"Dapat gombalan dari mana? Internet, ya. Kuno banget," ucap Rima ketika Alan mendekati mejanya."Aku hanya berusaha.""Yang kreatif dikit!""Aku gak pintar menggombal, gak pandai berkata-kata juga.""Tak perlu memaksakan, aku juga tidak butuh kata-kata seperti itu," ucap Rima seraya berlalu meninggalkan meja Alan, membuat suaminya itu gemas.Rima keluar dan memberikan berkas pada Gayatri. "Aku rasa kamu membuat laporan sedang mengantuk, banyak data yang salah, perbaiki semuanya. Saya tunggu hari ini juga!"Gayatri hanya mengangguk, ia sama sekali tak menjawab. Jujur saja Rima kesal melihat sikap Gayatri yang justru malah diam, sama sekali tak menggubrisnya."Kamu dengar gak ucapan saya?""Iya, Bu!" jawanya pelan sambil mengangguk. 
Alan mengerjap ketika Rima belum sempat mengambil ponsel milik suaminya untuk sekadar melihat pesan yang Gayatri kirimkan."Jam berapa ini? Aku harus ke kantor," ucap Alan."Tak perlu ke kantor, istirahat saja di rumah.""Banyak pekerjaan.""Memangnya pekerjaanmu tidak bisa dikerjakan orang lain, Mas?"Alan diam, dalam lubuk hatinya begitu senang mendapat perhatian dari Rima, sejenak berpikir untuk sakit lebih lama saja, agar istrinya itu tidak beranjak."Aku buatkan sarapan dulu, kalau siang ini belum membaik, kita pergi ke dokter.""Tidak ... aku tidak mau ke dokter!""kenapa?""Dirawat kamu saja aku akan sembuh.""Jangan aneh-aneh," jawab Rima kemudian memilih pergi ke dapur sekadar membuatnya
"Apa dalam benakmu yang pernah terjadi di masa lalu adalah karena aku mencintaimu?" Galih nampak datar melihat ke arah Gayatri."Lalu apa lagi?""Kamu terlalu percaya diri!" jawab Galih yang kemudian berlalu. Gayatri masih mematung di sana menatap Galih yang pergi.Rima yakin pasti ada sesuatu yang membuat kakak beradik itu begitu mengagumi sosok Gayatri. Secara fisik, ia memang sempurna, Rima mengakui itu. Tanpa polesan skincare mahal, wajahnya begitu mulus, tubuhnya tinggi semampai, memakai apa pun selalu terlihat menarik."Berkasmu tertinggal." Suara Rima mengagetkannya. Ia pun membalikkan badan."Oh, iya. Maaf saya teledor," jawabnya seraya mengambil berkas itu."Aku tahu, Gayatri. Kedatanganmu ke sini untuk memastikan kondisi Alan bukan?"Gayatri menata
Galih melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang di tengah riuhnya jalanan ibu kota. Titik air pada lampu yang temaram begitu indah menghiasi taman.Gayatri memang benar, ia mencintai Rima sejak pertemuan pertama mereka ketika sekolah dulu. Gadis manis yang imut dan sangat manja dan juga baik hati begitu memesonanya. Hanya saja, ia berkali-kali kehilangan kesempatan.Hingga ... Galih berasa pada satu fase mendoakannya, mendoakan Rima untuk tidak lagi di dekatkan, tidak lagi dieratkan, melainkan untuk dicukupkan segala perasaan, diusaikan segala pengharapan, dan ia ingin, hidupnya berjalan tidak lagi tentang Rima.[Makasih, vitaminnya sudah sampai di rumah.] Pesan dari Rima membuyarkan lamunannya.[Sama-sama kakak ipar, makan teratur sampai habis.][Aneh dipanggil kakak ipar. Biasanya juga, heh, Rima, hey!"
