Tama pun berpindah duduk ke samping Nada, memberanikan diri untuk memegang tangan Nada, dirinya ingin berbicara dari hati ke hati agar tak ada lagi beban yang terasa di antara hubungan mereka."Nada, kembalilah kepada Mas. Mas, tidak tahu sudah berapa kali mengatakan kalimat ini kepadamu, mengatakan kata-Kembali-tapi, Mas, sangat mencintai kamu dan masih berharap memohon agar kamu mau kembali kepada Mas, apapun caranya."Nada menatap Tama dengan perasaan bingung. Tapi, di sini Nada juga merasa jika Tama bersungguh-sungguh ingin kembali kepada dirinya.Jujur saja dari hatinya memang masih ingin kembali.Nada tidak boleh munafik akan hal itu.Sebab, membohongi perasaan hanya membuat diri semakin tersakiti.Bukankah bagus juga jika dirinya kembali kepada Tama, anaknya tidak akan terlahir sebagai keluarga broken home."Nada?" tanya Tama yang masih menunggu jawaban."Mas......" Nada pun terdiam tak tahu harus mengatakan kalimat seperti apa, karena terlalu banyak pikiran yang begitu berkeca
"Nada, kamu bilang apa? Kamu mengucapkan sesuatu tadi?" bibir Tama tersenyum, tak ingin telinganya salah mendengar kata yang diucapkan oleh Nada.Jika salah mendengar maka sudah pasti dirinya akan sangat kecewa.Kecewa pada dirinya sendiri yang salah dalam mendengarkan penjelasan."Nada?""Mas, jangan pergi. Aku tidak bisa tanpa mu," kata Nada dengan bibirnya yang bergetar dan air matanya yang menetes.Menahan perasaan yang begitu luar biasanya."Jangan pergi ya Mas, Nada sayang sama Mas," kata Nada lagi sambil menundukkan kepalanya.Tama pun mengangguk, karena pernyataan yang dikatakan oleh Nada sungguh membuat semangatnya menjadi lebih besar."Iya, terima kasih," kata Tama dan tak tahu lagi harus mengatakan apa."Mas, Nada bakalan bicara lagi sama Ayah. Ayah serius ngomong barusan apa gimana? Tapi jangan pergi dulu ya, tunggu di sini," kata Nada.Tama pun menganggukkan kepalanya, sedangkan Nada berlari masuk ke dalam rumah.Menuju kamarnya, karena sudah pasti Adam berada di sana ber
Tama begitu merasa bahagia, setelah malam tadi Nada yang menyetujui untuk kembali bersatu lagi.Bahkan Tama pun menceritakan pada Mira tentang semua itu, tentunya Mira juga tidak kalah bahagia.Sebab, apa yang membuat Tama bahagia tentunya akan sangat membuat Mira ikut bahagia.Apa lagi Nada dan Tama sudah memiliki seorang putri."Mama, senang senang sekali. Mama, benar-benar merasa bahagia," Mira pun mengusap wajahnya yang basah karena air mata haru, akhirnya dirinya tidak akan dihantui oleh bayang-bayang rasa bersalah.Pagi harinya Tama pun memutuskan untuk menemui Nada, sekaligus menemui putrinya Amanda.Tak disangka ternyata Nada sedang berada di teras bersama dengan Amanda, berjemur di sana."Mas?" Nada sedikit terkejut melihat kehadiran Tama yang begitu pagi."Kamu sedang apa?" tanya Tama yang menyadari Nada seperti sedang kebingungan."Berjemur, kamu nggak liat Amanda?" tanya Nada lagi sambil menunjuk putrinya."Iya juga ya," kata Tama merasa semakin bingung menyadari dirinya y
"Mas, masih di sini? Kirain udah pulang."Nada yang baru saja kembali lagi ke teras melihat Tama masih berada di sana.Awalnya Nada mengira Tama sudah kembali, karena dirinya memang begitu lama di dalam sana untuk membersihkan baby Amanda.Namun nyatanya tidak, tampak Tama masih duduk di tempatnya tanpa berpindah sama sekali."Memangnya kamu ngusir aku?" tanya Tama kembali.Sudah menunggu lama, malah di suguhkan dengan pertanyaan yang membuat Tama merasa kecewa.Mungkin kah sebenarnya Nada ingin dirinya untuk segera pergi dari sana.Semoga saja tidak, Tama benar-benar berdebat dengan pikirannya sendiri.Hanya ada pikiran buruk saja, karena tak ingin lebih lama menjadi duda."Nggak gitu Mas," Nada pun menahan tawa karena Tama yang mendadak menjadi cemberut setelah dirinya bertanya.Padahal itu hanya sebuah pertanyaan ringan yang tak berarti apa-apa."Kamu nanya begitu?""Maaf," Nada pun tersenyum kemudian melihat wajah baby Amanda, "Papi, kamu ngambek, liat tu," kata Nada seolah berbic
"Mas, kenapa?" tanya Nada yang melihat Tama begitu aneh.Bagaimana tidak, mendadak Tama menutup matanya.Kemudian bibirnya tersenyum dan entah apa yang ada di pikirannya.Malahan Nada berpikir jika Tama sedang kerasukan setan jahat.Semetara Tama pun tersadar, ternyata barusan dirinya hanya sedang berkhayal saja.Sial.Mengapa tidak nyata saja, mengapa harus berkhayal saja.Apakah begitu merindukan saat-saat bersama dengan Nada?Mungkin saja begitu.Mengapa bisa Tama menjadi sebodoh ini?Ini semua karena Nada, kenapa bisa begitu mudahnya memperdaya dirinya.Lihatlah, hanya dengan senyuman saja bisa membuatnya menjadi hampir tidak bisa beralih pada yang lainnya.Wanita ini memang begitu cantik, hingga membuatnya begitu tergila-gila.Dasar wanita racun dunia yang nyata, sayangnya Tama sangat menyukai racun itu."Mas?" tanya Nada lagi sebab Tama masih saja tampak diam."Tidak, apa-apa," jawab Tama.Semetara Nada mengangguk, dirinya sepertinya tidak terlalu ambil pusing akan jawaban Tama.
