Buuuk!Fikri mendapatkan bogem dari Zidan, amarahnya mendidih seketika mengetahui apa yang telah terjadi."Om, aku sangat mencintai Mentari. Aku ingin menikahinya. Dan, ingin bertanggung jawab atas apa yang telah kami lakukan," papar Fikri dengan mengusap bercak darah yang keluar dari sudut bibirnya."Bagaimana kamu menikahi Mentari? Sedangkan untuk menyelesaikan masalah mu dengan Diva saja sampai saat ini tidak bisa?" Kata Zidan.Fikri pun tertunduk, membenarkan apa yang dikatakan oleh Zidan memang benar adanya."Bagaimana jika Mentari hamil Om? Tanpa suami!" Tanya Fikri."Nggak!" Mentari panik saat mendengar apa yang dikatakan oleh Fikri.Dirinya dan Fikri tidak pernah melakukan hubungan terlarang itu, jadi tidak selayaknya Fikri mengatakan demikian.Mentari memang ingin menikah dengan Fikri, tetapi tidak dengan cara gila."Diam!" Sergah Zidan.Emosinya semakin meninggi seiring dengan apa yang dikatakan oleh Fikri.Zidan memang sudah dewasa, tetapi untuk menyangkut Mentari tidak aka
"Aku mencintaimu," bisik Fikri.Mentari pun tersenyum saat mendengar bisikan yang begitu menghangatkan hati.Bukan hanya hati yang hangat, tetapi juga bulu-bulu seakan ikut berdiri merasakan hembusan napas hangat yang terasa pada telinganya.Tangan Fikri pun mengangkat dagu Mentari, menatap dengan keindahan yang begitu luar biasa.Dalam hati memuji, bertapa indahnya ciptaan Semesta di hadapannya.Mentari.Bukan hanya penyejuk hati, tapi juga penghangat jiwa saat lelahnya menghadapi dunia."Kenapa?" Fikri bertanya saat melihat wajah wanita pujaan hatinya menunduk, seakan ingin menutupi keindahan yang ingin dipandanginya.Lagi-lagi Mentari hanya tersenyum dengan menggigit bibir bawahnya, seakan menahan bertapa sesak di dada yang bersemayam cinta.Tak kuasa hanya memandang saja, Fikri pun mencoba lebih jauh.Merasakan hangatnya bibir merah merekah milik Mentari.Mentari tak menolak sama sekali, sampai akhirnya Fikri benar-benar menyentuh bibir tersebut.Sesaat kemudian Fikri pun melahap,
Saat ini Tama membawa Fikri menuju apartemen milik Fikri, disanalah rencana pun mulai dijalankan."Tama?" Fikri menendang kaki Tama dengan kencangnya."Sakit tolol!" Tama sangat geram pada Fikri sebab dirinya sudah menolong malah dibuat hampir tidak bisa berjalan dengan baik."Mati saja sekalian!" Geram Fikri, "lihat penampilan ku!" Fikri pun menunjukkan dirinya.Tama pun melihat penampilan Fikri dari kaki yang kini menggunakan sepatu wanita sampai gaun yang melekat pada tubuhnya, jangan lupakan ada rambut palsu berwarna kecoklatan terurai panjang."Bagus!" Tama pun memberikan jempol atas apa yang kini dipakai oleh seorang Fikri."Tidak lucu!" Fikri ingin sekali memberikan bogem mentah pada Tama, sebab dirinya malah di dandani seperti seorang wanita."Hey tunggu dulu!" Tama pun menjauh agar tidak mendapat bogem, "kau mau bertemu Mentari tidak?""Tapi tidak begini juga caranya!""Hanya ini cara satu-satunya, pegang ini!" Tama memberikan sebuah ponsel pada Fikri, "berikan nanti ponsel i
"Kenapa ponsel mu tidak bisa dihubungi?""Ponselnya diambil sama Daddy, katanya sampai kamu dan Diva menikah saja," jelas Mentari.Fikri pun tersenyum, kemudian memeluk Mentari. Dirinya berjanji akan menyelesaikan masalahnya dengan cepat agar tak lagi ada penghalang diantara keduanya.Sesaat kemudian Fikri memberikan sebuah ponsel pada Mentari."Sementaranya waktu ini, kita sembunyi-sembunyi dulu. Tapi, nggak akan lama. Percaya sama aku," Fikri meletakan ponsel baru pada tangan Mentari.Mentari pun mengangguk, menerima ponsel yang diberikan oleh Fikri.Sekalipun terasa aneh dan terkesan lucu tetapi itulah hubungan yang harus mereka jalani."Fikri, aku kok ngerasa aneh ya," Mentari tak dapat menahan tawa memikirkan apa yang kini mereka jalani."Aneh?""Iya, dulu kita ribut mulu. Sekarang?""Cinta itu nggak harus mulus terus, ada yang datang dengan luka, ada yang datang dengan tidak sengaja, ada juga karena seringnya bersama dan akhirnya sulit untuk melupakan. Seperti kita mungkin," kat
