Suara manja itu keluar dari bibir Kinanti saat merasakan tangan Adam menelusuri setiap inci tubuhnya dengan sensual.Sesekali kecupan mesra di hadiahkan di beberapa bagian titik sensitif hingga semakin menggeliat tak karuan.Perlahan Adam membawa Kinanti pada ranjang, pembaringannya dan menindihnya dengan cepat.Melumat habis hingga memaksa masuk untuk mencari lidah yang akan bermain dengan lidahnya.Setelah itu Adam mulai turun menggigit kecil bagian tengkuk Kinanti, dan akhirnya ia sampai pada payudarah yang besar dan menantang.Tangannya mulai mengarah dan mulai meremas dengan penuh sensual, sesaat kemudian Adam merasa panas.Seketika itu juga terbangun dari tidurnya.Membuka mata dan segera duduk, mengusap wajah sampai beberapa kali dan menatap sekitarnya."Mimpi apa itu!"Adam dengan cepat meneguk air yang sudah tersedia di atas meja agar meredam rasa panas karena mimpi barusan.Matanya se
"Sayang, maaf ya kalau semalam kamu akhirnya tidur sendiri."Renata melingkarkan tangannya di pinggang Adam, berjalan masuk dengan beriringan."Tidak apa-apa."Adam tersenyum dan tidak mempermasalahkan sama sekali.Renata baru saja sampai di rumah, Adam menjemputnya pagi ini sesuai dengan keinginan Adam."Sayang, kita ke kamar Kinanti yuk.""Kinanti?"Menyebut nama itu seakan membuat panas, malam tadi mimpi itu sungguh menjadi racun tersendiri, di tambah sentuhan bibir Kinanti pagi tadi seketika membuat diri semakin tidak karuan."Iya, aku kasihan sama dia!" Renata langsung menarik Adam menuju kamar Kinanti."Renata, aku tidak usah ikut," tolok Adam."Kau harus ikut untuk memeriksa nya!"Sekalipun Adam menolak Renata tetap menarik paksa."Kinanti!!!"Renata melihat Kinanti yang tengah membantu memasak di dapur, seketika Renata berjalan cepat dan ingin m
"Mas," Kinanti cepat-cepat berdiri di antara dua pria yang kini terlibat ketengan.Pada siapa Kinanti saat ini harus berpihak.Adam adalah suaminya tetapi tidak ada cinta di antara mereka.Ilham adalah kekasih yang sangat di cintai nya tetapi tidak bisa bersatu karena Adam sudah menikahi nya."Mas, di sini banyak orang," Kinanti menatap wajah orang-orang di sekitar mereka, "kita hanya menikah siri, jangan sampai ada orang yang mengenal Nyonya Renata diantara mereka," ujar Kinanti dengan suara pelan.Adam mulai menenangkan diri sesaat kemudian tangannya menarik lengan Kinanti.Tetapi Ilham juga memegang lengan Kinanti yang satunya lagi."Lepaskan dia!" Pinta Adam dengan tatapan mata tajam."Mas."Wajah melas Kinanti membuat Ilham terpaksa harus melepaskan nya.Sekalipun hati terasa tidak rela.Adam segera memasukkan Kinanti kedalam mobil nya.Setelah melayangkan tatapan ta
"Kamu sudah sarapan pagi tadi?""Belum."Adam tersenyum."Kalau begitu biar Mas pesankan makan untuk kita."Kinanti mengangguk menurut saja.Sampai akhirnya makanan datang, Adam dengan segera menyajikan untuk nya."Sini Mas yang menyuapi," tawar Adam."Mas, memangnya tidak bekerja?" "Tidak, Mas sudah meminta dokter lain untuk menggantikan," jawab Adam, "ayo buka mulutnya."Kinanti perlahan menolak dan memilih mengambil alih piring dan sendok dari tangan Adam."Aku makan sendiri aja Mas.""Ya udah."Adam mengusap perut Kinanti dengan lembut.Setelah selesai maka Kinanti bergegas berdiri, membawa piring kotor untuk di cuci di wastafel.Adam menunggu di meja makan sambil memainkan ponselnya dengan cukup serius, entah apa yang tengah di kerjakan nya dengan ponselnya."Sudah selesai?"Adam memasukkan ponselnya ke dalam saku kemejanya.K