Sore harinya Tama pun kembali menemui Nada, setelah pagi tadi dirinya pergi dengan rasa kesal tapi alasannya kali ini hanya untuk Amanda.Benarkah demikian?"Sepertinya kau rajin sekali berkunjung ke rumah kami?" tanya Fikri yang melihat Tama ada di taman belakang.Sebelumnya dirinya melihat dari balkon kamarnya dan memutuskan untuk menghampiri Tama yang duduk di gazebo kayu bersama dengan Amanda dan juga Nada.Membuat Tama pun tersadar ada yang yang lain selain dari dirinya dan Nada."Apa tidak punya malu?" tanya Fikri lagi."Tidakkah kau ingin duduk di sini juga?" tanya Tama yang meminta Fikri untuk duduk di sana bersama dengan mereka.Fikri pun tersenyum miring, karena dirinya merasa Tama harus sopan pada dirinya."Sopan pada ku, bukankah aku adalah Kakak dari Nada?""Ya Kakak ipar," jawab Tama.Niat hati ingin mengerjai Tama malah dirinya yang merasa geli dengan panggilan tersebut."Menjijikan sekali, dan satu lagi. Kalian belum menikah lagi. Jadi, aku belum jadi Kakak ipar mu!"
Hari-hari Tama terus saja berkunjung menemui Nada dan juga Amanda, membuat Fikri merasa kesal bukan main.Sebab, dalam satu harinya bisa tiga kali Tama berkunjung ke sana."Aku sudah bosan melihat wajahmu itu yang selalu datang ke rumah ku ini, apa kau tidak punya malu?" tanya Fikri yang langsung menghampiri Tama.Padahal Tama baru saja sampai dan turun dari mobilnya."Tidak, karena kau itu adalah kakak ipar tercinta ku," jawab Tama dengan konyolnya.Dirinya sendiri juga bingung mengapa bisa seperti ini, namun dirinya benar-benar tak bisa jika sehari tanpa melihat Nada.Terutama putrinya yang begitu menggemaskan itu."Menjijikkan!""Jangan marah-marah, nanti kau suka pada ku!" kata Tama lagi menggoda Fikri.Membuat Fikri pun merasa kesal, ulah Tama memang sangat menjijikkan."Huuueekkk," tiba-tiba saja Mentari muncul, namun dirinya mendadak merasakan mual yang begitu luar biasa.Perlahan Mentari turun dari mobilnya sambil memegang kepalanya yang terasa pusing, beruntung bisa sampai di
Sedangkan di kamar lainnya Nada tampaknya begitu panik karena suhu panas baby Amanda semakin tinggi."Sarah, Panggilkan Bunda, atau Mentari, ya," pinta Nada.Dengan segera Sarah pun melakukan apa yang diperintahkan oleh Nada, mencari Kinanti.Namun, saat di ruang tengah malah bertemu dengan Tama."Tunggu," Tama pun menghentikan langkah kaki Sarah."Ya Om?" tanya Sarah."Nada di mana?""Di kamar, Amanda sedang demam. Demamnya tinggi, Sarah cari Tante Kinanti dulu ya Om, kasihan Amanda," Sarah pun segera mencari keberadaan Kinanti.Sedangkan Tama merasa khawatir mendengar apa yang dikatakan oleh Sarah barusan.Dengan segera menuju kamar Nada, dirinya tidak berpikir seharusnya tidak melakukan itu.Karena, terlalu khawatir akan keadaan putri tercintanya."Mas?" Tama pun melihat Tama yang berada di ambang pintu yang terbuka lebar.Namun, Tama hanya berdiri sampai di sana. Karena tak ingin sampai ada yang memikirkan hal buruk jika menemukan mereka hanya berdua saja."Apa dia baik-baik saja?