan bersandar pada daun pintu. Air mata yang dari tadi tertahan kini lepas dengan begitu saja, bayang-bayang menikah dengan seseorang yang akan membahagiakan nya kini pupus sudah.Kinanti tidak ingin menangis, akan tetapi ada perasaan lega setelah nya dan membuatnya semakin kuat dalam menghadapi segalanya. Sehingga setiap ingin menangis Kinanti melepaskan dengan sejadi-jadinya.Ponsel Kinanti berdering seseorang di seberang sana menghubunginya, dengan cepat menghampiri lalu menyambar ponsel yang tergeletak asal di atas ranjang."Berdehem beberapa kali agar suara kembali menjadi normal."Halo," tangan Kinanti mendekatkan ponsel pada telinganya.Mendengarkan apa yang akan di katakan oleh kekasihnya yang menghub
"Kinanti, Mas ingin kita menikah," pinta Ilham.Degh!Impian Kinanti kini telah datang, menjadi istri Ilham adalah hal yang selalu di tunggu-tunggu tetapi sayang.Harapan tinggal harapan, impian hanya sebatas mimpi yang tidak mungkin menjadi nyata. Manik mata indah nya mulai berembun dan menitihkan air mata."Maaf Mas, aku tidak bisa."Tangan Kinanti perlahan terlepas dari genggaman Ilham, bertapa terkejutnya saat mendengar penolakan Kinanti."Kau tidak pernah mencintai ku? Atau kau sudah memiliki pengganti ku?" Cerca Ilham penuh luka."Bukan Mas."Tidak tahu harus berbicara apa, ragu untuk menjelaskan kepada Ilham tentang apa yang sudah di lalui."Kau menemukan yang lebih baik dari ku," tebak Ilham dengan suara putus asa.Kinanti menggeleng."Lalu?" Ilham masih menunggu penjelasan Kinanti, a
Kinanti berdiri di sisi jalan, menatap kendaraan berlalu lalang melintas di jalanan."Kinanti!!!!"Kinanti memutar tubuh dan melihat sebuah mobil sedan yang terlewat beberapa meter dari nya mundur kembali. Serena berteriak sambil mengeluarkan kepala dari kaca mobil yang di buka."Kamu dari mana Ren?""Masuk dulu!"___________"Duduk dan minum," Serena memberikan secangkir jus jeruk di atas meja."Kamu masih betah aja tinggal di apartemen, enggak pengen ngumpul sama keluarga?""Enggak, lagian kamu tahu kan Kinanti dari apartemen ini ke rumah sakit dekat!""Iya sih."Kinanti meneguk jus jeruk buatan Serena, keduanya cukup lama tidak bertemu mengingingat kini tidak lagi bekerja di rumah sakit yang sama."Kamu masih bekerja di keluarga Agatha Sanjaya?"Kinanti mengangguk lemah dengan kepala tertunduk, tanpa sengaja matany
Suara alarm berbunyi pertanda Kinanti harus bangun dan mengurus keperluan dua majikan nya, padahal Kinanti baru bisa tertidur saat subuh tadi.Dengan kepala yang terasa pusing Kinanti berjalan menuju kamar mandi, morning sicknees sudah menjadi kegiatan rutin nya setiap pagi.Setelah mencepol rambut dengan asal, Kinanti segera menuju kamar Davina dan Derren membangunkan keduanya untuk berangkat bersekolah."Derren, bangun yuk," Kinanti membangunkan kedua majikannya dengan kelembutan, walaupun sulit tetapi kesabaran Kinanti tidak ada batasnya."Mbak Kinan, bisa enggak jam nya si puter lagi," kata Derren.Kinanti tersenyum terkadang ia merasa bukan sedang menjadi pengasuh, tetapi sudah seperti seorang ibu yang mengurus anak-anak. Apa lagi Davina dan Derren sangat menghargai dirinya berkat Hanna yang selalu mengajarkan kedisiplinan dan cara menghormati orang yang lebih tua."Ayo bangun, Davina juga
"Sayang," Adam cepat-cepat memegang lengan Renata, berusaha untuk membujuk istrinya agar kembali tersenyum."Kamu ngapain perhatian sama dia?""Enggak ada yang lain selain kamu," Adam langsung memeluk Renata dengan eratnya, "ini hanya tentang pekerjaan, lalu bagaimana dengan pasien wanita lainnya di rumah sakit?" Tanya Adam.Renata mulai meredamkan rasa marahnya, kini ia mulai mengerti dengan perasaan Adam yang notabenenya seorang dokter kesembuhan pasien adalah suatu keutamaan."Kami sudah di sumpah untuk menjalankan tugas ini," ujar Adam lagi tanpa melepaskan Renata dari pelukan nya."Maaf ya, mungkin aku berlebihan," Renata merasa bersalah dan mulai memeluk Adam dengan erat.Tanpa sengaja Kinanti melewati taman, di mana Adam dan Renata tengah berpelukan dengan penuh kehangatan. Bahkan Kinanti mendengar sendiri alasan Adam barusan.Adam menatap Kinanti yang tengah menatapnya, sesaat kemudian Ki
Hari-hari terus berlalu Adam kini lebih memperhatikan keadaan Kinanti, bahkan ini sudah menjadi malam yang ke empat Adam menemani Kinanti makan malam."Kamu mau makan apa?" Kinanti tersentak saat keluar dari kamar langsung di suguhkan dengan pertanyaan.Adam tersenyum melihat reaksi Kinanti, sebenarnya Adam sudah menunggu Kinanti keluar dari dalam kamar untuk makan malam sejak tadi."Anda di sini tuan?" Pertama kalinya Kinanti bertanya pada Adam, bahkan ini kali pertama Adam mendengar Kinanti berbasa-basi."Tidak terlalu lama, saya hanya takut kau tidak minum susu dan malah makan mie instan," jawab Adam.Kinanti mengangguk mengerti."Mau makan apa?"Kinanti terdiam dan menatap Adam keinginan nya sebenarnya sangatlah sederhana, tetapi tidak tahu apakah Adam bisa mengabulkan nya atau tidak."Kau ingin sesuatu?" Tanya Adam lagi.
Hari Minggu adalah hari yang sangat di tunggu-tunggu oleh para pekerja yang wajib bekerja mulai dari hari Senin sampai dengan Sabtu.Begitu juga dengan Adam.Hari ini Adam memutuskan untuk seharian berada di rumah, selain ingin bersama dengan keluarga Adam juga ingin memiliki waktu untuk memberikan sedikit perhatian pada Kinanti.Walaupun Kinanti hanyalah sebatas istri gelap Adam ingin memberikan sedikit keadilan untuk janin yang masih berada di rahim Kinanti, anak tidak bersalah yang kini menjadi korban karena kekeliruan malam itu."Renata, temani aku joging ya," pinta Adam."Sayang, aku mengantuk," Renata masih memejamkan mata dan merasa malas untuk bangun pagi ini."Ya sudah aku pergi sendiri saja ya."Setiap hari Minggu Adam selalu menyempatkan diri untuk berolahraga raga, berlari kecil mengelilingi kompleks perumahan tempat dimana ia tinggal.Banyak warga yang ti