"Tidak, ini nyata dan Dava adalah suami mu!" kata Adam dengan tegas.Sarah tahu jika Adam tidak suka berbasa-basi, apa lagi hanya sekedar bercanda saja.Karena hal ini tidak bisa dikatakan sebagai lelucon, ini hal yang serius."Tapi, kenapa? Mas Hilman, ke mana?""Dia tidak datang, dia pergi dan mengatakan tidak ingin menikah dengan kamu," papar Kinanti meyakinkan Sarah.Apa?Huuuufff.Ini tidak lucu.Apa Hilman sedang bercanda?Tapi, tidak ada alasan untuk itu semua.Namun, untuk tidak hadir di hari pernikahan yang sudah jauh-jauh hari sebelumnya di persiapkan dengan matang ini untuk apa?Dendam?Tidak!Sarah dan Hilman baru saling mengenal, kemudian memutuskan untuk menikah.Selamat keduanya bersejarah pun tidak pernah ada perselisihan yang terjadi.Apa lagi Hilman sangat menghormati dan menghargai Sarah.Lalu apa?Apa alasannya?Sarah pun ingin sekali bertemu langsung dengan Hilman, kemudian mempertentangkan secara langsung.Jika ragu akan semuanya, mengapa melanjutkan. Mengapa tid
Mengapa setiap kata yang dia dengar bukan seperti sekedar ucapan semata, tetapi malah seperti bom yang akan meledak.Bahkan mungkin lebih dari sekedar bom yang meledak tepat pada waktunya, melainkan seperti petir yang menyambar tanpa waktu dan juga keadaan yang pasti.Ini sangat mengejutkan."Kenapa?" tanya Dava melihat reaksi Sarah yang tampaknya tidak biasa saat mendengar apa yang dia katakan barusan."Kita? Maksudnya saya dan Bapak?" Sarah pun mencoba untuk bertanya agar lebih jelas."Aku sudah menikahi mu, apa lagi?"Suasana ini benar-benar sangat menegangkan, bagi seorang Sarah."Tapi, nggak papa kok, Pak. Saya tidur di luar saja.""Sejak kapan kamu menjadi formal berbicara pada ku? Apa lagi sekarang ini kita sudah menikah, kamu adalah istri ku!" Papar Dava.Istri?Waw, tidak pernah bermimpi untuk berada di posisi seperti ini. Namun, kenyataan membawanya pada posisi yang teramat menegangkan ini.Bisakah untuk meloloskan diri?Sulit."Istri?" tanya Sarah dengan bodohnya."Iya!"Sa
Sesaat kemudian Sarah pun kembali menarik napas panjang.Karena, Dava sudah menurunkan tangannya, sungguh apa yang dilakukan oleh pria itu sangat membuatnya menjadi menegang."Maksudnya, Bapak sudah menolong saya dan keluarga saya. Jika, malam ini, Bapak ingin pergi. Ataupun menceraikan saja tidak masalah," kata Sarah.Sial.Ini namanya janda tapi perawan, itulah nasib malang yang sepertinya akan segera hadir dalam hidupnya.Sebuah gelar yang cukup menjijikan.Tapi bagaimana lagi?Ini semuanya bukan keinginan, melainkan kenyataan yang memang harus dihadapi dengan penuh keikhlasan.Meskipun tetap saja butuh waktu untuk menerima semua itu.Sedangkan Dava malah tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Sarah barusan."Sepertinya, kamu tidak banyak berubah. Kesukaan mu masih saja sama, yaitu membuat lelucon," kata Dava sambil terkekeh kecil.Sarah pun tersenyum kikuk, membenarkan apa yang dikatakan oleh Dava.Hanya saja untuk kali ini sesuatu yang dianggap lelucon oleh Dava adalah hal ya
"Pak Dava," suara Sarah terdengar bergetar, dirinya sangat ketakutan sekali saat ini.Membuat Dava pun sejenak terdiam, akan tetapi masih juga berada di atas tubuh Sarah.Tatapan matanya penuh tanya, menatap wajah Sarah."Apa harus dengan mahar 2M?" tanya Dava dengan tiba-tiba.Sarah tahu mengapa Dava mengatakan demikian, tentunya karena dirinya yang pernah mengatakan itu sendiri.Sayangnya saat ini Sarah baru sadar, ternyata tidak semua hal bisa di selesaikan dengan uang."Kenapa hanya diam? Biasanya kamu cerewet sekali?" tanya Dava lagi, "atau 3M?" tambah Dava."Nggak gitu juga kali Pak, Sarah belum siap aja," jawab Sarah dengan penuh ketegangan.Bayangkan saja tubuh keduanya tidak berjarak sama sekali, ditambah lagi Dava yang sepertinya tidak main-main dengan apa yang dia katakan."Kenapa belum siap?""Karena Sarah masih belum biasa.""Maka dari itu kita mulai dari sekarang.""Pak, gimana kalau Zira tahu Bapak di sini? Mendingan Bapak pergi, temuin dia, Bapak nggak takut dia marah
