Bagian 2

DAN AKHIRNYA ISTRIKU DIAM

 

BAGIAN 2

 

[Mas, ini tidak benar! Sebaik-baiknya wanita adalah istrimu, Rima.]

 

Satu baris kalimat balasan dari Gayatri membuat Alan seketika tidak fokus pada pekerjaannya. Gayatri memang ia kagumi sejak lama, jauh sebelum ia menikah dengan Rima. Gadis sederhana yang membuatnya terpukau, kepintarannya dibalut dengan kelembutan yang sempurna. Sosok yang begitu mempesona bagi seorang Alan. 

 

Hingga ... satu langkah menggapai cinta Gayatri kandas, ketika Rima mendatanginya dengan binar penuh cinta. Sebuah perasaan yang tidak bisa ditolak, satu kenyataan yang membuat Gayatri mundur perlahan.

 

Gayatri dan istrinya adalah dua sahabat yang begitu dekat, mereka saling menyayangi seperti kakak beradik, sosok Gayatri yang merupakan anak dari seorang tak berpunya, kemudian dibawa oleh orang tua Rima yang kaya raya, ia diberi tugas menemani Rima yang merupakan anak semata wayang, Gayatri diberi semua yang terbaik, termasuk pendidikan.

 

Seketika lamunan Alan buyar, ketika satu hal ia sadari, ponselnya sepi. Biasanya, dari mulai ia berangkat ke kantor, hape miliknya terus berbunyi, entah itu telepon atau deretan chat dari Rima.

 

[Aku pulang larut malam ini.] 

 

Alan merasa aneh dan memancingnya dengan satu pesan.

 

[Iya, Mas!]

 

Pria itu mengernyitkan dahi, benar-benar bukan Rima yang selama ini ia kenal, biasanya Rima akan merajuk dan datang ke kantor, membatalkan pertemuan dan membawa dirinya pulang bersama, perusahaan ini memang milik Ayah Rima, sehingga dirinya memiliki wewenang dan terkadang seenaknya.

 

****

 

.

 

.

 

"Hey, kenapa pesan dan teleponku gak dibalas!" ucap Gayatri menemui Rima, sahabatnya itu sedang terbaring hanya mengenakan daster dengan rambut yang acak-acakan dan membaca sebuah buku.

 

"Kamu sakit?" Gayatri mendekat dan dengan cemas memegang kening Rima.

 

"Tidak! Aku tidak sakit. Beberapa waktu ini aku memang sedikit malas, aku ingin sendirian."

 

"Kenapa? Ada masalah? Sama Mas Alan?"

 

Rima menggeleng pelan dan memaksakan untuk tersenyum. "Aku tidak sakit. Kamu tak perlu khawatir."

 

Gayatri menatap sahabatnya itu, ada yang lain. 

 

"Aku sudah menyiapkan hotel terbaik dengan kamar favoritmu untuk anniversary kamu sama Mas Alan, ayo dong jangan mager! Kita nyalon!" ucap Gayatri lagi.

 

"Mas Alan yang menyuruhmu?"

 

Gayatri mengangguk semangat. "Dia itu ingin istrinya bahagia dan senang, apa pun dilakukan untuk itu. Jadi kamu jangan mager!"

 

Rima menghela napas dan membuangnya perlahan. "Aku tidak ingin kemanapun, ingin di rumah saja, katakan pada suamiku, batalkan seluruh rencananya!" 

 

"Tapi hotel sudah dipesan, semua sudah dipersiapkan," ujar Gayatri.

 

"Membatalkan satu malam kamar hotel tidak akan menipiskan tabungannya bukan?"

 

Gayatri diam dengan segala keheranan atas sikap Rima. 

 

"Sebaiknya kamu pun pulang, Ay. Aku ingin sendiri, nanti aku akan mengabarimu dan bercerita tentang perasaanku."

 

Gayatri mengangguk, kemudian ia pergi dengan perasaan berat. Sesampainya di mobil, ia pun menghubungi Alan, memberitahu atasannya itu bila istrinya menyuruh untuk membatalkan seluruh rangkain acara anniversary pernikahan mereka.

 

"Dia mengatakan sesuatu padamu?" tanya Alan melalui sambungan telepon.

 

"Tidak, aku rasa dia menyembunyikan sesuatu."

 

Alan menghela napas. "Baiklah! Aku tutup dulu."

 

"Iya, Mas!"

 

Setelahnya tanpa banyak berpikir, Alan pun memutuskan untuk pulang, pikirannya tak karuan, sikap Rima membuatnya pusing.

 

Ia lajukan kendaraannya di tengah keramaian kota, membutuhkan waktu hampir satu jam untuk tiba di rumah. Ia segera masuk dan mencari istrinya, hingga ia dapati Rima sedang berbaring di kamar.

