Mas Suma, panggilan baru untuk Tuan Kusuma dariku. Merubah status hubungan dari sahabat menjadi orang dekat. Itu, istilah yang kami pakai.Kami sepakat untuk melandasi hubungan ini dengan kasih sayang, bukan dengan hasrat semata. Hari-hari kami lalui seperti biasanya, bedanya ada ikatan bahwa kami saling memiliki. Yang paling antusias adalah Amelia, dia sangat senang. Sering kali dia menggodaku dengan panggilan calon mama. Wisnupun demikian, bahkan sering kali dia dihubungi Tuan Kusuma hanya untuk sekedar mengobrol.Tak terasa, aku sudah tiga bulan bekerja di sini. Banyak sekali yang aku lewati di tempat ini. Tadi pagi aku cek rekening, sudah masuk gajiku dengan jumlah lebih besar 50% dari biasanya. Ini berarti aku sudah lolos dari masa percobaan. Lumayan untuk tambahan membeli lap top baru untuk Wisnu. [Kak, Mama transfer untuk laptop sore ini. Besuk pagi, kamu beli ya][l love you]Aku kirim pesan ke dia. Tugas kuliahnya semakin banyak, jurusan arsitek membutuhkan lap top yang le
Tuan Kusuma tidak memberi penjelasan apapun tentang Jenifer.Mungkin, dia sudah sibuk dengan pekerjaannya. Akupun juga berusaha tidak mengingat kejadian itu, sudah tertumpuk dengan kesibukan sehari-hari berikutnya.Apalagi, Amelia yang baru masuk sekolah langsung disibukkan dengan tugas-tugas. Ada saja tugas yang harus dikerjakan di rumah. Seperti sekarang ada tugas IPA tentang fermentasi."Tante, bantu Amelia dong. Ada tugas tentang fermentasi. Buat apa, ya? Nanti harus ada videonya untuk presentasi. Pusing!" keluhnya sambil garuk-garuk kepala."Tugasnya kapan dikumpul?" tanyaku sambil merapikan tumpukan baju di lemarinya. Anak-anak dimanapun sama, kalau ambil baju suka ditarik, jadinya berantakan."Dua hari lagi, Te. Tugasnya sudah dikasih lama, tetapi Amelnya bingung. Jadinya kelupaan," katanya sambil nyengir."Tante bantu. Tapi, tante mau tanya dulu. Fermentasi itu apa? Cari tahu di buku atau di internet. Nanti jelaskan ke tante. Percobaannya, tante bantu. OK!?" kataku sambil meni
Hari minggu yang paling mendebarkan.Kali pertama, akan diperkenalkan sebagai calon istri Tuan Kusuma. Dan, langsung di Club 21 perkumpulan crazy rich di kota ini.Tidak kebayang sama sekali.Aku dibebas tugaskan dari urusan rumah. Bik Inah, yang ditugaskan dengan catatan yang sudah aku siapkan. Tuan Kusuma mengawasiku untuk hal ini. Tidak ada seorangpun diperbolehkan menggangguku, termasuk Amelia. "Papi, Amel kan mau ditemenin sama Tante!" rajuk Amelia."Amel, Papi cuma minta waktu satu hari ini saja! Jangan ganggu Tante!" kata Tuan Kusuma menbujuknya."Bilangnya hari ini saja! Tadi malam juga bilang gitu! Trus, sama Amelnya kapan!?" sanggahnya dengan muka cemberut."Ya, udah. Sore nanti, ambil Tante Rani buat kamu. Pokoknya, sekarang sama Papi!" tegasnya. Amelia segera masuk kamar dengan bergumam tidak jelas.Tuan Kusuma menunjukkan foto-foto kegiatannya di club itu, sambil memperkenalkan nama, profesi sampai sifat masing-masing anggota. Mereka mempunyai bidang usaha dan profesi
"Mas Suma, Jenifer gimana? Kasihan dia ditinggal begitu saja," kataku mengingat bagaimana ekspresi Jenifer di parkiran tadi.Aku bisa merasakan, bagaimana kesalnya dia, apalagi tadi dari kaca spion aku lihat dia teriak-teriak memanggil Tuan Kusuma. Laki-laki di sebelahku ini, benar-benar sadis. Aku lihat dia yang memandang lurus ke depan tanpa menghiraukan pertanyaanku. Wajahnya kelihatan serius seperti memikirkan sesuatu."Mas, Mas Suma," panggilku sekali lagi."Iya Ran. Kita bicara sebentar, saya cari tempat berhenti," katanya sambil menoleh ke arahku sebentar.*"Ran, kamu pasti kaget melihat saya tadi. Saya seperti itu, karena tahu sifat Jenifer seperti apa. Dia suka sekali emosional, kalau ada sesuatu yang tidak sesuai dengan yang diinginkan, dia akan kumat. Kami semua tahu. Di sana pasti dia di handle sama Elisya dan Sintha, tadi kita sudah calling. Nanti kalau sudah reda, baru saya bicara dengannya. Tetapi sebenarnya saya malas, karena Jenifer kalau ada maunya, susah!" jelas Tu