"Kinanti, Mas ingin kau memegang perut mu, sekali saja." Pinta Adam dari jarak beberapa meter.Adam masihmemegang ponsel Kinanti, bersiap-siap untuk mengambil gambar untuk yang kesekian kalinya."Malu tau Mas," mendadak wajah nya memerah saat mendapat permintaan Adam yang terdengar begitu menyeramkan.Adam menunjukan wajah kecewanya, walaupun perut Kinanti belum terlihat membuncit tetapi, Adam ingin sekali mengabadikan momen saat anaknya berada dalam rahim Kinanti.Wanita cantik yang baru saja di sadari Adam."Ayolah Kinanti, satu kali saja," Pinta Adam dengan wajah penuh harap, bahkan tangan yang menangkup."Perut Kinanti masih rata Mas.""Tidak apa, ada anak Mas di dalam nya."Blush!Kenapa Adam mendadak aneh, tanpa di katakan pun Kinanti sudah tahu.Wajahnya seketika memerah karena menahan malu, kata-kata Adam seakan menggambarkan keduanya pernah bercinta.Tetapi, memang benar,
"Dari mana?!"Adam tersentak saat melihat Renata berdiri di depan pintu utama.Wajahnya terlihat dingin dan menyiratkan kemarahan."Aku siang tadi ke rumah sakit, membawa makan siang untuk mu tetapi, ternyata kau tidak pernah datang ke rumah sakit?!" Renata menarik napas dengan berat, melipat tangannya di dada. Berdiri tegak, menatap Adam penuh selidik."Ehem," Adam berdehem sejenak.Menarik napas dengan panjang dan berusaha tetap tenang."Tadi aku harus ke luar kota, Papa meminta ku untuk melihat anak perusahaan yang baru saja launching produk terbaru.""Papa?"Adam segera mengambil sesuatu dari saku kemejanya, memberikan kotak berbentuk love berwarna merah pada Renata."Tadi aku membelikan ini untuk istri ku tercinta."Mata Renata seketika berbinar, melupakan amarah yang baru saja menguasai diri.Dengan tidak sabar Renata membuka dan melihat sebuah cincin yang begitu indah."Sayang," Renata langsung memeluk Adam dengan erat.Ada rasa
"Cukup!!""Keluar!!!""Iya." Dengan terpaksa Adam keluar namun, tiba-tiba Kinanti memanggilnya kembali."Mas!""Apa lagi?" Tangan Adam sudah memegang kenop pintu tetapi lehernya memutar kembali mengarah pada Kinanti."Kita ngambil mangga dulu ya," pinta Kinanti penuh harap.Tiba-tiba saja Kinanti ingin mangga muda yang tumbuh di taman belakang tetapi, harus Adam yang memanjatnya sendiri."Mas," rengek Kinanti.Entah keberanian dari mana tetapi, Kinanti rela memohon pada Adam demi satu buah mangga."Ya."Keduanya kembali keluar dari kamar, mengendap-endap seperti maling, sampai akhirnya mereka berdua berdiri di bawah pohon mangga."Panjat Mas," pinta Kinanti dengan tidak sabar.Adam segera memanjat dan mengambil dua buah mangga muda, setelah itu segera turun lalu memberikan pada Kinanti."Tidak boleh terlalu sering memakan mangga muda."
"Tidur yuk, udah malam.""Ya."Sehari penuh bersama, malam ini pun saat semua terlelap keduanya masih saja bersama. "Ya, udah, Mas ngapain ngikutin Kinanti ke kamar?" Telunjuk Kinanti menunjuk ke arah pintu kamarnya yang masih tertutup rapat.Adam menyadari kebodohannya, sulit sekali untuk beranjak dari Kinanti."Kenapa?"Keduanya berada di depan pintu kamar Kinanti, berdiri dengan berdebat kecil dan nada bicara yang pelan."Kalau Mas di sini terus, kapan Mas tidur? Ini sudah malam!"Adam tersenyum dan masih ingin memandang wajah cantik Kinanti tetapi, tidak mungkin juga selamanya berdiri di sana."Ayo sana," tangan Kinanti mendorong dada bidang Adam."Iya, Mas, tidur ya," pamit Adam dengan malas."Iya," Kinanti tersenyum tetapi, anehnya Adam masih berada di hadapannya tanpa bergerak sedikit pun."Kamu masuk duluan.""Mas duluan!""Ayo masuk."