Sejenak keduanya terdiam, larut dalam pikiran masing-masing.Memendam rasa yang begitu sulit untuk mengungkapkan, menjaga perasaan yang tidak seharusnya saling membenci.Kenan tidak ingin menghancurkan pertemanan mereka yang begitu baik, selama ini keduanya begitu akrab.Kenan tidak ingin ada kecanggungan yang terjadi di antara keduanya, jika saja Kenan mengungkapkan perasaannya.Saat ini Kenan sudah cukup bahagia bisa begitu dekat dengan Diva.Meskipun cinta yang tak bisa memiliki."Aku antar kamu pulang, lebih baik istirahat di rumah," kata Kenan yang akhirnya bersuara.Diva hanya diam, mengikuti apa yang dikatakan oleh Kenan saat ini.Hingga akhirnya keduanya kini sedang dalam perjalanan pulang menuju rumah.Diva mencoba melirik Kenan yang tengah mengemudikan mobil."Kenan, aku bisa minta tolong?" Tanya Diva dengan ragu."Apa!" Kenan melirik Diva sekilas."Aku ingin ke bukit saja, aku tidak ingin pulang. Aku sedang ingin mencari sedikit kenyamanan," jelas Diva sambil terus saja men
"Sebaiknya kamu istirahat dulu, itu kamar mu. Dan, ini kamar ku," Kenan menunjukkan kamar yang digunakan untuk tempat beristirahat sejenak, "sambil menunggu makan malam dipersiapkan.""Iya," Diva pun perlahan melangkah menuju kamar yang sudah diarahkan oleh Kenan.Sesaat kemudian Kenan pun memasuki kamarnya, memberitahu pada Bayu jika Diva bersama dengan dirinya.Kenan pun meyakinkan jika Diva baik-baik saja, dan berjanji tidak akan terjadi hal-hal yang dapat merugikan Diva maupun dirinya.Kenan pun mengatakan bahwa Diva sedang stress menyelesaikan skripnya. Sehingga, memintanya untuk jalan-jalan ke puncak, hingga akhirnya hujan turun dan akan sangat berbahaya jika memaksakan untuk pulang.Bayu pun mengijinkannya, bahkan merasa tenang dengan penjelasan Kenan.Sampai saat ini Bayu merasa percaya pada Kenan, hingga dirinya memberikan kepercayaan sepenuhnya.Setelah itu Kenan pun meletakkan ponselnya pada ranjang, kemudian berniat untuk menemui Diva untuk mengajaknya makan malam.Namun,
Kenan masih terdiam dan merasa bingung, hingga akhirnya menyusul Diva yang kini sudah menuju kamar.Kenan mengetuk pintu terlebih dahulu, setelahnya masuk dengan perlahan.Matanya melihat Diva yang kini menangis tersedu-sedu sambil duduk di sisi ranjang.Kenan tahu kini Diva tengah menyimpan luka yang cukup dalam, tapi entah luka yang seperti apa, tidak diketahui sama sekali.Kenan pun tidak memiliki keberanian untuk bertanya lebih jauh, dirinya memutuskan untuk pergi.Memberikan waktu kepada Diva menyendiri, mungkin setelah itu bisa menjadi lebih baik.Namun tiba-tiba Diva bersuara, hingga membuat langkah kaki Kenan pun terhenti seketika itu juga."Kenan.""Maaf, aku masuk ke kamar ini. Aku bukan berniat tidak sopan atau pun bagaimana," jelas Kenan.Diva pun mengusap air matanya, kemudian berusaha untuk tidak lagi menangis."Kenan, maaf ya. Sepertinya aku terlalu cengeng, akhir-akhir ini aku merasa sendiri, kedua orang tua ku pun sedang menghukum ku. Aku rindu mereka," air mata Diva
Suara benda jatuh membuat Diva merasa takut, seketika itu mendudukkan tubuhnya. Kedua tangannya meremas selimut dan matanya melihat seluruh sudut kamar.Rasa takut begitu membayanginya, sehingga begitu sensitif terhadap apa saja.Diva pun memilih keluar dari kamar, mencari keberadaan Kenan yang mungkin bisa membuatnya lebih baik."Kamu mau ke mana?"Diva pun tersentak, melihat Kenan ternyata duduk di sofa tepat berada di depan kamar yang ditempati olehnya."Kamu di sini?""Aku nanya, kamu kenapa bertanya kembali," kata Kenan sambil melihat Diva dari bawah sampai ke atas.Sebab Diva terlihat seperti ketakutan."Aku takut, barusan aku dengar suara kencang banget," Diva pun mencoba melihat ke dalam kamar dari pintu yang masih terbuka lebar.Kenan pun bangkit dari duduknya, kemudian berjalan memasuki kamar Diva.Lampu menyala dengan terangnya, "Apa kamu selalu tidur dengan lampu terang atau bagaimana?""Aku takut, jadi aku tidur dengan lampu yang menyala."Sesaat kemudian Kenan pun meliha
