Kenan masih terdiam dan merasa bingung, hingga akhirnya menyusul Diva yang kini sudah menuju kamar.Kenan mengetuk pintu terlebih dahulu, setelahnya masuk dengan perlahan.Matanya melihat Diva yang kini menangis tersedu-sedu sambil duduk di sisi ranjang.Kenan tahu kini Diva tengah menyimpan luka yang cukup dalam, tapi entah luka yang seperti apa, tidak diketahui sama sekali.Kenan pun tidak memiliki keberanian untuk bertanya lebih jauh, dirinya memutuskan untuk pergi.Memberikan waktu kepada Diva menyendiri, mungkin setelah itu bisa menjadi lebih baik.Namun tiba-tiba Diva bersuara, hingga membuat langkah kaki Kenan pun terhenti seketika itu juga."Kenan.""Maaf, aku masuk ke kamar ini. Aku bukan berniat tidak sopan atau pun bagaimana," jelas Kenan.Diva pun mengusap air matanya, kemudian berusaha untuk tidak lagi menangis."Kenan, maaf ya. Sepertinya aku terlalu cengeng, akhir-akhir ini aku merasa sendiri, kedua orang tua ku pun sedang menghukum ku. Aku rindu mereka," air mata Diva
Suara benda jatuh membuat Diva merasa takut, seketika itu mendudukkan tubuhnya. Kedua tangannya meremas selimut dan matanya melihat seluruh sudut kamar.Rasa takut begitu membayanginya, sehingga begitu sensitif terhadap apa saja.Diva pun memilih keluar dari kamar, mencari keberadaan Kenan yang mungkin bisa membuatnya lebih baik."Kamu mau ke mana?"Diva pun tersentak, melihat Kenan ternyata duduk di sofa tepat berada di depan kamar yang ditempati olehnya."Kamu di sini?""Aku nanya, kamu kenapa bertanya kembali," kata Kenan sambil melihat Diva dari bawah sampai ke atas.Sebab Diva terlihat seperti ketakutan."Aku takut, barusan aku dengar suara kencang banget," Diva pun mencoba melihat ke dalam kamar dari pintu yang masih terbuka lebar.Kenan pun bangkit dari duduknya, kemudian berjalan memasuki kamar Diva.Lampu menyala dengan terangnya, "Apa kamu selalu tidur dengan lampu terang atau bagaimana?""Aku takut, jadi aku tidur dengan lampu yang menyala."Sesaat kemudian Kenan pun meliha
"Diva, aku bisa bertanya satu hal? Aku tidak bermaksud untuk ikut campur dalam urusan mu, tapi aku hanya ingin tahu saja."Diva melihat keseriusan dari wajah Kenan, entah apa yang akan ditanyakan oleh seorang Kenan saat ini padanya."Kamu mau tanya apa?" Kenan sejenak terdiam, menimbang pertanyaannya.Membuat Diva yang malah penasaran dengan pertanyaan Kenan."Kamu mau tanya apa sih? Kenapa aku jadi mendadak penasaran," kata Diva.Kenan pun tersenyum, di saat dirinya baru untuk mengutarakan pertanyaan nya malah Diva yang penasaran."Kamu mau nanya apa sih? Kok, serius banget kayaknya?" Kenan pun bangkit dari duduknya, kemudian berjalan beberapa langkah mendekati bunga yang begitu indah.Diva juga mengikuti langkah kaki Kenan, hingga Kenan pun berbalik dan malah bertabrakan dengan Diva.Bruk!Diva pun terjatuh seketika itu."Maaf," Kenan mengulurkan tangannya, "aku tidak tahu kamu ada dibelakang ku.""Hehe," Diva menyadari kesalahannya, memang dirinya yang aneh, "Kenan, kamu mau tany
"Kamu serius mau batalin pernikahan itu?""Aku sangat serius," Diva pun mengangguk dengan pasti, dirinya tidak ingin menjadi penghalang antara Mentari dan Fikri.Jika pun membenci Fikri tidak selayaknya Mentari juga mendapatkan hukuman."Tapi undangan pernikahan mu dan Fikri sudah disebar," kata Kenan lagi."Tidak masalah, aku tidak mau kisah Bunda Kinan terulang kembali, berganti dengan versi cerita kita di masa kini," kata Diva lagi dengan yakin."Apa kau tidak malu batal menikah?""Ya udah, kamu aja yang nikahin aku. Biar aku nggak malu!" Kata Diva dengan asal.Degh!Kenan mendadak diam saat mendengar peryataan Diva."Aku hanya bercanda, aku tahu kamu pun sudah mencintai wanita lain. Tenang, aku tidak akan mau menjadi orang ketiga," kata Diva.Kini keduanya sudah sampai di rumah Kenan, sesuai dengan keinginan Diva yang ingin menemui Adam dan juga Kinanti.Dengan cepat Diva pun turun dari mobil, kemudian berlari masuk ke dalam rumah tanpa ijin sekalipun.Bruk! Diva menabrak Fikri t
