"Sarah, kamu baik-baik saja kan?""Kamu kenapa sih? Kok tanya itu mulu dari tadi, memangnya kenapa dengan aku?" Sarah juga bingung dengan Nada.Dari tadi itu adalah pertanyaan yang diajukan pada dirinya.Sehingga Sarah pun bingung apakah ada yang salah dengan dirinya."Nggak papa, sih. Cuman aku mau tanya aja. Tapi, kamu nggak ada perasaan kan sama Dava?""Nggak, kami cuma biasa aja. Nggak ada hubungan sama sekali, aku nggak bohong," jelas Sarah.Nada pun mengangguk, tapi dirinya sendiri masih belum yakin dengan jawaban Sarah.Entah mengapa perasaannya mengatakan sebaliknya."Apa kamu menghadiri acara pernikahan mantan mu, bersama Dava?""Iya, makanya aku mau traktir dia makan bakso tadi. Tapi, nggak jadi, paling nggak aku udah bilang makasih," lanjut Sarah."Gitu ya.""5 menit lagi aku ada kelas, kamu mau langsung pulang atau gimana?""Aku langsung pulang ya, soalnya kasihan Amanda," pamit Nada."Amanda, atau Papinya yang kasihan," goda Sarah sambil cekikikan."Hehe, kamu tahu aja. T
"Itu jaket siapa?" tanya Buk Sumi saat melihat Sarah mencuci jaket.Tampak jaket tersebut bukan milik wanita, apa lagi milik Sarah.Buk Sumi sangat tahu seperti apa jaket kesukaan Sarah.Dan, sepertinya tidak seperti apa yang di pegang putrinya itu saat ini, hingga membuatnya penasaran dan langsung bertanya."Tadi, Sarah kehujanan Buk. Terus, di pinjemin jaket sama Pak Dava. Besok ada mata kuliah siang, sekalian mau Sarah kembalikan, sekarang Sarah cuci dulu," jelas Sarah."Begitu.""Iya, Bu.""Sarah, Bu Wati nanyain kamu terus, katanya kapan mau kenalan sama anaknya?""Apaan sih Bu, Sarah nggak mau di jodoh-jodohin. Memangnya anak teman Ibu itu tidak laku, sampai harus dicarikan jodoh oleh orang tuanya?""Huuus! Kamu kalau ngomong suka sekali asal, menurut Ibu, maksud Bu Wati baik, dia suka sama kamu dan yakin kamu adalah wanita terbaik untuk jadi menantunya.""Nggak ah, Bu, Sarah masih mau kuliah.""Jangan cepat menolak, bertemu dulu Nak. Bertemu juga belum, orangnya ganteng, kamu n
"Zira!""Kamu udah mulai berani bermain api di belakang aku, untuk apa kamu perduli padanya? Untuk apa kamu menolongnya?" tanya Zira.Zira tak juga bisa tenang sebelum mendapatkan jawaban yang pasti, menurutnya alasan Dava terlalu konyol hingga sulit untuk dipercaya.Seorang laki-laki tanpa jelas maksudnya menolong seorang wanita.Apakah mungkin hanya sekedar menolong saja?Zira tidak sebodoh itu dan tak akan pernah mau untuk tertipu."Kenapa sekarang kamu suka sekali membesar-besarkan masalah?""Ini bukan membesarkan masalah, sekarang kita putar posisinya. Gimana perasaan kamu kalau aku yang memperlakukan pria lain seperti itu?""Sebaiknya, kau pulang saja. Aku juga sedang sangat sibuk!"Dava pun memilih untuk pergi, tak perduli pada Zira yang masih saja terbakar amarah karena rasa cemburu yang tak juga kunjung mereda."Dava! Aku belum selesai bicara!"Dava tak ingin ada yang mendengar suara keributan, tentunya itu hanya akan menjadi bahan pembicaraan yang bisa membuat heboh semuanya
Dua hari ini Sarah tidak ke kampus, karena dirinya ingin menghindar bertemu dengan Dava.Bahkan sampai memblokir nomer ponsel Dava agar tidak ada komunikasi lagi.Kejadian dua hari yang lalu benar-benar membuatnya merasa malu, bahkan Sarah tak ingin lagi bertemu dengan Dava.Meskipun itu cukup mustahil tentunya, tapi sebisa mungkin dia akan berusaha untuk menghindar.Begitu juga dengan pagi ini, Sarah dan Nada yang asik berbincang pun mendadak menjadi terdiam.Itu karena Sarah yang melihat Dava dari kejauhan, tampaknya pria itu berjalan ke arah mereka berdua."Nada, aku ke toilet dulu!" dengan gerakan cepat Sarah pun pergi.Tujuannya pun tidak jelas, namun satu hal yang dia tahu. Yaitu menghindari Dava."Sarah, tunggu aku!" Nada yang bingung pun melihat Sarah sudah tidak ada, benar-benar menghilang dengan begitu saja, "dia kenapa?" Nada semakin bingung dan bertanya-tanya.Hingga baru menyadari kehadiran Dava di hadapannya.Seketika itu Nada mengerti mengapa Sarah tiba-tiba berpamitan
