Setelah Sarah, Renata, dan Adam keluar dari kamar yang di tempati oleh Kinanti.
Tubuh lelah Kinanti tidak dapat lagi berpikir hal lainnya, dengan segera ia membaringkan tubuhnya kembali dan terlelap setelah Adam memberikan beberapa butir obat untuk di telan nya."Kinanti."Merasa ada yang mengusik tidur nya, Kinanti perlahan membuka mata dan ternyata Hanna adalah orang yang membangunkan tidur nya.Tanpa sengaja Kinanti menatap jam dinding ternyata ia sudah melewatkan waktu solat magrib, dengan segera bangun dan menatap Hanna."Bu Hanna, saya minta maaf, saya tidurnya lama banget, Davina sama Derren pasti belum makan," Kinanti merasa cemas dan takut Hanna marah padanya.Hampir 5 jam lebih Kinanti terlelap setelah menelan beberapa butir obat yang di berikan oleh Adam, bahkan Hanna membangunkan nya saat ini.Jika tidak, mungkin masih terlelap dan lupa diri dengan tugasnya."Tidak apa-apa, tadi Adam bilang efek dariNirwan mengusap tengkuk bagian belakangnya, menyadari kekonyolan nya."Ya udah, saya permisi dulu, Ya. Kalian cerita dulu, duduk berdua, mana tau ada kesamaan dan cocok," tutur Hanna di selingi tawa."Kinanti, kamu cantik sekali," Renata datang bersama dengan Adam di sampingnya.Perlahan Kinanti melirik Renata, tersenyum canggung karena banyaknya pujian yang terlontar dari bibir siapa saja yang melihatnya termasuk Renata."Iya dong," Hanna menimpali, "mereka cocok kan?" Hanna menunjuk Nirwan.Renata menatap pria tidak kalah tampan yang berdiri di samping Kinanti, tubuh tegap dan jambang tipis."Cocok," Renata memberikan jempol lalu, menatap Adam yang berdiri di belakang tubuh nya.Wajah dingin tanpa exspresi sama sekali, tidak tahu entah apa yang tengah di pikirkan oleh Adam saat melihat penampilan Kinanti."Sayang, mereka cocok ya," Renata bergelayut manja pada lengan Adam, menunjukan bertapa Kinanti dan Nirwan sangat sempurna.Adam masih saja diam, seolah tidak perduli sama sekali.
"Langit malam ini bagus ya, banyak bintang juga.""Iya Mas," Kinanti mengangguk sekenanya.Sesaat kemudian ada bintang jatuh, dengan segera Kinanti mengangkat tangan kedua tangannya."Kamu mau ngapain?" Nirwan bingung dengan apa yang akan di lakukan oleh Kinanti."Berdoa, katanya kalau ada bintang jatuh maka doa kita akan terkabul," jawab Kinanti dengan bahagia.Nirwan tersenyum mendengar penjelasan Kinanti,."Itu mitos.""Enggak papa, tapi kan enggak ada salahnya mencoba," jawab Kinanti lagi dengan yakin."Iya, iya," Nirwan mengangguk sambil terus menatap kagum Kinanti.Kinanti mulai memegang perutnya, tersadar belum mengisi perut sejak sore tadi membuat perut nya terasa sakit."Kamu kenapa?" Tanya Nirwan."Mas," Kinanti meringis merasa sakit tidak terkira, bahkan wajahnya mulai memuncak."Kinanti kamu kenapa?" Nirwan semakin panik, melihat keringat dingin mulai bercucuran dari tubuh Kinanti."Mas, maag aku kambuh, aku masuk dulu ya."Kinanti segera berdiri dengan sedikit menunduk s
Adam tersadar Kinanti sudah tidak lagi berada di ruangan yang sama, dengan segera kakinya melangkah keluar dan mencari keberadaan Kinanti.Dimana wanita itu.Adam tidak tahu kemana harus mencarinya, sambil berjalan mencari di sekeliling Villa, sesekali ia mengedarkan pandangannya suasana semakin sepi karena, acara peresmian Villa sudah selesai, para tamu pun sudah pulang.Adam masih berusaha menemukan keberadaan Kinanti.Dengan cepat Adam berlari ke luar dari dalam kawasan Villa berharap menemukan Kinanti.Wajah pucat, dengan air mata bercucuran dengan tubuh bergetar Kinanti masih menghantui nya.Bahkan tanpa sadar baru saja mengatakan kata kasar pada Kinanti, mengapa Adam mendadak tidak terkendali.Adam meremas rambutnya dan menuju udara seakan tengah meluapkan rasa kesal pada dirinya sendiri.Berdiri di tengah jalan yang sepi, matanya mencari keberadaan wanita rapuh yang entah kemana perginya.Tidak ingin terus berdiam diri di tengah jalan, Adam segera berlari tanpa arah mencari keb
"Kemana aku harus pulang Tuan Adam? Tidak ada yang bisa menerima ku, menopang tubuh lelah ku, mendengarkan setiap keluhan ku, mengerti akan keadaan ku ini, kalian semua hanya memandang ku sebelah mata," Kinanti tertunduk pilu, berkabut luka yang begitu dalam.Cinta pun tak mampu menopang diri memberikan sandaran pada luka hati yang di landa.Di manakah kebahagiaan yang nyatanya sampai saat ini pun belum juga tiba.Kapan bisa merasakan manis madunya di cintai, di perjuangkan, di pertahankan.Tangan lembutnya mengusap wajah, berusaha kuat untuk mengendalikan diri."Aku tidak mengerti tuan Adam, barusan kau menghina ku lalu, aku pun hanya ingin membuktikan hinaan mu memang benar tapi, kau menghajar mereka."Suara putus asa Kinanti begitu lelah, lemah dan terluka."Jawab aku, kenapa kau menghajar mereka!!" Seru Kinanti diiringi isak tangis."Kinanti, cukup, ayo kita pergi dari sini. Di sini tidak baik untuk mu, bahkan udara sangat dingin sekali," Adam memegang lengan Kinanti, berusaha men