 

"Kenapa kamu batalkan rangkaian acara yang sudah ku buat?"

 

Rima tidak buru-buru menjawab dan hanya menatap Alan.

 

"Jawab, Rima! Sebetulnya ada apa? Sikap diam itu kenapa? Seandainya aku bersalah, aku tidak tahu letak salahku dimana? Katakan! Jangan diam! Aku bukan cenayang."

 

"Aku hanya ingin melewatkan hari jadi kita di rumah, itu saja!"

 

Alan tersenyum kesal. "Sungguh ini bukan dirimu. Rima adalah seseorang yang akan meminta sesuatu hal yang sangat mewah untuk sebuah perayaan," jawab Alan.

 

Setidaknya Rima paham satu hal akhirnya, segala hal yang dilakukan Alan selama ini bukanlah tentang cinta, tapi untuk memuaskan dirinya dan mungkin tak berarti untuk Alan sendiri.

 

"Ada waktu dimana aku mulai berpikir, apa semua yang telah kita lewati itu keinginan kita atau hanya untuk menyenangkan aku saja dan kamu berat."

 

"Maksudmu apa? Sudahlah jangan drama. Apa tidak cukup selama ini dramanya?"

 

Bila dulu kata-kata itu terdengar bagai angin lalu, kenapa hari ini Rima merasakan begitu sakit.

 

"Sebagai kado pernikahan kita, aku ingin meminta sesuatu darimu."

 

"Tentu! Kamu boleh meminta apa saja, Rima. Seperti biasa aku akan mengabulkannya. Apa pun itu."

 

"Aku hanya ingin kejujuran."

 

Alan diam sejenak, menatap istrinya yang kini bersandar pada dipan.

 

"Kejujuran apa?"

 

"Apa saja yang kamu tutupi dariku!"

 

Alan kembali tersenyum heran, istrinya benar-benar aneh. "Kejujuran macam apa? Bukankah pada beberapa hal ada yang harus ditutupi agar tidak saling menyakiti?"

 

"Termasuk kenyataan bila yang kamu cintai adalah Gayatri?"

 

Alan termangu. Bibirnya seketika tergagap, ia tak bisa berkata satu huruf pun dan hanya menatap Rima dengan mematung. Keangkuhannya seolah pudar dalam seketika, istri yang tak jauh di hadapannya kini memandang dengan wajah polos dan mata memerah

 

Masih lanjut?DAN AKHIRNYA ISTRIKU DIAM

 

BAGIAN 2

 

[Mas, ini tidak benar! Sebaik-baiknya wanita adalah istrimu, Rima.]

 

Satu baris kalimat balasan dari Gayatri membuat Alan seketika tidak fokus pada pekerjaannya. Gayatri memang ia kagumi sejak lama, jauh sebelum ia menikah dengan Rima. Gadis sederhana yang membuatnya terpukau, kepintarannya dibalut dengan kelembutan yang sempurna. Sosok yang begitu mempesona bagi seorang Alan. 

 

Hingga ... satu langkah menggapai cinta Gayatri kandas, ketika Rima mendatanginya dengan binar penuh cinta. Sebuah perasaan yang tidak bisa ditolak, satu kenyataan yang membuat Gayatri mundur perlahan.

 

Gayatri dan istrinya adalah dua sahabat yang begitu dekat, mereka saling menyayangi seperti kakak beradik, sosok Gayatri yang merupakan anak dari seorang tak berpunya, kemudian dibawa oleh orang tua Rima yang kaya raya, ia diberi tugas menemani Rima yang merupakan anak semata wayang, Gayatri diberi semua yang terbaik, termasuk pendidikan.

 

Seketika lamunan Alan buyar, ketika satu hal ia sadari, ponselnya sepi. Biasanya, dari mulai ia berangkat ke kantor, hape miliknya terus berbunyi, entah itu telepon atau deretan chat dari Rima.

 

[Aku pulang larut malam ini.] 

 

Alan merasa aneh dan memancingnya dengan satu pesan.

 

[Iya, Mas!]

 

Pria itu mengernyitkan dahi, benar-benar bukan Rima yang selama ini ia kenal, biasanya Rima akan merajuk dan datang ke kantor, membatalkan pertemuan dan membawa dirinya pulang bersama, perusahaan ini memang milik Ayah Rima, sehingga dirinya memiliki wewenang dan terkadang seenaknya.

 

****

 

.

 

.

 

"Hey, kenapa pesan dan teleponku gak dibalas!" ucap Gayatri menemui Rima, sahabatnya itu sedang terbaring hanya mengenakan daster dengan rambut yang acak-acakan dan membaca sebuah buku.

 

"Kamu sakit?" Gayatri mendekat dan dengan cemas memegang kening Rima.

 

"Tidak! Aku tidak sakit. Beberapa waktu ini aku memang sedikit malas, aku ingin sendirian."