"Aku tidak ingin kasar untuk mendapatkannya, tapi jika kamu masih menolak, aku akan melakukannya dengan kasar, tidak perduli dengan penolakan mu," kata Dava yang mengeluarkan kalimat ancaman.Ayolah Dava.Kendalikan dirimu.Jangan pernah sekali-kali berbuat kasar pada seorang wanita yang sudah kamu nikahi itu.Bukankah seharusnya sama-sama memiliki keinginan dan juga kenyamanan untuk menikmatinya.Namun, tampaknya akal sehat tak lagi dapat digunakan, karena naluri menuntut untuk mendapatkan itu malam ini juga.Dava tak ingin Sarah meminta bercerai setelah kembali bertemu dengan Hilman.Dava ingin memiliki Sarah dengan seutuhnya, mengikatnya. Hingga benar-benar hanya menjadi miliknya.Tanpa bisa pergi lagi, atau bahkan tidak ada yang bisa merebut darinya.Rasa ini sudah sangat terlalu, perasaan ini pun sudah sampai pada puncaknya.Belum lagi kerinduan karena wanita itu terus menghindar darinya, semua itu butuh sesuatu emosi, butuh perjuangan, bahkan sampai membuatnya sangat tersiksa.N
"Sarah," Dava pun menggerakkan tubuh wanita yang tak lain kini sudah berstatus sebagai istrinya tersebut.Istri yang dinikahinya secara dadakan dan dengan mahar seadanya saja.Berusaha untuk membangunkan wanita itu yang hampir tertidur.Wajar saja, olah raga yang cukup menguras tenaga mampun membuat siapapun juga menjadi kelelahan, tak terkecuali seorang Sarah.Namun, Dava ingin Sarah membersihkan diri terlebih dahulu sebelum tidur. Sehingga, terus mencoba untuk membangunkan."Ya?" jawab Sarah dengan suara lemahnya, sedangkan matanya benar-benar sulit untuk terbuka."Kamu bersih-bersih dulu, jangan tidur dengan keadaan seperti ini. Atau aku yang membersihkannya?"Mata Sarah pun langsung melebar, sepertinya dia lupa akan rasa kantuknya.Penyebabnya tak lain adalah Dava, dirinya tentu saja tidak ingin Dava benar melakukan itu semua.Walaupun sebenarnya tidak lagi ada yang harus di tutupi.Pada kenyataannya Dava sudah merasakan dirinya.Namun, tetap saja. Sarah butuh waktu dan penyesuai
Bersamaan dengan hati yang harus terlihat baik-baik saja, padahal tidak.Kenyataannya hati ku hancur berkeping-keping tanpa sisa, aku terluka tanpa sebab yang pasti."--Sarah--Degh!Jantung Sarah berdegup kencang karena mendengar apa yang barusan keluar dari mulut Dava, dengan panik Sarah pun melihat ke arah Dava.Diary?Sarah panik setengah mati saat tahu ternyata Dava membaca Diary nya."Mampus," gumam Sarah sambil menutup matanya.Bagaimana caranya untuk menghindari semuanya.Akankah Dava tahu jika orang yang dimaksud dalam Diary itu adalah Dava sendiri.Kenapa bisa Dava membaca Diary miliknya?Mengapa bisa Sarah begitu ceroboh hingga tidak menyimpan buku itu dengan sebaik mungkin.Kini tatapan mata Dava pun tertuju pada Sarah, tetapi sesaat kemudian kembali pada diary di tangannya.Dava pun membolak-balik halaman lainnya, mencari inisial nama dari orang yang dimaksud di dalam tulisan itu.Tapi tidak ada sama sekali, tidak ada yang membuatnya dapat menebak untuk memecahkan rasa pen
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada