Início / Romansa / Pembantu Rasa Nyonya / Bab 9. POV Tuan Kusuma
Bab 9. POV Tuan Kusuma

"Papi, aku suka yang ini," kata Amelia putriku. Dia menyodorkan berkas kerja ke tanganku.

Sudah berbulan-bulan kami mencari pekerja yang mengurus keperluan rumah. Ratusan lamaran yang masuk secara online, banyak yang berminat karena gaji yang ditawarkan besar. Anita karyawan Mami, yang menyortirnya dan tersisa lima belas kandidat. Tumpukan berkas itu sudah satu minggu di meja kerjaku tanpa sempat aku sentuh. Aku tidak ada waktu.

Sebenarnya, yang aku cari tidak hanya sekedar pengurus rumah. Namun, teman untuk anakku, Amelia. Diumurnya yang masih labil, dia membutuhkan sosok yang bisa mendampinginya. Aku sebagai papinya tidak sempat dan tidak mengerti kebutuhan anak perempuan seusia dia. Sering kali dia membuatku stres tanpa aku tahu harus bagaimana. Mamiku yang akhirnya turun tangan.

"Papi! Dilihat dong, Pi. Aku pingin cepet punya temen," rengeknya dengan manja. Kebiasaan kalau ada yang diinginkan dia akan menggelendot di lenganku. Dan tidak akan dilepas sebelum keinginannya terkabul. Namun,  kalau tidak ada maunya, dia akan di kamar terus. Bahkan seharian.

"Manja sekali anak Papi. Temenmu kan Papi. Sudah bosan, ya?" Kucubit pipinya gemas.

"Papi sukak tidak nyambung. Aku kan mau yang cewek, Pi. Banyak urusan khusus cewek. Papi tidak bakalan ngerti," bisik Amelia tersenyum geli. 

Anakku sekarang sudah besar, kebutuhannya sudah berbeda. Bagaimana bisa dia curhat atau ngobrol denganku, ketemu saja jarang. Walaupun kami tinggal berdua, kami jarang bertemu. Pagi-pagi dia sudah ke sekolah, aku masih istirahat di kamar. Malam aku pulang dari kantor, dia sudah tidur.

Aku membaca berkas yang disodorkannya. Nama Maharani, umur 39 tahun. Dari fotonya kelihatan orangnya bersih dan pintar.

"Ok! Langsung saja hubungi Anita untuk panggil. Semoga kamu suka, ya." Aku usap dan cium pucuk kepala. 

"Asyik! Terima kasih, Pi! Love you." Dia memcium pipiku dan melesat lari kegirangan.

Aku tersenyum geli melihat tingkah anak tunggalku ini.

***

"Selamat malam Tuan Kusuma, perkenalkan saya Maharani karyawan baru."

Seorang perempuan menyambutku dengan sopan. Ternyata ini pegawai baru itu. Perawakannya tinggi dan besar, tapi tidak gendut. Tidak terlalu cantik tetapi menarik dan bersih. Gestur tubuhnya menandakan dia wanita yang kuat dan percaya diri. 

Maharani. 

Namanya bagus.

*

Makan malamku enak sekali. Dia pintar memasak. Menunya umum, tetapi ada tambahan rasa yang membuat lebih enak. Tumben sekali aku sampai menghabiskan dua piring. Rasa masakan yang segar menggugah seleraku.

Biasanya kami dikirim makanan dari rumah mami atau beli di luar. Namun, lama-lama bosan. Seenak apapun makanan diluar, lebih enak makanan rumah.

Rani.

Itu panggilanku buat dia.

Aku tes dia.

Aku coba menawarkan dia untuk memanggilku mas atau pak. Dan,  dia memilih memanggilku, pak. Pilihannya menandakan dia ingin bersikap profesional. Dia berusaha menjaga jarak denganku.  Dia membuatku semakin penasaran, siapa dia sebenarnya.

Ponselku nyala.

[Kus, sudah di rumah?]

