Tama pun tersenyum melihat wajah Nada yang tampak begitu lelah.Lelah karena sudah merasakan apa itu puncaknya sebuah kepuasan."Mana selimutnya," Nada pun menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.Entah kapan Tama melepas semuanya, bahkan Nada pun baru menyadarinya.Sungguh sangat memalukan sekali, mengapa bisa tanpa sehelai benang pun di hadapan Tama."Aku sudah melihatnya," Tama pun langsung ikut masuk ke bawah selimut, memeluk Nada dengan eratnya."Mas, malu tau.""Kenapa malu? Kita sudah menikah.""Ya, tapi malu!""Ahahahhaha....""Kok ketawa sih?""Nggak papa, tapi rasanya yang tadi enakkan?"Wajah Nada pun memerah kemudian menggelengkan kepalanya."Benarkah?" Tama pun tersenyum menggoda istrinya tersebut."Apa sih!" Kata Nada berusaha untuk menepis apa yang dipikirkan oleh Tama.Meskipun sebenarnya benar barusan merasakan sesuatu yang begitu nikmat hingga Nada pun sejenak seakan lupa dengan segalanya."Nggak papa," Tama pun semakin erat memeluk Nada, bahkan tidak ingin melepas.
Nada pun langsung tertidur pulas setelah merasa cukup lelah, hingga akhirnya pada sore harinya Nada pun terbangun dengan perasaan perutnya yang lapar."Kamu udah bangun?" Nada pun mengangguk."Sekarang kamu mandi ya, kita harus kembali ke Jakarta. Barusan, Papa memberitahukan kalau Mama di larikan ke rumah sakit. Keadaan Mama kritis," kata Tama dengan raut wajah yang tampak begitu serius.Nada langsung mengangguk dan melakukan apa yang dipertahankan oleh Tama, karena dirinya juga bisa melihat wajah Tama yang begitu khawatir. "Kamu kesulitan jalan?""Sedikit."Tama langsung mengangkat tubuh Nada dan menurunkannya pada bak mandi.Hingga terdengar suara ponsel Tama yang diletakkan di atas meja pun kembali berdering."Sayang, segeralah mandi. Mas, angkat telpon dulu ya," Tama pun mencium kening Nada.Kemudian segera keluar dari kamar mandi untuk menerima panggilan.Nada terdiam sejenak, merasa tidak nyaman. Entah mengapa perasaannya mendadak tidak menentu entah apa penyebabnya.Mungkin
Nada dan Tama pun sampai di Jakarta, keduanya langsung menuju rumah sakit dimana kini Mira sedang di rawat.Wajahnya tampak begitu pucat membuat perasaan Tama menjadi tidak karuan, antara takut kehilangan ibunya dan juga simpatik melihatnya.Tama sudah pernah melihat Mira yang terbaring lemah seperti ini, dan berharap tidak lagi menyaksikan kesedihan yang sama.Namun tidak, kali ini pun Mira masih juga mengalami hal yang sama.Sementara itu Nada sebagai seorang istri tampaknya dapat merasakan apa yang dirasakan oleh Tama saat ini.Dengan erat menggenggam tangan suaminya itu seakan memberikan sebuah kekuatan.Kini keduanya berdiri tegak melihat Mira di sana, seketika itu Tama mengingat kembali hal yang pernah diucapkan oleh Mira.Yang mengatakan bahwa dirinya ingin melihat kebahagiaan Tama terlebih dahulu sebelum tiada.Apakah itu yang kini terjadi pada Mira, tapi bagaimana dengan Tama yang belum siap kehilangan Mamanya.Dirinya juga ingin bahagia disaksikan oleh kedua orang tuanya."K
"Untuk apa kau datang ke sini?" Tanya Handoko pada Keyla yang tampak tidak mengharapkan kedatangan Keyla sama sekali.Keyla pun beralih menatap Handoko yang tampak begitu dingin menatapnya."Pa--""--Kau bukan lagi menantu di keluarga kami dan bahkan kami tidak mengharapkan kedatangan mu sama sekali!" Keyla pun terdiam saat mendengar apa yang dikatakan oleh mantan mertuanya tersebut, tetapi sesaat kemudian bibir Keyla pun tertarik pada masing-masing sudut bibirnya."Jangan sombong Pa, takutnya suatu hari anda yang malu sendiri," kata Keyla seakan dirinya begitu yakin."Sebaiknya kau pergi, karena kami sama sekali tidak membutuhkan kehadiran mu!" Tegas Handoko.Keyla pun tersenyum kemudian beralih menatap Mira, kemudian pergi begitu saja.Handoko pun tersadar dari lamunanya setelah Tama menyadarkannya.Handoko hanya sedang mengingat saat Keyla tiba-tiba datang menjemput istrinya beberapa saat lalu "Papa, memikirkan apa?""Keyla, kenapa dia datang ke sini?" Tanya Handoko lagi."Sepert
