Bab 10

Lalu bagaimana dengan status istri yang di berikan Adam padanya?

"Kamu kuat Kinanti, demi anak mu." Batin Kinanti.

Langkah kaki Kinanti terasa berat menutup pintu dengan pelan dan bersandar pada daun pintu.

Air mata yang dari tadi tertahan kini lepas dengan begitu saja, bayang-bayang menikah dengan seseorang yang akan membahagiakan nya kini pupus sudah.

Kinanti tidak ingin menangis, akan tetapi ada perasaan lega setelah nya dan membuatnya semakin kuat dalam menghadapi segalanya. Sehingga setiap ingin menangis Kinanti melepaskan dengan sejadi-jadinya.

Ponsel Kinanti berdering seseorang di seberang sana menghubunginya, dengan cepat menghampiri lalu menyambar ponsel yang tergeletak asal di atas ranjang.

"Berdehem beberapa kali agar suara kembali menjadi normal.

"Halo," tangan Kinanti mendekatkan ponsel pada telinganya.

Mendengarkan apa yang akan di katakan oleh kekasihnya yang menghubungi

dirinya. Bibir Kinanti bergetar, menahan isak tangis.

"Kinanti, kamu kemana saja. Berhari-hari aku menghubungi kamu, tidak satu kali pun kamu menjawab panggilan ku?" Cecer Ilhan dengan pertanyaan yang seakan membuat perasaan Kinanti begitu remuk.

"Maaf ya Mas, Kinanti lagi sibuk banget," bohong Kinanti.

Entah dengan cara apa Kinanti menjelaskan pada Ilham, kekasih yang sudah mencintainya selama ini. Bahkan keduanya sudah berpacaran sejak kuliah.

"Besok kita ketemu, Mas kangen," pinta Ilham.

"Iya," Kinanti mengangguk.

Tidak ada alasan untuk menolak bertemu dengan Ilham, lagi pula pernikahan nya dengan Adam hanya menunggu waktu saja.

Bukan maksud membohongi Ilham. Akan ada masanya menjelaskan semuanya tapi tidak saat ini.

***

Morning sickness yang di alami oleh Kinanti cukup membuatnya tidak nyaman, apa lagi saat sedang menyuapi Derren dan Davina sarapan.

Kinanti dengan terpaksa harus memakai masker, demi mengurangi rasa mual yang berlebihan.

"Mbak Kinan, pakek masker itu pas keluar rumah!" Ujar Davina.

"Kamu sakit Kinanti?" Tanya Hanna.

Kinanti mengangguk, "Saya sedang flu Bu," kata Kinanti memberi alibi.

Semua kembali hening, sesekali hanya terdengar suara sendok yang beradu dengan piring. Duduk di kursi meja makan dengan menikmati sarapan pagi.

Jika sebelum di nikahi Adam, Kinanti hanya biasa saja melihat kemerahan keduanya tetapi, berbeda dengan sekarang.

Sekarang ada perasaan aneh, ingin marah, menangis tapi tidak bisa melakukan apa-apa tidak berhak menutut walaupun hanya sedikit kasih sayang dari Adam.

Impian ingin di manja di saat sedang mengandung harus di kubur Kinanti dalam-dalam.

"Mbak Kinan, Vina udah kenyang."

"Derren juga udah kenyang Mbak Kinan."

Kinanti mengangguk lembut lalu memberikan mineral pada Davina dan Derren.

"Seger!!!!"

"Ayo berangkat sekolah."

Derren dan Davina mencium punggung tangan semua anggota keluarga yang duduk di kursi meja makan seperti biasa, setelah itu barulah keduanya berangkat bersekolah.

Selepas mengantarkan kedua majikannya bersekolah Kinanti meminta supir menurunkan dirinya di pinggir jalan, setelah supir mobil pergi Kinanti berjalan menuju taman mencari Ilham yang sudah menunggunya.

"Kinanti," Ilham langsung memeluk Kinanti.

Rasa rindu yang di rasa sudah sampai pada puncaknya, sehingga meluapkan dengan pelukan yang mungkin bisa mengobati sedikit saja kerinduannya.

"Mas Rindu," tutur Ilham semakin memperkuat dekapannya.

Kinanti tersenyum, tidak di pungkiri bahwa rasa cinta pada Ilham juga teramat besar.

Lantas apa mungkin bisa bersama?

Apa mungkin cinta Ilham masih besar setelah tahu kehamilannya?

Ilham membawa Kinanti untuk duduk di kursi, tangan keduanya tidak pernah lepas saling menggenggam.

"Kamu kemana saja?"

Belum puas dengan jawaban Kinanti, Ilham masih membutuhkan jawaban yang lebih tepat sehingga pertanyaan itulah yang terus berulang kali ia utarakan.

"Nanti Kinanti cerita ya Mas, Kinanti janji. Tolong," satu butir air mata jatuh tanpa bisa di tahan, lehernya bagai tercekat saat ini.

"Hey," Ilman panik, jari-jemarinya mengusap sisa-sisa air mata pada pipi Kinanti, "Kamu ada masalah?"

Kinanti tertunduk, tangannya terus menggenggam tangan Ilman begitu erat.

Ilham tidak kuasa melihat kesedihan Kinanti, dengan cepat tangan Ilham menarik Kinanti kembali kedalam pelukannya.

Sebuah mobil berhenti di sisi jalanan, kaca mobil nya terbuka dan melihat istri gelap nya tengah berpelukan dengan seorang pria.

"Apa yang di lakukan oleh wanita itu?!"

Capítulos gratis disponibles en la App >

Capítulos relacionados

Último capítulo