Tubuh segar, wajah berseri-seri dan tampak penuh percaya diri.Siapa lagi kalau bukan Tama, duda tampan penuh karisma yang sudah resmi melepaskan status dudanya.Sungguh tak pernah terbayangkan sebelumnya akhirnya semua bisa menjadi lebih indah, karena rasa cinta yang kian membawa pada sebuah cahaya kebahagiaan.Semua itu tampak nyata terlihat oleh siapa saja yang menyaksikannya, tak terkecuali Fikri yang melihat Tama baru saja keluar dari kamar.Tatapan sinis pun tampak nyata dilayangkan tanpa ada rasa bersalah.Tapi bagaimana pun Tama tetap membalasnya dengan senyuman manisnya.Mungkin karena suasana hatinya yang tengah begitu hangat.Setelah meluapkan sesuatu yang tertahan, bahkan bukan hanya satu kali, dua kali, atau pun tiga kali.Tapi sudah beberapa kali, sepertinya pria itu lupa jika awalnya hanya mengatakan satu kali saja.Sekali lagi mohon di mengerti, Tama adalah mantan duda yang lama kesepian dan haus belayan.Jadi, itu tidaklah terlalu aneh di mata orang sekitarnya bukan.
Mentari pun menyandarkan tubuhnya pada kursi yang dia duduki, hasilnya tampaknya masih saja sama.Dirinya yang bermasalah bukan Fikri, membuat perasaannya semakin terasa begitu perih.Sedangkan dokter yang duduk di hadapannya ikut merasakan kesedihan yang sama, namun apa daya, hasilnya memang seperti ini.Ini adalah tes untuk kedua kalinya, setelah beberapa waktu yang lalu Mentari diam-diam memeriksakan keadaannya.Untuk apa Mentari memeriksakan keadaannya lagi? Untuk berharap ada kesalahan? Rasanya begitu lucu.Mungkin karena dirinya sudah begitu ingin memiliki seorang anak yang dapat mengingat pernikahannya dan juga Fikri menjadi lebih erat."Sayang, jangan bersedih. Mungkin belum waktunya," Fikri pun mengusap punggung Mentari, berharap istrinya itu baik-baik saja.Meskipun rasanya tak mungkin semua bisa semudah itu.Fikri menyadari dirinya juga menginginkan seorang anak, bagaimana pun keinginan seseorang setelah menikah adalah kehadiran anak.Untuk melengkapi keluarga kecil mereka.
Hari kian semakin gelap Dava pun akhirnya selesai dengan pekerjaannya, akhirnya memutuskan untuk pulang.Namun, saat masuk ke dalam mobil malah melihat Sarah yang tertidur pulas di sana."Aku kira dia sudah pulang," gumam Dava.Dava cukup lama berada di dalam sana, bahkan banyak sekali urusan yang harus dia selesaikan.Bahkan tidak menyangka jika Sarah masih menunggunya, awalnya Dava yakin jika Sarah sudah pulang sejak tadi karena kesal terlalu lama menunggu dirinya.Sepertinya perkiraan Dava salah besar, tapi ada yang aneh di sini.Sarah terlelap dengan mendengkur, kemudian ada air liur yang tumpah dari sudut bibirnya.Dava pun mengambil ponselnya dan merekamnya, sesaat kemudian Sarah pun mulai bergerak.Artinya wanita itu akan terbangun dari tidurnya, cepat-cepat Dava menyimpan ponselnya."Aku ketiduran?" Sarah benar-benar shock karena dirinya masih saja berada di dalam mobil Dava.Kemudian melihat sekelilingnya yang ternyata sudah gelap."Udah jam berapa ini?" Sarah pun menarik per
Dava hanya menahan tawa melihat Sarah yang ketakutan, hingga akhirnya dirinya melihat Sarah menyusul masuk ke dalam restoran.Dava menyembunyikan senyumannya melihat wajah Sarah yang tampak begitu ketakutan, wajah wanita itu terlihat sedikit lucu di matanya.Tak menyangka ternyata wanita aneh itu bisa juga ketakutan, ditambah lagi percaya dengan hal-hal yang dia katakan barusan.Tapi tidak masalah juga, mengerjai sedikit lebih baik.Dari pada terus mengikuti Sarah entah kenapa arahnya tidak jelas sama sekali."Kamu mau pesan apa?" "Makanan dong Pak, nggak mungkin pesan sepatu futsal di sini kan!" jawab Sarah dengan ketus.Tetapi Dava hanya diam saja, semakin banyak berdebat hanya membuat perutnya semakin lapar saja karena energi yang terbuang demi sia-sia.Sarah pun melihat daftar menu dan harganya yang tertera di sana.Harganya pun cukup gila bagi seorang Sarah, belum lagi nama dari menu makanan yang membuatnya bingung."Rp.10.000.00, ini serius?" Sarah tak menyangka jika satu pors
