"Dia siapa?" Tanya Zidan yang tidak mengerti."Dia itu lelaki yang pernah dijodohkan dengan Kinanti," terang Renata.Sambil melihat Nirwana yang berjalan ke arah Renata.Beberapa Tahun silam Sarah berniat menjodohkan Kinanti dengan seorang CEO di perusahaan cabang milikinya, saat ini Kinanti sedang mengandung anak pertama nya.Bahkan sudah menjadi istri gelap Adam, hingga Adam membawanya pergi diam-diam dari vila saat Sarah mengatur waktu pertemuan antara Kinanti dan Nirwan.Namun, kini lelaki itu muncul kembali."Ibu Renata, apa kabar?" Nirwan pun mengulurkan tangannya."Baik," Renata pun tersenyum ramah dan membalas uluran tangan Nirwan, "ini suami saya," Renata pun memperkenalkan Zidan."Saya Nirwan Dok," Nirwan mungkin sering melihat Zidan saat bersama Adam.Dirinya yang sudah sejak lama bekerja di perusahaan milik keluarga Adam tentu tahu.Hanya saja Zidan yang tidak memperhatikan dengan pasti, sehingga merasa tidak mengenal sama sekali."Zidan," Zidan membalas uluran tangan Nirw
Sampai di rumah pun Serena merasa kacau, penyebabnya adalah saat bertemu dengan wanita yang bernama Afifah barusan.Mengapa Kinanti harus mengatakan hal itu, demi apa?Agar membuatnya kesal?Napas Serena terus saja memburu bersamaan dengan dada yang naik turun.Segera menuju dapur dan meminum mineral yang mungkin bisa membuat perasaan sedikit membaik."Adek manis," Bayu pun baru saja sampai di rumah, seketika mencari keberadaan Serena.Hingga melihat istrinya berada di dapur, tetapi juga ada yang berbeda.Wajah Serena terlihat tidak baik-baik saja, matanya menatap begitu tajam.Bahkan, seperti ingin menelan Bayu hidup-hidup."Sini!" Serena pun menarik tangan Bayu menuju wastafel, kemudian mencuci bibir Bayu dengan tangannya sendiri."Serena," Bayu pun berusaha untuk menjauh, bingung dengan sikap Serena yang mendadak aneh, "kamu kenapa sih?""Tadi aku ketemu sama Afifa! Tau Afifa?" Nada suara Serena meninggi kesal pada Bayu semakin besar, apa lagi saat menyebutkan nama wanita yang pern
Berbeda lagi dengan Serena yang tengah mengemasi barang-barangnya, mungkin ingin segera minggat dari dari rumah Bayu.Sedangkan Bayu hanya berdiri di depan pintu kamar dan berusaha tetap tenang, berusaha dewasa adalah jalan terbaik.Serena sedang mengandung, emosinya memang tidak stabil, sehingga Bayu harus mengerti akan hal tersebut.Mungkin setelah lelah Serena akan berhenti melakukan hal lainnya, atau mungkin bisa berpikir lebih jernih.Sesaat kemudian Serena pun selesai membereskan pakaiannya, kemudian menarik koper keluar dari kamar.Tidak lupa sambil melayangkan tatapan tajam pada Bayu yang tengah berdiri di depan pintu."Puaskan kamu! Biar aja aku pergi biar kamu bahagia!" Seru Serena.Bayu tersenyum kecut, sebelah tangannya ada pada saku celananya. Sedangkan sebelahnya lagi menggosok tengkuknya."Aku pergi!" Kata Serena lagi.Bayu hanya diam tanpa menjawab, kemudian Serena kembali berbalik dan ingin melihat wajah Bayu saat ini."Apa!" Kesal Serena saat mendapati Bayu melihatn
Renata terbangun di tengah malam saat lelapnya mata terpejam, melepaskan diri dari pelukan Zidan dengan perlahan.Kemudian berjalan menuju dapur dengan terseok-seok, dinding menjadi pegangan menuntun diri menuju dapur.Peluh kian membanjiri, seiringan rasa sakit yang kian semakin menjadi-jadi.Akhirnya setelah berusaha susah payahnya Renata pun berhasil sampai di dapur, meneguk mineral dengan sebanyak mungkin.Berharap bisa meredamkan rasa sakit yang belum juga bisa berhenti."Sssstttt," Renata pun mendudukkan dirinya di lantai, rasanya begitu menyakitkan hingga air matanya menetes begitu saja.Menangis dengan menahan suaranya agar tak ada yang mendengar.Memegangi perutnya terus menerus melawan rasa sakit meskipun terasa sulit.Sampai 20 Menit berlalu, rasa sakitnya terasa berkurang.Renata yang kehabisan tenaga pun hanya diam duduk di lantai tanpa berpidah, keringat masih begitu membanjiri.Kembali meneguk mineral agar mengembalikan tenaga yang banyak terbuang.Hingga Renata pun men