Saat Sarah sampai di rumah, dia pun terkejut melihat kehadiran Dava, pria itu tampak duduk di kursi yang ada di teras rumah.Membuatnya bingung harus melakukan apa? Bahkan untuk melarikan diri saja sudah tidak mungkin.Baiklah Sarah pun ingin menghadapi semuanya, mungkin juga setelah ini Dava tak akan menemuinya lagi."Ada apa Pak? Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Sarah.Dava pun hanya terdiam sambil melihat Sarah, merasa Sarah benar-benar memberikan jarak yang jelas.Mulai dari perubahan sikap, cara berbicara dan juga menghindari saat bertemu dirinya cukup menjelaskan bahwa semuanya memang benar adanya.Sarah memang berusaha untuk menghindar."Apa kejadian dua hari yang lalu membuat mu menghindar?" tanya Dava."Nggak Pak, memangnya kenapa? Lagian juga kita memang dosen dan mahasiswa. Sarah, cuman mau jadi lebih baik, terutama menjaga kesopanan. Pada Bapak, wajar, 'kan?" tanya Sarah.Namun, jawaban Sarah malah membuat Dava merasa tidak puas.Rasanya tidak mungkin hanya karena itu
Sarah pun menatap langit-langit kamar, dirinya sendiri begitu sedih dengan keadaan seperti ini.Sepertinya ada rasa yang berbeda, tidak ada lagi seseorang yang bisa dibuatnya pusing.Bahkan, Sarah pun tidak lagi bisa menjadi dirinya yang suka semena-mena pada Dava."Kenapa aku jadi sedih ya, kok aku mendadak kangen banget ngerjain dia."Sarah pun hanya bisa diam sambil bertanya-tanya, semuanya begitu cepat berlalu.Kebersamaan yang awalnya begitu indah malah harus menjauh dengan keadaan yang memaksa untuk menjaga jarak masing-masing.Sarah pun kembali menatap layar ponselnya, sayangnya ponsel itu sudah mati.Sarah sendiri yang melakukannya, sampai besok hari dirinya akan mengganti SIM card yang baru agar benar-benar tidak ada lagi komunikasi antara dirinya dan juga Dava.Hingga Sarah pun mendengar suara ketukan pintu, dirinya berpikir jika itu adalah Dava.Mencoba untuk mengintip dari balik jendela, namun ternyata bukan.Tampak Zira yang berdiri di depan pintu.Apa yang Sarah pikirka
Semuanya benar-benar berubah, Sarah menuruti apa diinginkan oleh Zira.Meskipun sadar itu hanya tuduhan yang tidak berdasar, tapi tidak masalah.Karena, dirinya ingin hidup tenang, tanpa masalah.Fokus pada pendidik dan bisa memiliki pekerjaan tetap agar Ibunya bisa berhenti bekerja, berganti dengan dirinya yang mencari nafkah.Meskipun menjauhi Dava adalah sebuah hal yang terasa sulit, semakin hari Sarah juga semakin merasa ada yang hilang dari hidupnya.Tetapi Sarah tetap saja tahu dengan posisinya yang bukan siapa-siapa.Bahkan saat ini Sarah yang sedang duduk di kantin bersama dengan Nada, tiba-tiba Dava muncul dan duduk di antara keduanya."Boleh bergabung?" tanya Dava.Nada tidak bisa mengatakan iya, sebab tahu seperti apa hubungannya antara Dava dan juga Sarah.Sehingga dirinya melihat Sarah karena butuh persetujuan Sarah."Iya, Pak. Silahkan," kata Sarah dengan senyuman yang dibuat sebaik mungkin.Dava pun merasa lebih baik, sebab Sarah menyetujuinya.Namun, sesaat kemudian S
"Itu dia anak Ibu sudah pulang," Bik Sumi pun tersenyum menyambut Sarah.Hanya saja Sarah yang bingung melihat Ibunya yang berada di rumah, sebab, biasanya di saat seperti ini Ibunya masih berada di rumah keluarga Nada.Tapi, tunggu dulu. Sarah melihat ada tamu di dalam sana juga.Membuat Sarah tahu mengapa Ibunya berada di rumah, ternyata ada tamu."Sarah, kamu ingatkan ini Ibu Wati," kata Buk Sumi.Sarah pun tersenyum dan mencium punggung tangan wanita tersebut.Kemudian Sarah pun melihat seorang pria yang tak jauh duduk di salah satu sofa.Semakin ke sini Sarah semakin mengerti, dan menebak itu adalah pria tidak laku yang dijodohkan dengan dirinya.Melelahkan sekali.Tapi harus tetap sopan untuk menghargai tamu, lagi pula tidak mungkin Sarah mempermalukan ibunya sendiri."Sarah, perkenalkan juga. Itu namanya, Hilman. Mungkin kalian bisa saling mengenal dulu."Nah kan?Sarah pun menarik napas dengan panjang, ternyata tebakannya memang benar adanya, ah!Sarah sangat tidak suka untuk