Kini Nada dan Tama pun sudah berada di apartemen, Nada mungkin tidak asing lagi dengan tempat tersebut.Karena sebelum menikah pun Tama pernah beberapa kali membawanya ke sana, sehingga dirinya sudah sangat tahu di mana kamar Tama."Mas, Nada ke kamar langsung ya.""Ya sayang," Tama pun tersenyum pada istrinya.Sementara itu Tama duduk di sofa dan membuka laptopnya.Pikirannya benar-benar bercabang memikirkan keadaan Mira.Tama pun memutuskan untuk melihat beberapa pekerjaannya, beberapa hari ini dirinya sibuk dengan Nada hingga membuat pekerjaannya terbengkalai.Namun, saat malam harinya Nada pun terbangun dari tidurnya.Ternyata Tama belum juga masuk ke dalam kamar.Membuatnya segera mencari keberadaan suaminya tersebut.Ternyata Tama masih duduk di sofa dengan laptop yang menyala."Mas," Nada langsung memeluk Tama dari belakang.Membuat Tama pun tersentak, mungkin karena terlalu fokus."Sayang, kamu kenapa bangun lagi? Tadi, Mas intip dari pintu kamu udah tidur, pulas banget. Kecap
Nada pun terbangun dari tidurnya saat hari sudah pagi, bahkan matahari sudah mulai terlihat begitu bersinar menerangi bumi.Nada pun meraba ke samping tempat di mana Tama berada, namun Nada tak merasakan apa-apa.Hingga akhirnya Nada pun membuka matanya, dan benar Tama tidak ada.Membuat Nada pun mendudukkan tubuhnya sambil memegangi selimut di dadanya untuk menutupi tubuhnya yang polos, kemudian matanya pun mengedar.Mencari keberadaan Tama saat ini.Namun, sampai saat ini pun tidak terlihat juga, hingga akhirnya Nada pun segera menuju kamar mandi membersihkan diri.Sesaat kemudian tubuhnya terasa lebih baik, dengan menggunakan pakaian santainya Nada pun keluar dari kamar.Masih dengan tujuan yang sama, yaitu menemukan keberadaan Tama yang belum juga diketahuinya."Mas," Nada tidak melihat apa-apa, benar-benar Tama tidak ada di sana.Hingga akhirnya Nada pun sampai di dapur dan melihat ada makanan di sana dengan selebaran kertas berisi goresan pena.Segera Nada pun meraihnya dan memb
Setelah selesai dengan pergulatan panas di siang hari ini, lagi-lagi Tama tidak ada di samping Nada.Membuat Nada bertanya-tanya lagi dan lagi akan Tama yang entah ke mana, segera Nada pun meraih ponselnya dan mencoba untuk menghubungi Tama.Namun, dari sekian banyaknya panggilan tidak satupun yang di jawab.Membuat perasaan Nada semakin tidak tenang saja.Hingga akhirnya Nada pun memutuskan untuk meletakkan ponselnya pada ranjang dengan asal.Dalam pikirannya terus saja memikirkan suaminya tersebut, entah apa dan bagaimana sehingga seakan Tama tidak bisa berada di dekatnya dalam jangka waktu yang lama.Hingga sore harinya Tama belum juga kembali, Nada lagi-lagi mencoba untuk menghubungi suaminya itu.Tetapi lagi-lagi hasilnya hanya sia-sia karena tidak ada jawaban sama sekali.Membuat Nada semakin bertanya-tanya kemana perginya Tama.Akhirnya Nada pun memutuskan untuk pergi menuju rumah sakit, mungkin saja suaminya itu berada di sana.Benar saja, sesampainya di rumah sakit belum juga
Nada pun terbangun dari tidurnya, melihat wajah Tama berada di sampingnya.Mungkin ini terbilang cukup aneh, karena hal seperti ini sangat jarang terjadi.Namun, Tama terus saja menatapnya.Membuat Nada bingung dan bertanya-tanya apakah ada yang salah dengan dirinya saat ini.Saat Nada akan berbicara Tama pun tiba-tiba saja menutup bibirnya dengan jari telunjuknya.Seakan tidak menginginkan dirinya untuk bertanya.Ini semakin membuat Nada bingung ingin bertanya namun tidak diberikan kesempatan sekali.Mengapa demikian?Entah.Nada benar-benar berada dalam rasa penasaran tanpa ada jawaban sama sekali."Aku hanya ingin menatap mu saja," kata Tama tiba-tiba.Nada benar-benar tidak mengerti mengapa Tama mengatakan itu padanya. Dengan tiba-tiba, karena mereka sudah menikah dan seharusnya juga selalu bersama.Namun mengapa Tama menjadi seperti seorang yang sangat jauh dengannya.Nada pun hanya diam saja, dan benar saja Tama terus saja menatap dirinya dengan begitu dalam.Hanya diam tanpa ka