POV Kinanti.Ada sebuah cahaya yang begitu terang, cahaya yang bersinar melebihi sinarnya matahari.Aku menjadikan tangan ku sebagai pelindung wajah, tetapi, sesaat kemudian cahaya itu mulai berdamai dengan ku.Aku menurunkan tangan ku dan menatap ke depan, ini di mana?Aku tidak tahu ini di mana?Rumput yang hijau, bunga yang bermekaran dengan kupu-kupu cantik yang berterbangan.Ini indah sekali.Aku terus berjalan menyusuri Padang penuh keindahan, sesekali aku memutar menikmati bertapa indahnya alam sekitar ku.Tapi, aku tidak tahu ini di mana, aku tersesat atau sedang bermimpi. Jika ini hanya sebuah mimpi aku ingin di sini saja.Aku tidak ingin bangun dari mimpi yang terlalu indah ini, di sini sangat damai.Lihatlah, air yang mengalir begitu indah, aku lebih memilih duduk di pinggiran nya dengan kaki ku yang sebagian masuk hingga basah kedalam air jernih ini.Aku tidak ingin keluar dari kedamaian ini, di sini sangat membuat ku bahagia.Tapi, lagi-lagi aku menatap sekitar ku, tidak a
"Dokter pasien sadar," kata seorang perawat dengan buru-buru memberitahu keadaan Kinanti pada Dokter Zidan.Adam dan Dokter Zidan pun menoleh, keduanya seakan terkejut mendengar berita baik itu.Adam dan Dokter Zidan yang berada di depan ruangan Kinanti segera masuk, dan benar saja mata Kinanti terbuka menatap langit-langit ruangan rumah sakit.Dokter Zidan segera memeriksa keadaan Kinanti kembali."Apa anda baik-baik saja?" Tanya Dokter Zidan berusaha berkomunikasi dengan Kinanti.Kinanti masih diam dan bingung, bukankah barusan dirinya berada di sebuah taman indah?Kenapa sekarang tiba-tiba malah tubuhnya terbaring lemah di atas ranjang.Apa itu hanya mimpi?Kinanti bingung dan masih belum menemukan jawaban nya."Ibu, apa anda mendengar saya?" Dokter Zidan masih berusaha untuk membuat Kinanti berbicara dengan nya.Kinanti beralih menatap Dokter Zidan, seketika itu juga dirinya mengingat kejadian beberapa saat lalu.Pertanyaannya kenapa dia ada di tempat asing tersebut.Terakhir kali
Setelah beberapa saat meninggalkan pasiennya Dokter Zidan kembali lagi tapi, matanya tidak melihat keberadaan wanita yang barusan berbaring di atas ranjang."Dia sudah pergi, dia mengatakan tidak mau kehilangan anaknya," kata Adam yang kini berdiri di ambang pintu.Dokter Zidan segera berbalik dan menatap Adam dengan bingung, bahkan untuk berjalan saja wanita barusan tidak mampu apa mungkin bisa melarikan diri.Dokter Zidan sama sekali belum bisa menerima jawaban dari Adam."Keadaan nya masih lemah Dok, apa mungkin dia bisa berjalan, bahkan secepat itu?" Dokter Zidan memijat dahi, penjelasan tidak masuk akal.Adam hanya mengangkat bahu seakan tidak perduli, setelah itu ia pergi meninggalkan Dokter Zidan masih kebingungan.Sampai di parkiran khusus direktur, Adam langsung masuk kedalam mobilnya menyalakan mesin mobil dengan cepat.Sejenak Adam menatap Kinanti masih tidak sadarkan diri terbaring di jok belakang, wajah wanita itu sangat pucat dan harus segera di tangani.Karena yang sebe
Serena mengangguk lemah, tidak lagi bertanya melihat wajah Adam begitu dingin membuat nyalinya menciut seketika."Sssstttt......"Telinga Serena menangkap suara, tampaknya itu suara Kinanti.Dengan segera ia berbalik menatap Kinanti."Kinanti kamu baik-baik saja?" Tanya Serena panik.Kinanti membuka mata perlahan, meremas perutnya dengan rasa sakit yang sangat luar biasa."Sakit....."Kinanti kembali berkeringat dingin dengan wajah pucat bahkan seperti mayat, tangannya terus meremas perutnya semakin kuat."Kinanti," Serena semakin bingung apa yang terjadi pada sahabatnya, kenapa Kinanti terlihat begitu kesakitan dan begitu tersiksa."Sakit," Kinanti terus menangis seiring rasa sakit yang kian terasa."Dokter Adam, ini sebenarnya kenapa?" Serena memberanikan diri untuk bertanya, melihat wajah Kinanti yang begitu memprihatinkan membuatnya tidak bingung."Ren, tolong, aku enggak kuat," Kinanti mencengkram erat tangan Serena, berusaha menahan sakit yang semakin menyiksa.Adam kembali men