Setelah malam tadi, hari ini Tama pun kembali mengunjungi kediaman Nada, memastikan apakah keadaannya sudah baik-baik saja.Bagaimana pun juga dirinya adalah Ayah dari janin yang ada di kandungan Nada.Sejak kembali dari kediaman Nada, semalaman Tama tak dapat lepas memikirkan Nada. Apa lagi tahu tentang kehamilan Nada dengan cara yang tidak seharusnya.Mungkin jika saja malam itu Nada tidak pendarahan Tama belum juga tahu sampai saat ini."Bunda," Tama pun melihat Kinanti yang sedang berada di teras, melihat bunganya yang tampak sudah mekar.Kinanti pun beralih melihat Tama, bahkan ada banyak sekali paperbag yang di pegang oleh Tama."Bunda, bagaimana keadaan Nada?" tanya Tama lagi.Kinanti pun melihat ke atas, tampak Nada yang sedang berjemur duduk di balkon kamarnya.Semetara selang infus masih terpasang pada tangannya.Matanya juga melihat Tama di bawah sana hanya saja tampak tak ada ekspresi sama sekali.Entah Nada sedang merasa bahagia ataupun sedang bersedih karena melihat Tama
Tama pun memutar gagang pintu, kemudian mendorongnya dengan perlahan.Tampak Nada sedang berbaring sambil menunggu arah pintu hingga tak melihat kehadirannya.Sesaat kemudian Tama pun menutup pintu kembali, menatap Nada yang masih saja berbaring di sana."Bunda, Nada haus," kata Nada yang menyadari ada seseorang yang masuk ke dalam kamarnya, hanya saja dirinya mengira jika itu adalah Kinanti.Tama pun melihat mineral yang ada pada meja, kemudian memberikan pada Nada.Hingga akhirnya Nada pun melihat siapa yang kini ada di hadapannya.Seseorang yang sangat dirindukannya selama ini, seseorang yang juga masih memiliki tempat istimewa di hatinya.Hanya saja Nada merasa jika cintanya yang begitu besar tak terbalaskan, karena Tama yang menyakitinya tanpa berpikir sama sekali."Minum," Tama menggerakkan gelas di tangannya.Nada pun mengangguk, kemudian setelah duduk dan meneguk mineral yang diberikan oleh Tama padanya.Setelah itu Tama pun kembali meletakkannya pada meja, sementara Nada kemb
Beberapa hari kemudian.Keadaan Nada pun kembali membaik, kini dirinya sedang bersiap-siap untuk pergi kuliah. Sekalipun sedang mengandung tak membuatnya menjadi terbebani.Sebab, menurutnya anak adalah anugerah yang terindah dalam hidupnya.Jadi jangan menjadikan jika kandungan adalah penghalang untuk melakukan banyak hal di luar sana, selama tidak membuat janinnya terganggu.Akhirnya setelah memakai dress berwarna hitam yang cukup longgar tak lupa memakai syal rajut pada lehernya.Kemudian tas yang menggantung di tangganya berwarna senada dengan dress-nya, setelah itu Nada pun menuruni anak tangga satu-persatu.Menuju meja makan untuk sarapan pagi bersama yang lainnya terlebih dahulu, sambil berpamitan sebelum nantinya menuju kampus."Nada, kamu mau ke mana?" tanya Kinanti melihat penampilan putrinya.Putrinya itu tampak begitu rapi, sepertinya akan bepergian."Nada, mau kuliah Bunda. Nada, bosen di rumah terus," jawab Nada."Kamu istirahat saja di rumah, setelah melahirkan lanjutka
"Aku pergi atau gimana ya?" tanya Sarah yang bingung harus melakukan apa.Sementara langkah kaki Tama semakin mendekat ke arah mereka, tepatnya ke arah Nada. Namun, Sarah juga berdiri di samping Nada."Tidak perlu kemana-mana," kata Nada.Hingga akhirnya Tama pun kini berdiri di hadapannya."Kamu sudah lebih baik?" tanya Tama."Iya," jawab Nada.Tama pun mengangguk sambil melihat penampilan Nada."Apa tidak takut kelelahan?"Nada menjawabnya dengan senyuman kecil, "Aku masuk dulu ya Mas, permisi," Nada pun membalikan badannya, begitu juga dengan Sarah yang ikut menyusul Nada.Meskipun sebenarnya Sarah juga sedang kebingungan.Sedangkan Tama hanya diam di tempatnya, menatap Nada yang sudah menjauh.Wanita itu tampak berbeda jauh dari sebelumnya, tidak menghindarinya sama sekali. Tetapi, tidak juga untuk mendekat.Tama tidak mengerti dengan Nada yang saat ini, wanita itu sungguh jauh berbeda dari sebelumnya.Hingga akhirnya mata kuliah selesai, Nada pun memutuskan untuk pulang. Masih se