"Diva, aku bisa bertanya satu hal? Aku tidak bermaksud untuk ikut campur dalam urusan mu, tapi aku hanya ingin tahu saja."Diva melihat keseriusan dari wajah Kenan, entah apa yang akan ditanyakan oleh seorang Kenan saat ini padanya."Kamu mau tanya apa?" Kenan sejenak terdiam, menimbang pertanyaannya.Membuat Diva yang malah penasaran dengan pertanyaan Kenan."Kamu mau tanya apa sih? Kenapa aku jadi mendadak penasaran," kata Diva.Kenan pun tersenyum, di saat dirinya baru untuk mengutarakan pertanyaan nya malah Diva yang penasaran."Kamu mau nanya apa sih? Kok, serius banget kayaknya?" Kenan pun bangkit dari duduknya, kemudian berjalan beberapa langkah mendekati bunga yang begitu indah.Diva juga mengikuti langkah kaki Kenan, hingga Kenan pun berbalik dan malah bertabrakan dengan Diva.Bruk!Diva pun terjatuh seketika itu."Maaf," Kenan mengulurkan tangannya, "aku tidak tahu kamu ada dibelakang ku.""Hehe," Diva menyadari kesalahannya, memang dirinya yang aneh, "Kenan, kamu mau tany
"Kamu serius mau batalin pernikahan itu?""Aku sangat serius," Diva pun mengangguk dengan pasti, dirinya tidak ingin menjadi penghalang antara Mentari dan Fikri.Jika pun membenci Fikri tidak selayaknya Mentari juga mendapatkan hukuman."Tapi undangan pernikahan mu dan Fikri sudah disebar," kata Kenan lagi."Tidak masalah, aku tidak mau kisah Bunda Kinan terulang kembali, berganti dengan versi cerita kita di masa kini," kata Diva lagi dengan yakin."Apa kau tidak malu batal menikah?""Ya udah, kamu aja yang nikahin aku. Biar aku nggak malu!" Kata Diva dengan asal.Degh!Kenan mendadak diam saat mendengar peryataan Diva."Aku hanya bercanda, aku tahu kamu pun sudah mencintai wanita lain. Tenang, aku tidak akan mau menjadi orang ketiga," kata Diva.Kini keduanya sudah sampai di rumah Kenan, sesuai dengan keinginan Diva yang ingin menemui Adam dan juga Kinanti.Dengan cepat Diva pun turun dari mobil, kemudian berlari masuk ke dalam rumah tanpa ijin sekalipun.Bruk! Diva menabrak Fikri t
Sebenarnya Fikri sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Mentari, kemudian mengatakan bahwa permasalahannya dengan Diva sudah selesai.Bahkan Adam dan Kinanti meminta Mentari yang menggantikan Diva.Sayangnya kini Mentari sedang berada di luar kota, berdasarkan keterangan rumah sakit miliknya, tempat dimana Mentari bekerja.Pagi tadi Mentari sudah berangkat menuju Bandung, untuk menghadiri seminar bersama beberapa dokter lainnya.Artinya Fikri harus bersabar menunggu Mentari kembali, untuk mengatakan sesuatu yang sangat indah.Namun Fikri kesal, berapa kali mencoba menghubungi Mentari, tetapi tidak bisa.Sampai akhirnya dirinya sudah dikejar waktu, segera Fikri berangkat menuju Bandung melihat pembangunan hotel yang sedang berlangsung.Fikri tidak ingin membuat Adam kecewa, sehingga segera meninjau lokasi.Sesampainya di Bandung Fikri kembali mencoba untuk menghubungi Mentari.Tetapi sampai saat ini juga tidak bisa, akhirnya memutuskan menghubungi Tama untuk meminta bantuan melacak keb
"Fikri, aku tidak melakukan apapun dengan Tama. Dia hanya menolong ku, aku barusan diserempet motor. Kaki ku sakit, itu saja," jelas Mentari dengan secepat mungkin agar Fikri mendengarkan.Fikri tertawa mendengar penjelasan Mentari, menurutnya alasan itu terlalu pasaran untuk dijadikan sebagai pembela dirinya."Ow, apa aku percaya?" Fikri pun mendekatkan wajahnya, "tidak!" Imbuh Fikri lagi."Fikri, aku berani bersumpah.""Waw, benarkah?" Ejek Fikri.Hatinya begitu sakit saat melihat Mentari dipelukan Tama bahkan berada di hotel.Pikirannya terkuras habis untuk masalah ini, cintanya yang dikhianati terasa begitu sakit.Di saat semua sudah terselesaikan malah dibalas dengan pengkhianatan."Fikri, tolong dengarkan aku," suara Mentari begitu lembut, berharap Fikri bisa mendengarkan."Kita buktikan saja," Fikri mengangkat sebelah alis matanya dan menindih tubuh Mentari."Fikri, jangan!" Mentari menggeleng dengan wajah panik, dirinya takut jika malah Fikri merenggut kesuciannya detik ini ju