Sebenarnya Fikri sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Mentari, kemudian mengatakan bahwa permasalahannya dengan Diva sudah selesai.Bahkan Adam dan Kinanti meminta Mentari yang menggantikan Diva.Sayangnya kini Mentari sedang berada di luar kota, berdasarkan keterangan rumah sakit miliknya, tempat dimana Mentari bekerja.Pagi tadi Mentari sudah berangkat menuju Bandung, untuk menghadiri seminar bersama beberapa dokter lainnya.Artinya Fikri harus bersabar menunggu Mentari kembali, untuk mengatakan sesuatu yang sangat indah.Namun Fikri kesal, berapa kali mencoba menghubungi Mentari, tetapi tidak bisa.Sampai akhirnya dirinya sudah dikejar waktu, segera Fikri berangkat menuju Bandung melihat pembangunan hotel yang sedang berlangsung.Fikri tidak ingin membuat Adam kecewa, sehingga segera meninjau lokasi.Sesampainya di Bandung Fikri kembali mencoba untuk menghubungi Mentari.Tetapi sampai saat ini juga tidak bisa, akhirnya memutuskan menghubungi Tama untuk meminta bantuan melacak keb
"Fikri, aku tidak melakukan apapun dengan Tama. Dia hanya menolong ku, aku barusan diserempet motor. Kaki ku sakit, itu saja," jelas Mentari dengan secepat mungkin agar Fikri mendengarkan.Fikri tertawa mendengar penjelasan Mentari, menurutnya alasan itu terlalu pasaran untuk dijadikan sebagai pembela dirinya."Ow, apa aku percaya?" Fikri pun mendekatkan wajahnya, "tidak!" Imbuh Fikri lagi."Fikri, aku berani bersumpah.""Waw, benarkah?" Ejek Fikri.Hatinya begitu sakit saat melihat Mentari dipelukan Tama bahkan berada di hotel.Pikirannya terkuras habis untuk masalah ini, cintanya yang dikhianati terasa begitu sakit.Di saat semua sudah terselesaikan malah dibalas dengan pengkhianatan."Fikri, tolong dengarkan aku," suara Mentari begitu lembut, berharap Fikri bisa mendengarkan."Kita buktikan saja," Fikri mengangkat sebelah alis matanya dan menindih tubuh Mentari."Fikri, jangan!" Mentari menggeleng dengan wajah panik, dirinya takut jika malah Fikri merenggut kesuciannya detik ini ju
Akhirnya setelah beberapa usaha yang dilakukan oleh Fikri, kini Mentari dapat membuka matanya.Fikri pun bernapas lega setelah dari tadi panik bukan main.Jika sudah menyangkut Mentari tidak ada lagi yang bisa menenangkan hatinya, bahkan sampai begitu berlebihan sekalipun sebenarnya masalah tidak begitu rumit."Akhirnya kamu sadar juga."Mentari pun menjauh dari Fikri, kesal sekali mengingat apa yang barusan terjadi."Aku minta maaf," kata Fikri dengan penuh permohonan.Menyesali perbuatannya sendiri, tersadar kesalahannya begitu fatal.Andai ada cara untuk menebusnya, mengembalikan waktu untuk memperbaiki segala kesalahan.Maka Fikri akan melakukannya tanpa terkecuali.Tetapi wajah Mentari terlihat begitu kecewa atas apa yang barusan dilakukan oleh Fikri padanya.Hingga akhirnya Mentari melempar pandangannya ke arah lain, benar-benar tidak ingin melihat Fikri."Mentari," Fikri pun berpindah tempat, berharap Mentari dapat melihat wajahnya.Sayangnya Mentari kembali membuang pandangann
Buk!Buk!Zidan menghajar Fikri dengan kuatnya, bahkan tanpa hentinya.Adam hanya diam, duduk di sofa menyaksikan sebagai penonton.Apa yang bisa dilakukannya saat ini?Membiarkan putranya sampai babak belur.Di mata Adam yang benar tetaplah benar, sedangkan yang salah akan tetap salah sekalipun itu adalah anaknya sendiri.Tak terkecuali Fikri, apa yang dilakukan oleh Fikri memang sangat keterlaluan.Saat seseorang yang bertugas mengawasi setiap gerak-gerik Mentari pun melaporkan pada Zidan tentang Fikri yang dan Mentari berada di dalam kamar hotel saat ini.Bahkan mengatakan ada pertengkaran yang terjadi, sebelum akhirnya Fikri dan Mentari memasuki kamar.Setelah sampai dan masuk ke dalam kamar, tak perlu lagi menjelaskan semuanya.Saat Mentari hanya berbalut selimut dan Fikri yang sudah mengenakan celana sudah menjelaskan segalanya.Belum lagi ada bercak darah pada ranjang.Adam adalah dokter ahli kandungan, begitu pun dengan Zidan.Mungkin dengan kasat mata pun sudah tahu apa yang