Ternyata Mami yang kirim pesan. Kasihan, diusianya sekarang masih mengurus keperluan rumahku. Terutama, keperluan Amelia cucunya. Dia mengirim Anita-pegawainya untuk mengawasi keperluan di sini. Seringkali aku ditekan untuk menikah lagi, supaya ada yang mengurus katanya. Namun, zaman sekarang susah mencari yang benar-benar tulus dan cocok untukku. Apalagi ada Amelia yang sudah ABG. Aku lebih nyaman seperti ini, tidak repot mengurusi perempuan yang complicated.

[Kus, apa sudah ketemu pegawai baru?]

Pesan masuk lagi ke ponselku.

[Sudah, Mi]

[Cicipin masakannya. Enak atau tidak. Mami belum sempat tes dia]

[Sudah, Mi. Enak]

[Bagaimana menurutmu penampilannya]

[Biasa saja] Balasku singkat. 

Drrrt ... drrrt ... drrrt ....

Wah, Mami langsung telpon. Apa salahku, ya? Biasanya, kalau ada yang penting baru dia menelpon.

"Kusuma, anak mami. Bukan itu maksudnya. Coba liat penampilannya. Ngglubut gitu. Mana bisa kalau diajak pergi sama Amelia. Bikin malu aja! Kamu ngerti enggak, sih. Uwong kok ora mudengan!" 

Mami ngomel tentang Rani. Dia menyebutku orang yang tidak cepat mengerti.  Maksudnya apa? 

"Terus saya harus bagaimana, Mi?"

"Ya sana, kasih tahu Claudia. Itu kan kerjaan dia. Wes, urus semuanya ya. Jangan bikin malu!" teriak Mami kesal. Dia langsung tutup ponselnya. 

Gara-gara perempuan itu aku kena marah! Urusan penampilan, masak aku juga yang mengurus! Membuatku kesal, saja!

Kebetulan dia mengantar minuman ke sini. Aku tawarin dia untuk membeli baju, dia malah menolak. 

"Tidak perlu bagaimana?! Saya tidak mau anak saya malu karena penampilanmu! Nanti dia diejek sama teman-temannya. Kamu ngerti enggak sih. Jangan samakan dengan di kampung! Sudah, sana-sana!" teriakku kesal. 

Perempuan macam apa, sih dia. 

Dimana-mana perempuan kalau dibelanjakan akan hijau matanya. Bahkan akan loncat kegirangan. 

Ini malah menolak. 

Perempuan aneh!

[Claudia. Tolong make over karyawanku. Namanya Rani. Besuk dia ke butik diantar Amelia. Kasih dia penampilan yang terbaik. Dia yang akan dampingi Amelia. Buat supaya tidak memalukan]

Aku langsung kirim pesan ke Claudia, dia pemilik butik ternama langganan keluarga kami. 

Semakin aku ingin tahu, perempuan aneh ini.

***

Kaget sekali aku melihat kamar Amelia kosong. Kemana anak ini, apa dia keluar tanpa pamit? Baru saja aku tinggal ke rumah Mami, sudah hilang!

Oya, Rani.

Ini tanggung jawab dia. 

Anak hilang, dia malah tidur.

"Rani ...!"

Setelah beberapa ketukan, baru pintu kamarnya terbuka. Ternyata, Amelia tidur bersamanya. Lega hati ini. Aku sangat takut terjadi apa-apa dengan anakku ini.

Tersadar aku, ternyata penampilannya sedikit berubah. Wajahnya terlihat cerah, hasil pekerjaan bagus dari Claudia. Rani dengan daster lebarnya dan rambut terurai panjang, kelihatan cantik.

"Rani, tolong buatkan jahe hangat!" teriakku.

Tidak ada jawaban, yang datang malah Bik Inah. 

"Ada apa, Tuan? Bu Rani pergi mengantar Non Amelia ke sekolah. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Bik Inah tergopoh-gopoh.

Oya, aku lupa. Memang hari ini, dia mulai mengantar Amelia ke sekolah. 

Beberapa saat kemudian, terdengar mobil datang. Dia sudah pulang. Aku ingin melihat bagaimana penampilannya. Apakah ada perubahan?

Benar!

Dia kelihatan berkelas.

Tidak lusuh seperti kemarin.

"Ternyata, kamu cantik!"

***

Leia este capítulo gratuitamente no aplicativo >

Capítulos relacionados

Último capítulo