Sarah melihat begitu banyak tugas kuliah yang harus diselesaikan.Membuatnya kembali merasa tidak bersemangat, padahal seharusnya pagi ini dirinya sudah lebih baik."Gimana ya, tugasnya mana banyak banget lagi."Sarah pun mengambilnya ponselnya, bermaksud untuk menghubungi Dava.Tapi tidak, kejadian malam tadi membuatnya urung untuk melakukan hal tersebut."Tapi inikan urusan kuliah. Jadi, dia dosen dan aku mahasiswa. Tidak ada urusan lainya."Sarah pun mangguk-mangguk tanpa alasan yang jelas.Baginya apa yang dia pikirkan adalah sebuah keputusan terbaik.Dengan segera memakai tas ranselnya kemudian berjalan ke luar.Tapi lagi-lagi Sarah mendesus mengingat sepeda motornya yang belum juga dibawa pulang."Masa iya aku harus naik ojek, dia memang sangat menjengkelkan sekali!" umpat Sarah.Karena tak ingin mengalami kerugian, akhirnya Sarah pun memilih untuk menghubungi Dava.Satu kali, dua kali dan tiga kali.Tak juga mendapatkan jawaban.Akhirnya Sarah pun harus merelakan dirinya untuk
"Aku besar begini di katakan tuyul, dasar dosen nggak ada etika!" seru Sarah dengan penuh kekesalan.Sedangkan Ferdian dan juga Zahra hanya terdiam melihat dua orang di hadapannya.Sesaat kemudian keduanya pun saling pandang, seakan berbicara dalam diam."Apa Papi memikirkan sesuatu?" tebak Zahra.Ferdian pun menjawabnya dengan anggukan kepala, sebab memang ada yang terlintas di benaknya."Apa pikiran kita sama?" tanya Zahra lagi."Mereka seperti mengingatkan kita pada jaman dulu," jawab Ferdian."Benar," jawab Zahra dengan yakin.Kemudian keduanya kembali melihat dua orang yang masih saja bersitegang di sana.Entah seperti apa kedekatan keduanya, tapi siapa pun yang menyaksikan ini pasti mengira ada kedekatan yang cukup baik.Tetapi, keduanya tetap saja menepis itu semua. Mungkinkah mereka tak menyadari kedekatan mereka yang menimbulkan tanya."Dasar!" pekik Sarah yang akhirnya menghentikan pukulannya setelah mulai menyadari sesuatu.Sarah pun menjauh dan melihat dua orang yang baru
Dava pun segera masuk ke dalam mobilnya, kemudian duduk di kursi kemudi bersiap-siap untuk menyalakan mesin mobilnya.Namun, mendadak Dava terkejut mendengar suara seseorang."Hay, Pak Dava!" Dava pun melihat ke sampingnya, ternyata ada orang aneh di sana.Siapa lagi kalau bukan Sarah, entah bagaimana caranya wanita itu masuk dan entah berapa lama pula berada di sana.Dan Dava sungguh shock setelah dikejutkan dengan suara barusan."Kamu?" Dava pun seolah menatap bingung, bercampur kesal. Sebab, dirinya sangat dibuat terkejut saat ini."Hehe," Sarah menyadari jika Dava sangat terkejut dengan kehadirannya, sehingga dirinya terkekeh demi bisa berdamai dan tak ingin ada perpanjangan masalah."Kenapa kamu ada di sini?""Tadi, aku nungguin Bapak. Cuman, Bapak nggak muncul-muncul. Terus, aku iseng buka mobil Bapak. Eh, nggak di kunci. Ya udah, aku masuk dan tunggu di dalam aja," jelas Sarah dengan penuh semangat, bahkan bibirnya yang terus saja tersenyum."Dasar wanita aneh, tapi, untuk apa
Tapi itulah Sarah dan sepertinya Nada dapat menyimpulkan bahwa Dava dan Sarah sudah begitu akrab.Baiklah, terserah keduanya saja. Baginya kedua orang itu adalah orang-orang yang baik.Lagi pula tidak ada yang salah, karena keduanya sama-sama belum menikah juga bukan?Jadi tak ada hati yang harus di jaga.Hingga sesaat kemudian Nada pun melihat ke arah Tama yang melihatnya juga dari sana, dimana mobil terparkir, hingga akhirnya mendapatkan sebuah ide yang cukup bagus dan menguntungkan dirinya."Sebentar ya, tunggu di sini," kata Nada."Memangnya kenapa?" tanya Sarah penasaran.Tapi Nada memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Sarah.Hingga Sarah yang hanya diam menunggu Nada di sana seperti apa yang diinginkan oleh Nada barusan.Begitu pun dengan Nada yang kini berdiri di hadapan Tama."Mas, ada baby sitter dadakan," kata Nada sambil menunjuk mobil Dava."Setuju, hanya untuk dua jam kedepankan?" Tama pun mengangguk dan bibirnya tersenyum simpul, membayangkan bisa bermesraan dengan Nad