Mira pun kini sampai di kediaman keluarga Nada, bahkan kehadirannya dan juga Handoko tampak di terima baik oleh Kinanti.Semakin membuat perasaan Mira menjadi was-was, karena malu atas apa yang sudah dilakukan Tama terhadap Nada.Padahal dari awal pernikahan saja semuanya tidaklah mudah, restu yang sulit didapat juga begitu jelas di ingat.Namun, setelah semuanya di dapat malah di sia-siakan kesempatan terbaik itu."Jeng, saya minta maaf. Saya, bersalah. Anak saya melakukan ini semua karena saya," tutur Mira sambil meremas kedua tangannya, sungguh kini Mira tak memiliki wajah di depan Kinanti.Bukan kesalahan Tama, tapi karena dirinya yang menjadi alasan utama. Yang berarti dirinya adalah penyebab kehancuran itu tiba.Kinanti hanya bisa menarik napas panjang mendengarkan apa yang dikatakan oleh Mira, akan tetapi kini dirinya juga menyerahkan semua keputusan pada Nada.Tidak memaksa Nada untuk kembali pada Tama dengan alasan apapun, sekalipun karena janinnya. Tapi, tidak juga dengan me
Dua hari kemudian."Nada, kamu baik-baik aja kan?""Aku sedikit pusing," Nada pun memegang kepalanya yang terasa seperti sedang berputar-putar di tempatnya."Kamu duduk di sini, aku ke kantin sebentar. Sebentar lagi aku kembali dengan air mineral," kata Sarah.Nada pun duduk di kursi yang ada di sekitarnya, menunggu Sarah kembali dengan membawa mineral.Padahal mereka baru saja sampai di kampus, tetapi mendadak kepala Nada terasa pusing dengan keringat dingin yang mulai membanjiri tubuhnya."Kamu sedang apa?" tanya Tama.Hampir setiap hari Tama menemui Nada, kemanapun Nada pergi dia tidak keberatan untuk menyusul.Termasuk ke kampus.Tetapi, malah Nada tak mengenali wajah Tama. Penyebabnya adalah penglihatannya yang mulai buram.Membuat Tama pun sadar dengan wajah pucat Nada di pagi ini."Nada?" panggil Tama sambil menggerakkan tangannya di depan wajah Nada.Nada sedikit memukul kepalanya, mungkin dengan begitu bisa sedikit lebih baik.Tapi, malahan semuanya semakin tampak gelap gulit
Lagi-lagi Tama merasa ada yang tumpah dari dalam matanya, apa lagi kalau bukan cairan bening membuatnya cepat-cepat mengusap dengan tangannya.Perkataan Nada tampak yang tampak sederhana dan tidak kasar, namun malah membuat Tama merasa terluka.Keinginannya hanya satu, Nada kembali padanya bukan hanya karena anak yang ada di rahim Nada.Jika pun anak itu tidak ada, Tama akan tetap memohon untuk Nada mau kembali padanya.Lantas bagaimana jika Nada lebih memilih sendiri tanpa dirinya."Kita bisa berteman, menjadi partner untuk membesarkan anak kita," tambah Nada."Kenapa? Kenapa kamu tidak mau kembali pada Mas, apakah karena kamu sudah sangat membenci Mas?" tanya Tama dengan suaranya yang parau karena menahan sesak di dada.Tak menyangka semuanya bisa menjadi seperti ini, impian bahagia bersama sepertinya hanya tinggal impian semata."Mas, tahu?" tanya Nada sambil tersenyum melihat Tama yang terus saja menatapnya.Sejenak menjeda ucapannya sambil melihat Tama di hadapannya yang terus sa
Mungkin saja saat Tama ada di dekatnya Nada masih bisa tersenyum seolah dirinya begitu kuat dan baik-baik saja.Bahkan meminta Tama untuk tersenyum padanya, menguatkan hati dengan status pertemanan mereka berdua.Namun, bagaimana dengan hati Nada yang sebenarnya?Apakah wanita itu benar-benar kuat dan tak ada luka sedikitpun di hatinya?Mungkinkah Nada menerima keadaan ini dengan berlapang dada tanpa beban sama sekali?Sebenarnya dirinya juga rindu saat-saat bersama dengan Tama, rindu dengan peluk hangat pria yang pernah bersamanya itu.Nada sangat merindukan saat-saat bercanda bersama dan tertawa dengan lepasnya.Tapi apa daya, Nada pun tak bisa berbuat apa. Karena, takut semuanya terulang kembali, mungkin dengan cara yang berbeda.Sehingga untuk saat mungkin keputusan tepatnya hanyalah sekedar berteman saja.Bahkan Nada melepaskan isak tangis yang sejak tadi di tahannya mati-matian itu.Saat merasa dirinya hanya sendirian saja, agar bisa mengurangi sedikit beban di hatinya."Nada, k