"Pertanyaan macam apa itu?" tanya Rima masih menatap wajah suaminya."Sekali lagi jangan salah paham, aku hanya bertanya," ucap Alan tak ingin semuanya menjadi tak nyaman."Tapi pertanyaanmu itu sangat konyol, Mas!""Iya maaf ... kalau kamu gak berkenan tak perlu menjawabnya."Rima membuang muka, ia benar-benar marah pada Alan. Tak habis pikir bila pertanyaan itu akan ia lontarkan. Ia pun langsung beranjak, tapi Alan segera menahan dengan memegang tangannya."Jangan marah, sekali lagi maafkan aku." Alan merajuk, ia benar-benar tak ingin Rima marah.Istrinya itu menghela napas panjang, kemudian melihat ke arah Alan dengan tatapan tak bisa dijelaskan. "Sudahlah, Mas! Tak perlu dibahas lagi. Juga jangan pernah berbicara tentang perasaanku, perasaanmu, perasaan kita. Biar saja itu menjadi bagian dari hati ki
Suara alat-alat terdengar di ruangan ini, Gayatri masih tak sadarkan diri. Sebelum dilarikan ke rumah sakit, ia ditemukan oleh seorang petugas keamanan di sana, tetangga di sampingnya merasa tidak nyaman atas gaduh yang Gayatri ciptakan, pintu yang tak terkunci, akhirnya menemukan dirinya dalam keadaan tak sadarkan diri dengan bersimbah darah.Rima dan Alan duduk di sebuah ruang tunggu dengan hening, keduanya sama sekali tak ada yang mengeluarkan suara. Diam dengan perasaan masing-masing, kemudian berlabu pada kecewa yang dalam di hati Rima.Siang tadi, sesuatu tertinggal di ruangannya, sampai akhirnya Rima mendengar semua percakapan dari awal sampai akhir."Kita harus bicara, Rima? Tolong dengarkan penjelasanku dulu."Rima mendongak, melihat ke arah suaminya dengan mata sendu. "Bahkan dalam situasi seperti ini kamu mementingkan egomu sendiri?"
"Bilang pada ibu, kamu sedang bercanda kan?"Rima menghela napas panjang, terasa berat ketika akhirnya harus mengatakan semua ini. "Rima tidak bercanda, Bu. Maaf," ucapnya lirih.Ibu kini benar-benar diam, ia menangis tertahan, kemudian menutup teleponnya, sebetulnya banyak yang ingin ditanyakan, kenapa tiba-tiba perceraian ini terjadi.Jalanan masih terasa begitu padat, sementara matahari terasa begitu terik. Atas segala yang ia punya, Rima tak pernah merasa hidupnya begitu sempurna, ia hanya bersyukur banyak orang yang menyayanginya, hingga pada akhirnya asumsi itu salah, terlalu banyak orang munafik di sekitarnya.[Kamu dimana?]Sebuah pesan dari Galih datang, tapi kali ini ia tidak membalasnya.Sementara Alan nampak tak karuan di kamarnya, ia begitu berantakan dan duduk di sisi ranjang dengan mata ya
Rima mengajak adik iparnya untuk menikmati makan siang tak jauh dari gedung kantor. Sudah cukup lama mereka tidak bertemu, beberapa pesan dari Galih pun tak ia balas."Perpisahan itu sudah bulat?" tanya Galih.Rima hanya mengangguk, ia tak seceria biasanya."Sudah dipikirkan dengan matang?"Rima kembali mengangguk."Aku percaya, kamu tidak mungkin memutuskan semuanya dengan gegabah. Tapi aku hanya penasaran, apa tidak sedikitpun terbersit untuk memulai kembali dari awal?""Aku pernah mengatakan alasannya pada Alan, tidak mungkin kita hidup bersama lagi, sementara otak dan hatiku tertuju pada hal sakit yang sudah terjadi."Galih menghela napas panjang, ia mencoba memahami situasi ini meski sulit."Pagi tadi Alan mengajukan pengunduran diri," lanjut