"Amelia! Amelia! Dengar kata, Papi!" teriak Tuan Kusuma berlari ke atas mengejar Amel. Aku dan Bik Inah yang baru masuk rumah kaget melihat mereka. Kami saling perpandangan mencari tahu apa yang terjadi. Aku berikan keranjang belanjaan ke Bik Inah dan bergegas lari mengikuti mereka. Amelia menangis membelakangi Tuan Kusuma yang berusaha menenangkannya. Melihat aku mendekati mereka, Amelia langsung lari memelukku sambil menangis sesenggukan."Amelia, menangis saja. Tidak apa-apa," bisikku kepadanya. Dia menangis tanpa bicara apapun. Aku menatap Tuan Kusuma minta penjelasan apa yang terjadi. Dia menjawab dengan gerakan mulut tanpa suara, "Mami". O, aku mengerti. Pasti dia membicarakan tentang rencana pertemuan dengan Dewi, mamanya Amelia. Pasti anak ini kaget, karena mami yang selama ini dianggap tidak ada bahkan dibilang meninggal, ternyata baik-baik saja. Brian, sepupu Dewi yang menfasilitasi kami. Selama ini, Dewi tinggal di Belanda bersama keluarga barunya. Dia memiliki dua ana
"Pokoknya, Kak Wisnu besuk harus datang!" teriak Amelia. Dia dari pagi mencoba menghubungi Wisnu, tetapi tidak diangkat, kadang-kadang nada di ponsel bertanda sibuk dipakai. "Sayang, Kak Wisnu mungkin sibuk kuliah. Sekarang lagi banyak-banyaknya tugas. Tapi kan, dia sudah janji kalau besuk pasti datang. Ditunggu saja, ya" jelasku mencoba menenangkannya."Tante, hubungi terus, ya. Pokoknya harus datang!" katanya memastikan. Aku mengangguk dan kasih kode ok. Dia tersenyum senang dan, langsung berlari ke dalam kamarnya. Bapak sama anak sama aja, kalau sudah keluar kata 'pokoknya', tidak bisa diganggu gugat. Dia, sampai tidak ikut kegiatan esktra sekolah untuk menyiapkan acara ulang tahunnya. Dan, hari besuk dia ijin tidak masuk sekolah, khusus untuk persiapan acara ini. Tadi, dia langsung ke Claudia untuk ngepas baju yang akan dipakai. Besuk sore, team Claudia akan datang untuk mengantar baju sekaligus make-up kami bertiga, eh berempat dengan Wisnu. "Atau, Wisnu dijemput Pak Maman s
"Membeli kado untuk orang kaya adalah sesuatu yang sulit. Mereka sudah mempunyai semuanya, kecuali sesuatu yang tidak bisa dibeli" *** Pesta kejutan berhasil, bahkan sangat berhasil. Kami semua merasa senang. "Ini, pertama kali saya membuat kejutan seperti ini. Ternyata, rasanya luar biasa, ya! Seperti pekerjaan yang tidak berguna, tetapi efeknya membuat kita bahagia," kata Tuan Kusuma setelah semuanya selesai. Amelia dan Wisnu sudah kembali ke kamar. Mereka harus istirahat untuk acara pesta besuk malam. "Tolong buatkan saya teh. Saya belum bisa tidur." Tuan Kusuma meminta secangkir teh, kami duduk di teras atas sambil mengobrol. "Sudah lama, saya ingin membuat sesuatu yang istimewa buat Amel. Tetapi, saya tidak tahu, apa. Perayaan ulang tahun bentuk apapun sudah saya adakah dari pesta kebun sampai pesta mewah, tetapi tidak membuat dia tersenyum dan tertawa lepas seperti hari ini," katanya sambil menatap kerlip bintang di langit. "Yang Amelia dambakan bukan kemewahan, tetapi k
'Alberto' itu nama kuda import hadiah dari Nyonya Besar. Sudah satu tahun, Amelia ikut di club berkuda kelas junior dan dia sangat tertarik dengan kuda ini. Namun, hadiah dari Nyonya Besar diluar dugaan kami semua. Akhirnya, impian Alberto menjadi milik Amelia, terwujud. "Eyang! Terima kasih. Amel senang sekali!" teriaknya kegirangan. Dia menjulurkan tangannya untuk mengelus-elus kepala Alberto. Kuda itupun, mengenalinya dan menundukkan kepala terlihat nyaman dan akrab. Amelia tersenyum bahagia sekali. "Kenapa pilih kuda, Mi? Suma pikir, Mami kasih hadiah mobil atau apa gitu," tanya Tuan Kusuma menyelidik. Semua yang di sini juga heran, kenapa Nyonya Besar memberi hadiah ini. Harganya pun lebih mahal dibandingkan mobil. "Ya tidak mungkinlah, saya memberi hadiah mobil. Dia kan masih dibawah umur. Kamu ini bagaimana, sih?!" kata Nyonya Besar sambil mencolek Tuan Kusuma. "Suma! Anakmu Amelia kan sudah lama ikut club. Dia belum punya kuda sendiri, kan kasihan. Pernah dia kasih lih