Adam pun sampai di apartemen milik Fikri, matanya melihat Fikri yang duduk di sofa sambil menyeruput secangkir kopi.Seketika Adam mengedarkan pandangannya, seakan mencari sesuatu.Tetapi, tidak ada yang janggal, semua terlihat biasa saja."Bagaimana pekerjaan mu di kantor?" Tanya Adam."Baik," jawaban Fikri singkat dan jelas, wajahnya pun tampak biasa.Adam terus menatap wajah putranya, merasa tidak ada yang mencurigakan Adam pun memilih pergi.Menyimpulkan bahwa, tidak benar Fikri menemui Mentari di rumah sakit.Meskipun demikian, Adam tetap waspada dan tidak ingin kejadian itu terulang kembali.Sesampainya di rumah Adam melihat Diva.Pakaian mini dan ketat melekat di tubuhnya, membuat Adam menghentikan langkah kaki putrinya tersebut."Ayah udah pulang," Kinanti tersenyum menyambut suaminya.Adam pun membalas senyuman dan mencium kening Kinanti, kemudian kembali menatap wajah Nada."Duduk!" Adam menunjuk sofa pada ruang tamu, meminta putrinya untuk segera melakukan perintahnya.Nada
Diva menghela napas panjang, ternyata masalah yang ia buat masih berlarut-larut sampai saat ini pun.Bahkan Bayu marah besar saat mengetahui bahwa dirinya mabuk-mabukkan bersama dengan Nada saat malam itu.Hari ini Diva mendapatkan amukan kemarahan dari kedua orang tuanya, belum lagi teror yang beberapa hari ini terus saja menghantuinya.Diva benar-benar tidak mengerti, tentang asal usul teror tersebut.Malam-malamnya terasa tidak nyaman, bahkan untuk beristirahat saja begitu sulit.Diva ingin memberitahukan kepada kedua orang tuanya, sayangnya baik Bayu maupun Serena tidak mau mendengarnya berbicara.Sebab, terlalu kecewa padanya.Malam ini Diva di rumah, kedua orang tuanya pergi ke luar kota.Menghadiri beberapa acara di sana, untuk beberapa hari kedepan.Diva tidak bisa ikut, sebab dirinya sedang masa hukuman.Sehingga di rumah hanya bersama beberapa Art dan satpam yang tinggal di rumah.Ting!Ponsel Diva pun berbunyi, kemudian melihatnya.Lagi-lagi pesan teror masuk membuatnya men
"Kamu minum dulu," Kenan pun mencoba untuk memberikan mineral pada Diva, berharap setelah itu bisa lebih baik.Diva pun mencoba meneguknya dengan tangan yang bergetar, dirinya juga ingin menjadi lebih tenang."Kamu sudah sarapan?"Diva pun menggeleng, dirinya bahkan belum makan dari kemarin.Pikirannya benar-benar kacau karena ancaman tersebut."Kita cari sarapan dulu," Kenan mengusap rambut Diva, kemudian kembali mengemudikan mobilnya hingga kini keduanya sudah berada di kampus.Duduk di kantin dan mulai memesan makanan."Kenan, aku nggak lapar," kata Diva dengan berbohong, padahal dirinya sedang tidak memiliki uang. Sebab, dirinya kini sedang masa hukuman. Sebenarnya Diva masih memiliki uang di dompetnya, tetapi itu untuk membayar ojol saat pulang nanti.Jika dirinya memakainya sekarang, mungkin dirinya akan pulang dengan berjalan kaki."Kamu harus makan," kata Kenan dengan memaksa.Diva memang sangat lapar, tetapi dirinya tidak ingin mengatakan tidak memiliki uang."Aku, ke toilet
Sejenak keduanya terdiam, larut dalam pikiran masing-masing.Memendam rasa yang begitu sulit untuk mengungkapkan, menjaga perasaan yang tidak seharusnya saling membenci.Kenan tidak ingin menghancurkan pertemanan mereka yang begitu baik, selama ini keduanya begitu akrab.Kenan tidak ingin ada kecanggungan yang terjadi di antara keduanya, jika saja Kenan mengungkapkan perasaannya.Saat ini Kenan sudah cukup bahagia bisa begitu dekat dengan Diva.Meskipun cinta yang tak bisa memiliki."Aku antar kamu pulang, lebih baik istirahat di rumah," kata Kenan yang akhirnya bersuara.Diva hanya diam, mengikuti apa yang dikatakan oleh Kenan saat ini.Hingga akhirnya keduanya kini sedang dalam perjalanan pulang menuju rumah.Diva mencoba melirik Kenan yang tengah mengemudikan mobil."Kenan, aku bisa minta tolong?" Tanya Diva dengan ragu."Apa!" Kenan melirik Diva sekilas."Aku ingin ke bukit saja, aku tidak ingin pulang. Aku sedang ingin mencari sedikit kenyamanan," jelas Diva sambil terus saja men