Pagi harinya Zidan pun terbangun, ternyata Renata sudah terlebih dahulu bangun.Tidak berselang lama pintu kamar pun terbuka, Renata pun masuk dengan senyuman manisnya."Selamat pagi Daddy," sapa Renata sambil tersenyum."Pagi, kamu sudah lebih baik?""Lho, emang aku kenapa? Semalam aku hanya sedikit lelah," jelas Renata, "aku udah buatin sarapan, sekarang kamu mandi, aku yang menyiapkan pakaian mu," Renata pun berjalan menuju almari, memilih salah satu kemeja.Sampai akhirnya Zidan melingkar tangan pada perutnya."Mandi bareng ya Mommy," kata Zidan."Nggak, ah dingin," tolak Renata."Selamat pagi Daddy!" Seru Mentari dengan hebohnya.Zidan pun terpaksa melepaskan tangannya dan beralih menatap putri cantik nya."Pagi sayang!""Daddy, belum mandi?" "Belum, makanya Daddy bau jigong," jelas Renata menggoda putrinya."Emang Daddy, bau jigong?" Tanya Zidan pada Mentari yang kini berdiri di atas ranjang, sedangkan Zidan disampingnya."Enggak kok, wangi," Mentari memeluk Zidan menciumi pipi
Adam pun sampai bersama dengan Kinanti, keadaan Renata benar-benar memprihatinkan saat ini."Sebaiknya kita bawa ke rumah sakit," kata Adam memberikan solusi, bagaimana pun di rumah sakit semua lebih mudah.Alat juga dapat digunakan saat benar-benar membutuhkan seperti sekarang ini."Aku nggak mau, tolong kasih obat pereda rasa sakit ini aja. Aku mohon," Renata pun menggeleng menolak dibawa ke rumah sakit."Renata, muka mu saja sangat pucat. Bibir mu sudah seperti mayat hidup," Kinanti pun ikut kesal dan berusaha untuk meyakinkan Renata.Dirawat di rumah sakit adalah tepat, sayang Renata masih menggeleng dan menolak."Baiklah, sampai beberapa jam ke depan kita lihat," Adam pun memutuskan untuk memasang selang infus.Takut Renata semakin stress malah semakin membahayakan juga, bergerak terlalu banyak pun bisa membuat tubuh kian kehilangan tenaga.Selesai memasang selang infus, Renata pun lebih baik.Kemudian terlelap begitu saja karena sudah terlalu lelah menahan sakit.Sindi hanya bis
Zidan tidak mengerti dengan Renata, ada banyak kejanggalan yang terasa.Sampai dirinya sendiri tidak diinginkan masuk.Ada apa?"Zidan, kamu kenapa?" Mala membuyarkan lamunan Zidan saat akan memasuki rumah.Zidan pun sejenak menghentikan langkah kakinya, kemudian menatap Mala yang menunggunya untuk berbicara."Renata mana?" Lagi-lagi Mala melayangkan pertanyaan, melihat menantunya tidak juga turun dari mobil setelah Zidan."Renata di rumah Kak Sindi Ma, dia tidak mau pulang."Wajah Zidan yang murung tidak dapat ditutupi, kebingungan akan sikap Renata benar-benar menyimpan pertanyaan besar."Kamu ribut sama Renata? Kamu memukulnya lagi? Atau memakinya?" Mala merasa tekanan darahnya mendadak naik, pikiran-pikiran buruk pun kian menjadi-jadi.Renata tidak akan pergi jika tidak disakiti, jika saja itu benar maka Mala orang pertama yang dihadapi oleh Zidan.Belum lagi Renata sedang mengandung cucu keduanya."Nggak Ma, Zidan juga tidak tahu kenapa dia begini.""Kamu yakin?" Tanya Mala penuh
Tau seperti apa perasaan Zidan saat ini?Sakit!Pernyataan Renata benar-benar membuatnya hampir tak bisa bernapas, sesulit itulah selama ini menjalani kehidupan ini.Sampai diposisi seperti ini pun harus memohon kepada seorang suami.Tangan Zidan sampai terasa kaku saat akan memeluk Renata, rasanya begitu berat setelah apa yang didengarnya."Keadaannya yang tidak memungkinkan, aku akan tetap mencintaimu. Menyayangimu, dalam keadaan apapun. Sekalipun kamu hanya memberikan satu anak untuk ku, Mentari sudah lebih dari segalanya," ucap Zidan.Renata menggeleng, bertahan dalam keputusan yang memang sangat menyulitkan."Katanya kamu cinta, aku cuma minta mempertahankan anak ini. Tapi kamu tidak mau.""Ini bukan cuman, Renata, ini masalah serius!""Aku nggak mau."Zidan tidak mampu lagi berkata-kata, semua yang dikatakan tidak ada yang bisa membuat Renata berhenti untuk tetap melanjutkan segalanya.Keputusan yang teramat sulit untuk dipilih."Kecil kemungkinan janin itu bisa tetap bertahan R