Bab 159. Untuk Pembuktian
“Mas Suma benaran tidak apa-apa kami tinggal di rumah? Hanya ada Bik Inah dan satpam saja. Pak Maman juga ikut pergi,” ucapku sembari memasang dasi. Rumah yang biasanya ramai, mendadak menjadi sepi. Tidak bisa aku bayangkan, di setiap malam Mas Suma sendiri di rumah sebesar ini.

“Tidak apa-apa. Yang penting, kamu bisa istirahat,” ucapnya sembari menarik pinggang dan membubuhkan ciuman di kening ini.

Sikap romantisnya tetap tidak berubah. Namun, kebiasaannya yang tidak mau kalah dan ingin menang sendiri, lenyap begitu saja. Biasanya, dia ingin dinomor satukan selalu. Bahkan sering kali bertengkar dengan Amelia hanya karena berebut perhatianku. Ini … dia malah bersikap seakan tidak membutuhkan aku lagi. Tidak ada rasa keberatan untuk kami tinggalkan.

Seperti ada alarm di otakku. Melihat mobilnya berderu meninggalkan halaman rumah membuat hati ini seperti akan kehilangan dia. Ingatanku teringat dengan bacaan yang aku baca. Tanda-tanda suami yang sudah mempunyai kebahagiaan lain di luar
Astika Buana

"Bukankan kamu ikut Mas Farhan, ya. Aku pernah ke rumahmu, mereka baik. Setahuku sekolah dan kuliah ditanggung kakak kamu." Sepertinya komentar ini dari teman sekolah Dek Hana dulu. . Aku mengarahkan jariku pada balasan dari Dek Hana. "Wajarlah, mereka memberiku makan. Pembantu saja dikasih makan dan gaji. Anggap saja uang sekolah upahku karena mengerjakan pekerjaan rumah." . DEG! *** Lengkapnya ada di cerbung yang berjudul: Ipar Pergi Saat Kami Tak Punya Uang Lagi

| 1
Capítulos gratis disponibles en la App >

Capítulos relacionados

Último capítulo