 

"Kenapa? Ada masalah? Sama Mas Alan?"

 

Rima menggeleng pelan dan memaksakan untuk tersenyum. "Aku tidak sakit. Kamu tak perlu khawatir."

 

Gayatri menatap sahabatnya itu, ada yang lain. 

 

"Aku sudah menyiapkan hotel terbaik dengan kamar favoritmu untuk anniversary kamu sama Mas Alan, ayo dong jangan mager! Kita nyalon!" ucap Gayatri lagi.

 

"Mas Alan yang menyuruhmu?"

 

Gayatri mengangguk semangat. "Dia itu ingin istrinya bahagia dan senang, apa pun dilakukan untuk itu. Jadi kamu jangan mager!"

 

Rima menghela napas dan membuangnya perlahan. "Aku tidak ingin kemanapun, ingin di rumah saja, katakan pada suamiku, batalkan seluruh rencananya!" 

 

"Tapi hotel sudah dipesan, semua sudah dipersiapkan," ujar Gayatri.

 

"Membatalkan satu malam kamar hotel tidak akan menipiskan tabungannya bukan?"

 

Gayatri diam dengan segala keheranan atas sikap Rima. 

 

"Sebaiknya kamu pun pulang, Ay. Aku ingin sendiri, nanti aku akan mengabarimu dan bercerita tentang perasaanku."

 

Gayatri mengangguk, kemudian ia pergi dengan perasaan berat. Sesampainya di mobil, ia pun menghubungi Alan, memberitahu atasannya itu bila istrinya menyuruh untuk membatalkan seluruh rangkain acara anniversary pernikahan mereka.

 

"Dia mengatakan sesuatu padamu?" tanya Alan melalui sambungan telepon.

 

"Tidak, aku rasa dia menyembunyikan sesuatu."

 

Alan menghela napas. "Baiklah! Aku tutup dulu."

 

"Iya, Mas!"

 

Setelahnya tanpa banyak berpikir, Alan pun memutuskan untuk pulang, pikirannya tak karuan, sikap Rima membuatnya pusing.

 

Ia lajukan kendaraannya di tengah keramaian kota, membutuhkan waktu hampir satu jam untuk tiba di rumah. Ia segera masuk dan mencari istrinya, hingga ia dapati Rima sedang berbaring di kamar.

 

"Kenapa kamu batalkan rangkaian acara yang sudah ku buat?"

 

Rima tidak buru-buru menjawab dan hanya menatap Alan.

 

"Jawab, Rima! Sebetulnya ada apa? Sikap diam itu kenapa? Seandainya aku bersalah, aku tidak tahu letak salahku dimana? Katakan! Jangan diam! Aku bukan cenayang."

 

"Aku hanya ingin melewatkan hari jadi kita di rumah, itu saja!"

 

Alan tersenyum kesal. "Sungguh ini bukan dirimu. Rima adalah seseorang yang akan meminta sesuatu hal yang sangat mewah untuk sebuah perayaan," jawab Alan.

 

Setidaknya Rima paham satu hal akhirnya, segala hal yang dilakukan Alan selama ini bukanlah tentang cinta, tapi untuk memuaskan dirinya dan mungkin tak berarti untuk Alan sendiri.

 

"Ada waktu dimana aku mulai berpikir, apa semua yang telah kita lewati itu keinginan kita atau hanya untuk menyenangkan aku saja dan kamu berat."

 

"Maksudmu apa? Sudahlah jangan drama. Apa tidak cukup selama ini dramanya?"

 

Bila dulu kata-kata itu terdengar bagai angin lalu, kenapa hari ini Rima merasakan begitu sakit.

 

"Sebagai kado pernikahan kita, aku ingin meminta sesuatu darimu."

 

"Tentu! Kamu boleh meminta apa saja, Rima. Seperti biasa aku akan mengabulkannya. Apa pun itu."

 

"Aku hanya ingin kejujuran."

 

Alan diam sejenak, menatap istrinya yang kini bersandar pada dipan.

 

"Kejujuran apa?"

 

"Apa saja yang kamu tutupi dariku!"

 

Alan kembali tersenyum heran, istrinya benar-benar aneh. "Kejujuran macam apa? Bukankah pada beberapa hal ada yang harus ditutupi agar tidak saling menyakiti?"

 

"Termasuk kenyataan bila yang kamu cintai adalah Gayatri?"

 

Alan termangu. Bibirnya seketika tergagap, ia tak bisa berkata satu huruf pun dan hanya menatap Rima dengan mematung. Keangkuhannya seolah pudar dalam seketika, istri yang tak jauh di hadapannya kini memandang dengan wajah polos dan mata memerah

 

 

Capítulos gratis disponibles en la App >

Capítulos relacionados

Último capítulo